HEADLINE: Klaster Baru COVID-19 Bermunculan, Ancaman Gelombang Kedua?

Kasus positif COVID-19 kembali merangkak naik. Mulai muncul klaster kantor dan klaster-klaster terkait acara keagamaan.

oleh Aditya Eka PrawiraMuhammad Radityo PriyasmoroBenedikta DesideriaFitri Haryanti Harsono diperbarui 01 Mei 2021, 11:11 WIB
Diterbitkan 01 Mei 2021, 00:02 WIB
Gedung KPK Rutin Disemprot Disinfektan
Petugas bersiap menyemprotkan cairan disinfektan di Gedung KPK, Jakarta, Selasa (22/9/2020). Penyemprotan dilakukan rutin untuk mengantisipasi serta menekan penyebaran virus COVID-19 menyusul temuan sedikitnya 21 kantor kementerian/lembaga yang menjadi klaster baru. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta Kasus COVID-19 di Indonesia kembali merangkak naik di bulan Ramadan. Sejumlah klaster baru COVID-19 muncul seperti klaster perkantoran, klaster bukber (buka puasa bersama), klaster tarawih di Banyumas, klaster mudik di Pati, dan klaster takziah di Semarang. 

“Tentunya ini sangat mengkhawatirkan kita karena kemungkinan superspreader terjadi pada klaster ini, di mana kita lihat jumlah orang yang positif dalam waktu yang singkat,” kata Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Langsung Kementerian Kesehatan RI, Siti Nadia Tarmizi.

Ironisnya, penggunaan alat tes antigen COVID-19 bekas di Bandara Internasional Kualanamu di Deli Serdang juga mencuri perhatian. Lalu, ada praktik mafia di Bandara Soekarno-Hatta yang membuat warga negara asing bisa masuk Indonesia tanpa mengikuti prosedur karantina dengan membayar Rp6,5 juta yang memiliki risiko menularkan COVID-19. 

Data Kementerian Kesehatan memperlihatkan dalam sepekan terakhir kasus konfirmasi harian naik meski masih dalam rentang normal. Grafik kasus COVID-19 yang sebelumnya diupayakan turun dan memperlihatkan hasil dari Februari hingga Maret, pada akhir April 2021 kembali merangkak.

"Biasanya jumlah kasus konfirmasi harian kita di bawah 5.000, angkanya berkisar 4-5 ribu. Namun, kemarin (29 April 2021) terjadi kenaikan 600 kasus dibandingkan hari sebelumnya," kata Nadia pada konferensi pers daring, Jumat (30/4/2021).

Dari data yang ditampilkan Nadia, tertera bahwa kasus konfirmasi COVID-19 pada 28 April 2021 adalah 5.241. Sehari sesudahnya dilaporkan kenaikan kasus sebesar 5.833. Namun, Siti Nadia bukan cuma menyorot soal angka kenaikan kasus tapi juga jumlah orang yang masuk rumah sakit serta yang meninggal karena COVID-19 pekan ini meningkat.

"Kenaikan 600 kasus positif ini menjadi kewaspadaan kita semua. Meskipun kita lihat masih kenaikan tadi masih dalam batas normal tetapi yang menjadi catatan adanya peningkatan kasus kematian sebanyak 20 persen sepekan terakhir," tegas Nadia.

"Begitu juga dengan rawat inap, terjadi kenaikan 1,28 persen."

Provinsi dengan penambahan pasien yang masuk rumah sakit terbanyak (30 orang per 100 ribu per minggu) di antaranya Sumatera Utara, Riau, Jawa Tengah, Sumatera Utara, Sumatera Barat, Daerah Istimewa Yogyarkarta, Papua Barat, dan Kalimantan Utara. 

Provinsi-provinsi yang alami kenaikan kasus, kata Nadia, merupakan daerah transit serta tujuan mudik.

