Untuk Cek Tekanan Darah, Dokter Sarankan Pakai Tensimeter Digital

Saat ini, tensimeter digital lebih disarankan dokter untuk melakukan cek tekanan darah

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 20 Sep 2019, 20:00 WIB
Diterbitkan 20 Sep 2019, 20:00 WIB
Mengukur tekanan darah
Mengukur tekanan darah (iStockphoto)

Liputan6.com, Jakarta Saat ini, masyarakat sudah bisa melakukan cek tekanan darah secara mandiri dengan bantuan tensimeter yang sudah banyak beredar secara legal. Walaupun begitu, seseorang dianjurkan agar memakai alat yang pengukurannya sudah digital ketimbang yang masih memakai merkuri.

"Kalau lihat surat edaran dari Kementerian Kesehatan yang menyatakan, sebenarnya secara global, bahwa merkuri menjadi limbah bersama," kata dokter spesialis saraf Yuda Turana pada Health Liputan6.com di Jakarta, ditulis Jumat (20/9/2019).

Yuda mengatakan, di Jepang, alat-alat kesehatan bermerkuri sudah tidak lagi digunakan dan ditarik oleh pemerintah. Sementara di Indonesia, produsen saat ini cenderung tidak lagi membuat alat kesehatan bermerkuri dan berorientasi pada digital.

"Sebenarnya kalau dari penelitian, sudah menunjukkan bahwa baik tensimeter digital dan merkuri mempunyai akurasi yang sama," kata dewan anggota Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia ini pada Kamis kemarin.

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Tak Ada Gangguan Saat Gunakan Stetoskop

Ilustrasi Hipertensi, Tekanan Darah, Tekanan Darah Tinggi (iStockphoto)
Dianjurkan untuk Kita Rutin Mengecek Tekanan Darah agar Terhindar dari Hipertensi Sekali Setahun (Ilustrasi/iStockphoto)

Namun, Yuda mengungkapkan bahwa tensimeter digital tetap memiliki keunggulan jika dibandingkan dengan tensimeter merkuri.

"Keuntungan dari digital, khususnya di Indonesia, dari sudut pandang pasien itu lebih mudah. Karena tidak ada faktor perancu pendengaran dengan stetoskop," kata Yuda.

Dia menambahkan, ketika seorang dokter menggunakan tensimeter dibantu dengan stetoskop, kemungkinan biasnya akan kecil. Berbeda dengan masyarakat awam yang melakukan pemeriksaan secara mandiri.

"Kalau kita anjurkan pemeriksaan tekanan darah di rumah pada pasien dengan tensimeter merkuri dan stetoskop, stetoskop saja ada yang murah ada yang mahal, malah biasnya besar," ujar Dekan Fakultas Kedokteran Unika Atma Jaya Jakarta ini.


Tensimeter Digital Lebih Obyektif

Ilustrasi Hipertensi, Tekanan Darah, Tekanan Darah Tinggi (iStockphoto)
Akan lebih baik lagi jika kita menjaga tekanan darah tetap terkendali sehingga terhindar dari hipertensi (Ilustrasi/iStockphoto)

Bahkan, pemeriksaan yang dilakukan dokter atau tenaga kesehatan dengan tensimeter merkuri pun ditentukan oleh orang yang melakukan cek tersebut.

"Yang didengar oleh dokter maupun perawat, itu sangat ditentukan banyak hal. Yang memeriksa sangat menentukan benar tidak, sama tidak. Jadi sangat subyektif," kata dokter spesialis penyakit dalam dan Ketua Umum Perhimpunan Dokter Hipertensi Indonesia Tunggul D. Situmorang.

Karena itu, Yuda menganjurkan seseorang menggunakan tensimeter digital untuk pemeriksaan tekanan darah secara mandiri di rumah.

"Tentu dengan alat yang terstandarisasi dan akurat," pungkasnya.

Walau begitu, selalu periksa apakah tensimeter digital tersebut berfungsi dengan seharusnya atau tidak. Salah satunya adalah dengan melihat akurasi perhitungan yang bisa saja dipengaruhi oleh baterai.


Kemenkes Minta Fasyankes Tak Lagi Gunakan Alkes Bermerkuri

Penyakit yang Bisa Muncul Setelah Lebaran
Hipertensi / Sumber: iStockphoto

Dalam rilisnya beberapa waktu lalu, Kemenkes telah meminta agar fasilitas kesehatan tidak lagi menggunakan alat kesehatan yang mengandung merkuri.

Direktur Jenderal Kesehatan Masyarakat Kirana Pritasari mengatakan bahwa merkuri merupakan bahan berbahaya dan beracun yang sudah menjadi isu global. Ia mengatakan dampak negatif pada kesehatan yang bisa ditimbulkan dari paparan merkuri antara lain: kerusakan sistem saraf pusat, ginjal, paru-paru, dampak terhadap janin seperti kelumpuhan otak, gangguan ginjal, sistem syaraf, menurunnya kecerdasan, cacat mental, hingga kebutaan.

Ditargetkan bahwa tahun depan, 100 persen fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia sudah tidak lagi menggunakan alat kesehatan semacam itu.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya