Liputan6.com, Jakarta Katarak masih menjadi salah satu penyebab kebutaan yang paling mengkhawatirkan di Indonesia. Survei yang dilakukan di lima belas provinsi, pada populasi usia 50 tahun ke atas, menemukan bahwa angkanya mencapai 81 persen.
Dalam presentasinya terkait Hari Penglihatan Sedunia 2019 Senin lalu, Ketua Perdami M. Siddik mengatakan bahwa ada 8 juta orang mengalami gangguan penglihatan di Indonesia. Angka tersebut terdiri dari 6,4 juta orang yang mengalami penglihatan berat serta 1,6 juta yang buta.
Baca Juga
"Dari angka-angka ini, sebetulnya 80 persen adalah kebutaan yang bisa dicegah atau diobati," kata Siddik di gedung Kemenkes, Jakarta, ditulis Rabu (9/10/2019).
Advertisement
Sementara itu, dari kasus kebutaan yang ada, 1,3 juta orang yang mengalaminya akibat dari katarak. Yang lain terjadi karena masalah lainnya.
"Angka ini bisa bertambah karena dari 6,4 juta itu bisa bergeser ke arah buta karena katarak."
Adapun, survei Rapid Assessment of Avoidable Blindness (RAAB) ini dilakukan di tahun 2014 hingga 2016 oleh Perdami bekerjasama dengan Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan Kemenkes. Mereka juga menemukan bahwa angka kebutaan di Indonesia mencapai tiga persen.
Simak Juga Video Menarik Berikut Ini
Waspadai Tsunami Katarak
Dengan terus bertambahnya usia tua, Indonesia dikhawatirkan akan mengalami masalah 'tsunami katarak' pada 2030 apabila masalah ini tidak ditangani dengan serius.
"Jumlah penduduk terus meningkat dari tahun ke tahun untuk usia di atas 50 tahun. Pada tahun 2030 kurang lebih sepertiga barangkali penduduk di Indonesia berusia di atas 50 tahun," kata Siddik
"Itu adalah usia seseorang akan menderita katarak. Jadi jumlah katarak pasti akan bertambah banyak," lanjutnya. Yang paling ditakutkan tentu saja semakin bertambahnya angka kebutaan.
Meskipun saat ini sudah banyak operasi katarak yang dilakukan, namun angkanya masih kurang jika dibandingkan dengan tingginya penderita katarak yang ada. Siddik mengatakan bahwa idealnya, angka operasi katarak mencapai 80 persen, sementara di Indonesia baru mencapai 45 persen.
"Ada banyak hal penyebabnya, mulai dari pengetahuan penduduk dan masyarakat banyak yang menganggap katarak tidak dioperasi, sehingga kekhawatiran masih tinggi, ditambah lagi bonus demografi yang tinggi," tambahnya.
Karena itu, Siddik berharap agar pada 2030, ketersediaan sarana kesehatan mata yang berkualitas untuk seluruh masyarakat Indonesia tanpa hambatan diharapkan bisa tercapai.
Advertisement