Terkait jumlah orang yang meninggal karena COVID-19, Nadia mencontohkan DKI Jakarta. Ibukota Indonesia ini tidak terjadi kenaikan kasus tapi jumlah orang yang meninggal banyak.

"Contohnya DKI Jakarta jumlah kasus menurun tapi kasus meningal meningkat. Ini artinya menjadi kewaspadaan jangan-jangan masyarakat lebih tidak aware dengan gejala COVID-19 sehingga menunda ke fasilitas kesehatan," kata Nadia.

Infografis Waspada Klaster Baru Covid-19 Bermunculan. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Waspada Klaster Baru Covid-19 Bermunculan. (Liputan6.com/Trieyasni)

Simak Video Berikut Ini:

Lalai Terapkan Protokol Kesehatan

Terkait munculnya klaster-klaster baru belakangan ini, kelalaian masyarakat dalam menjalankan protokol kesehatan jadi penyebabnya.

Khusus klaster perkantoran, Pemerintah Provinsi DKI mencatat periode 5-11 April 2021 terdeteksi di 78 perkantoran dengan jumlah 157 kasus. Periode 12-18 April 2021 kasus COVID-19 ada di 177 perkantoran dengan jumlah 425 kasus positif COVID-19.

Pemicu lain naiknya kasus COVID-19 adalah aktivitas buka puasa bersama. Meski tidak melarang, Juru Bicara Kementerian Kesehatan RI Siti Nadia Tarmizi mengingatkan risiko besar penularan COVID-19 pada kegiatan yang marak terjadi saat bulan Ramadan itu.

"Pada prinsipnya makan dan berbicara pada saat makan bersama menjadi faktor yang sangat memungkinkan terjadinya penularan virus ini."

Lalu yang menjadi perhatian juga adalah klaster Tarawih di Desa Tanggeran, Kecamatan Somagede, Kabupaten Banyumas, Jawa Tengah. Penularan berasal dari seorang warga yang terinfeksi COVID-19 tapi tetap melaksanakan ibadah salat Tarawih tanpa memperhatikan protokol kesehatan.

Menurut Nadia, ada faktor utama yang diduga terkait kemunculan klaster baru COVID-19. Salah satunya tidak mematuhi protokol kesehatan dan mengabaikan kesehatan. Kedua aspek itu dapat membahayakan orang lain.

"Tentunya, kelalaian kita dalam melaksanakan protokol kesehatan, terutama saat melaksanakan ibadah Tarawih berjamaah. Tadi kami sudah sampaikan bahwa ada klaster Tarawih di Banyumas," ujar Nadia saat Konferensi Pers Indikasi Lonjakan Kasus COVID-19 pada Jumat, 30 April 2021.

"Informasi kami dapatkan bahwa di Banyumas terdapat 51 orang yang positif COVID-19 setelah pelaksanaan salat Tarawih. Mereka salat tarawih di dalam dua masjid yang berbeda dan terpapar COVID-19 usai ada satu jamaah yang memang sudah sakit, tetap berangkat tarawih."

Melihat kejadian klaster Tarawih di Banyumas, Nadia mengungkapkan bahwa hal ini harus jadi perhatian bersama. Demi keselamatan kita bersama, ibadah selama bulan Ramadan tetap harus memerhatikan kesehatan pribadi masing-masing.

"Pemerintah sudah memberikan sedikit relaksasi kita melakukan ibadah selama bulan Ramadan tapi tetap kita harus memerhatikan kesehatan," Nadia menjelaskan.

"Kita juga harus tahu, kalau dalam kondisi kesehatan yang kurang baik, ya sebaiknya tidak atau menunda sampai kemudian kita sehat untuk berangkat salat Tarawih ataupun melakukan aktivitas bersama salat berjamaah lainnya."

Terkait dengan munculnya klaster Tarawih ini, Bupati Banyumas Achmad Husein mengatakan dalam dua hari ke depan, pihaknya akan mengadakan pertemuan yang melibatkan unsur Forum Komunikasi Pimpinan Daerah (Forkompimda) Banyumas dan tokoh agama guna membahas permasalahan tersebut.

"Yang pasti, kami akan minta adanya peningkatan protokol kesehatan. Bentuknya seperti apa? Itu tergantung dari hasil pertemuan tersebut," kata Achmad. 

Sementara itu, Kepala Dinkes Kabupaten Banyumas Sadiyanto mengatakan setelah diketahui adanya kasus positif COVID-19, Puskesmas setempat langsung berkoordinasi dengan satuan tugas di tingkat desa.

Menurut dia, pihak desa telah melakukan disinfeksi serta penutupan dua masjid dan dua musala di wilayah tersebut.

"Warga desa sekitar sudah diberikan edukasi untuk Tarawih di rumah. Permasalahan di lapangan, ada kelompok jamaah tertentu yang berpindah masjid ke wilayah lain, sehingga tracking berkembang ke masjid wilayah lain," katanya dalam pesan WhatsApp yang disampaikan Bupati kepada wartawan.

Klaster Mudik

Untuk klaster mudik di Pati, Jawa Tengah, ada 39 orang warga terkonfirmasi positif COVID-19 tertular dari salah satu orang yang baru mudik dari Jakarta. Mereka berasal dari Desa Kuryokalangan, Kecamatan Gabus, Kabupaten Pati.

Terkait kasus tersebut, Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo menegaskan tidak ada pengecualian pada kelompok tertentu dalam penerapan larangan mudik Lebaran 2021. 

"Enggak ada fasilitasi khusus kepada kelompok-kelompok tertentu, semua aturannya sama. Jadi kalau mereka memang harus pulang dalam kondisi sesuai dengan regulasi, ya ikuti saja di situ," kata Ganjar, Jumat (30/42021).

Ganjar mengingatkan kembali kasus COVID-19 yang muncul di Kabupaten Pati berawal dari warga mudik. Lalu, kasus di Kabupaten Purbalingga yang muncul saat pengecekan pembelajaran tatap muka (PTM) dan berasal dari pondok pesantren.

"Artinya bukan soal yang lainnya, ayo kita jaga diri kita tidak pulang, kalau ada yang sifatnya terpaksa silakan ikuti aturannya, kalau dengan mengikuti aturan saya kira seluruh aturannya sudah ada," katanya lagi.

Ganjar juga memastikan tidak ada prioritas terhadap kelompok masyarakat tertentu, sebab semuanya sama di mata hukum.

"Yang tidak sama adalah yang diizinkan oleh regulasi yang ditentukan oleh kementerian maupun satgas," kata Ganjar.

Pemerintah resmi melarang masyarakat untuk melakukan mudik Lebaran 2021. Larangan itu tertuang dalam Surat Edaran Kepala Satgas Penanganan Covid-19 Nomor 13 Tahun 2021 tentang Peniadaan Mudik pada bulan Ramadan dan Hari Raya Idul Fitri Tahun 1442 Hijriah.

Klaster kelima yakni Klaster takziah ditemukan di Kapanewon Panggang dan Kapanewon Playen. Tracing yang dilakukan Dinas Kesehatan Gunungkidul pada 19 April 2021, ada 37 orang positif COVID-19, dua di antaranya meninggal.

Tes COVID-19 Bekas Picu Klaster Baru?

Kejadian memprihatinkan terjadi di Sumatera Utara. Penyalahgunaan alat uji cepat yang terjadi berpotensi besar meningkatkan risiko penyebaran COVID-19. Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol RZ Panca Putra mengatakan, penggunaan alat uji cepat COVID-19 bekas di Bandara Internasional Kualanamu Deli Serdang oleh petugas PT Kimia Farma Diagnostik sudah dilakukan sejak Desember 2020.

"Dari hasil pengungkapan Ditreskrimsus Polda Sumut, kegiatan daur ulang stik Covid-19 ini sudah dilakukan sejak Desember 2020," katanya saat ekspos kasus di Mapolda Sumut, di Medan, Kamis (29/4/2021).

Dari pemaparan itu, muncul dugaan bahwa bukan tak mumgkin akan muncul klaster baru dari kasus ini. Namun, epidemiolog yang juga Dewan Pakar Ikatan Ahli Kesehatan Masyarakat Indonesia (IAKMI) Hermawan Saputra belum bisa memastikan hal tersebut.

"Harus diperhatikan, penggunaan ulang alatnya ini pada stik udapan atau pada kasetnya untuk pengetesan data bukti hasil. Kalau kasetnya tentu tidak berkait langsung dengan risiko penularan, tapi akan berkait efektivitas sensitivitas alat yang terganggu dan kecendrunganya positif terus atau negatif terus," jelas Hermawan kepada Liputan6.com.

Dia melanjutkan, kalau kejadian ini menggunakan stik yang biasa mengusap, itu cukup berbahaya. Kalau itu diupayakan disterilkan kembali karena itu berkait penggunaan dari satu orang ke orang lain dan potensi terjadinya transmisi, cukup berbahaya.

"Jadi harus ditelusuri, dan kabarnya terjadi lebih dari 9.000 orang, jadi ini bukan sesuatu yang main-main," beber Hermawan.

Menurut dia, ini pembelajaran bagi pintu masuk lainnya, karena ada kekhawatiran jangan-jangan praktik seperti ini tidak hanya terjadi di Kualanamu, tapi juga dilakukan oleh provider yang sama di tempat yang lain atau provider yang lain dengan cara yang sama.

"Provider ini kan anak Kimia Farma, nama besar BUMN, bayangkan jejaringnya di tempat lain dengan pelayanan yang sama, itu harus ditelusuri, belum lagi provider lain yang nggak punya nama beken," ujar Hermawan.

Dalam kasus ini, pihak kepolisian menetapkan lima orang tersangka, masing-masing berinisial PM, DP, SP, MR dan RN. Salah satu tersangka, yakni PM merupakan Plt Branch Manager Laboratorium Kimia Farma Medan yang berada di Jalan R A Kartini.

Kapolda Sumatera Utara Irjen Pol RZ Panca Putra mengatakan, kegiatan daur ulang alat uji cepat Covid-19 oleh kelima orang tersebut itu dilakukan di laboratorium Kantor Kimia Farma di Jalan RA Kartini Medan.

"Oleh para pelaku, stik yang sudah digunakan, dikumpulkan. Kemudian dicuci, dibersihkan dan dikemas kembali. Selanjutnya dikirim ke Bandara Kualanamu," ungkapnya.

Adapun motif para tersangka melalukan tindak pidana kesehatan tersebut yakni untuk mendapatkan keuntungan.

"Barang bukti kita amankan Rp149 juta dari tangan tersangka," ujarnya.

Ditanya mengenai jumlah pengguna layanan tes cepat COVID-19 dengan alat bekas tersebut, ia menyebut masih dalam penyelidikan. Namun, estimasi pengguna layanan tes uji cepat COVID-19 di Bandara Kualanamu, mencapai 200 orang per hari.

"Ini masih akan kita dalami kasusnya," katanya.

Inisiator Gerakan Solidaritas Sejuta Tes Antigen untuk Indonesia Erry Riyana Hardjapamekas dalam hal ini menyarankan warga untuk berani bertanya. 

Apalagi selepas kejadian daur ulang alat tes antigen dari layanan Rapid Test COVID-19 PT Kimia Farma, masyarakat pun ada yang meragukan untuk melakukan tes antigen. Padahal, testing merupakan salah satu upaya penanganan pandemi COVID-19.

"Kemenkes dan Satgas COVID-19 harus meningkatkan kampanye dan meyakinkan masyarakat untuk berani bertanya, 'Ini (alat tes antigen) baru atau bukan, sudah dibuka atau belum.' Boleh dicek begitu oleh masyarakat yang akan di-swab," terang Erry dalam acara Uji Swab Antigen di Jawa Barat, Kamis, 29 April 2021.

"Biasanya juga kalau kita ke dokter, ada dokter yang menyampaikan kepada pasien, 'Pak/Bu, ini obatnya ya, ini alatnya, saya belum buka atau ini kedaluwarsa obat tanggal sekian.' Baru kemudian dokter memberikan obat atau tindakan kepada pasien."

Menurut Erry, apa yang dilakukan dokter dapat diterapkan tatkala masyarakat melakukan tes antigen atau vaksinasi.

"Misalnya, petugas kesehatan bilang, 'Ini alat kit baru saya buka ya Pak/Bu.' Jadi, masyarakat harus berani bertanya mengenai kebaruan alat yang akan dimasukkan ke dalam tubuh," jelas Erry, yang pernah menjabat sebagai pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

Alif Iman Nurlambang dari Inisiator Gerakan Solidaritas Sejuta Tes Antigen untuk Indonesia juga menekankan, pentingnya berani bertanya sebelum masyarakat dilakukan tes antigen.

Hal tersebut untuk memastikan keamanan dan kenyamanan, baik petugas kesehatan maupun masyarakat yang akan diusap.

"Saya pikir, vaksinasi atau swab sesuai standar prosedur tertentu juga harus disampaikan tenaga kesehatan (kepada masyarakat). Semua itu memastikan keamanan dan kenyamanan kedua belah pihak," Alif menambahkan.

"Jadi, tidak perlu atau jangan sungkan untuk bertanya. Dan perlu ada edukasi dan kampanye dari Pemerintah atau Satgas COVID-19 supaya masyarakat jangan ragu untuk bertanya soal kebaruan alat tes antigen yang digunakan."

Kendalikan Mobilitas dan Disiplin Protokol Kesehatan

Interaksi sosial yang tidak dijalankan dengan protokol kesehatan yang ketat jadi pemicu munculnya kasus positif di berbagai klaster. Nadia pun mengingatkan kembali kepada masyarakat untuk tetap patuh menjalankan protokol kesehatan.

“Kami kembali mengimbau masyarakat mohon untuk masyarakat mematuhi dan menjalankan protokol kesehatan, lebih disiplin lagi dalam menerapkan protokol kesehatan,” ujar Nadia.

Selain itu, batasi mobilitas guna menekan kasus COVID-19. Salah satu caranya dengan tidak mudik Lebaran.

Hal senada disampaikan dokter spesialis paru konsultan Rumah Sakit Umum Pemerintah (RSUP) Persahabatan, Erlina Burhan. Dia, mengingatkan, saat ini seluruh dunia tengah menghadapi kondisi yang berbeda, yaitu pandemi COVID-19.

Oleh sebab itu, beberapa kegiatan seperti kerumunan atau interaksi yang sangat dekat agar dihindari. "Kan kita diminta berjarak. Apa artinya 5M kalau begitu. Kan salah satunya adalah menjaga jarak. Jaraknya dua meter," kata Erlina.

Bila memang tetap ingin bersilaturahmi karena satu kota, hal tersebut bisa dilakukan di luar pagar. Perkara angpau atau tunjangan hari raya (THR), bisa ditransfer.

"Saya tidak setuju adanya mudik karena potensi penularan ada di situ," katanya.

Jika memang ingin bermaaf-maafan bisa dilakukan secara daring. Tanpa perlu pulang ke kampung halaman juga bisa beramaaf-maafan. 

"Bersilaturahmi bisa secara daring. Tahun ini cukup Zoomfitri saja. Kan maaf-maafan bisa daring juga. Yang penting ada lafaz atau ucapannya 'Mohon saya dimaafkan, Anda juga saya maafkan'," Erlina menambahkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Live Streaming

Powered by

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya