Dari Bayi hingga 12 Tahun, Ini Tahap Perkembangan Emosi Anak

Perbedaan dalam perkembangan emosi anak membutuhkan perhatian khusus.

oleh Giovani Dio Prasasti diperbarui 09 Jun 2021, 14:00 WIB
Diterbitkan 09 Jun 2021, 14:00 WIB
Menjadikan Sistem Reward Sebagai Andalan
Ilustrasi Pola Asuh Anak Credit: pexels.com/pixabay

Liputan6.com, Jakarta Seperti orang dewasa, anak juga memiliki beragam perasaan dan emosi. Mereka juga memiliki karakteristik yang khas dan khusus, yang membuatnya berbeda dengan teman seusianya.

Anggia Hapsari, dokter spesialis kedokteran jiwa konsultan psikiatri anak dan remaja mengatakan bahwa kemampuan anak untuk bereaksi secara emosional, sebenarnya sudah ada sejak dia baru lahir seperti menangis, tersenyum, dan frustasi.

Dia menjelaskan bahwa beberapa peneliti yakin bahwa beberapa pekan setelah dilahirkan, bayi sudah bisa memperlihatkan berbagai macam ekspresi mulai dari semua emosi dasar seperti kebahagiaan, perhatian, heran, takut, marah, sedih, dan bosan sesuai situasinya.

Anggia, dalam siaran pers yang diterima Health Liputan6.com, ditulis Selasa (8/6/2021), mengatakan bahwa anak biasanya belum memiliki kosakata untuk mengemukakan perasaan mereka.

"Sehingga mereka mengomunikasikan perasaan mereka dengan cara-cara lain. Terkadang anak-anak dapat mengekspresikan perasaan mereka melalui perilaku yang tidak tepat dan menimbulkan masalah," kata dokter di Rumah Sakit Pondok Indah-Bintaro Jaya ini.

Saksikan Juga Video Menarik Berikut Ini

Melewati Masa Bayi

Nama Bayi Laki-laki Indah
Nama Bayi Laki-laki Indah (Sumber: Pixabay)

Menurut Anggia, pada semua usia, kuatnya emosi positif merupakan dasar untuk penyesuaian yang baik.

"Bayi yang mengalami lebih banyak emosi senang meletakkan dasar-dasar untuk penyesuaian pribadi dan penyesuaian sosial yang baik, juga untuk pola-pola perilaku yang akan menimbulkan kebahagiaan," ujarnya.

Anggia melanjutkan, kira-kira usia dua hingga enam tahun, anak sudah melewati masa bayi yang penuh ketergantungan dengan orang lain.

Di sini, anak pra-sekolah sudah bisa merasakan cinta dan memiliki kemampuan untuk menjadi anak yang penuh kasih sayang, merasakan kesedihan pada anak lain, hingga mulai merasa bersimpati dan ingin menolong.

"Anak-anak pra-sekolah baru dapat mengekspresikan satu emosi pada satu waktu dan belum dapat memadukan emosi atau perasaan dari hal-hal yang membingungkan," katanya.

Mencapai Usia 12 Tahun

Adu Pendapat di Depan Anak Berdampak Buruk untuk Kesehatan Mental Jangka Panjang
Ketahui dampak buruk orang tua yang adu argumen di depan anak untuk kesehatan mental jangka panjang. (Foto: Unsplash.com/Chinh le duc).

Di usia sekolah atau enam sampai 12 tahun, kemampuan kognitif anak mulai berkembang. Mereka sudah mampu untuk mengekspresikan emosinya dengan lebih bervariasi.

"Dan terkadang dapat mengekspresikan secara bersamaan dua bentuk emosi yang berbeda, bahkan bertolak belakang," kata Anggia.

Sehingga pada tahap ini, anak mulai tahu kapan harus mengontrol ekspresi emosi, sebagamana mereka menguasai keterampilan regulasi perilaku, yang memungkinkan mereka menyembunyikan emosinya menggunakan cara yang sesuai dengan aturan sosial.

Barulah pada usia 12 tahun ke atas, anak sudah mampu menganalisis dan mengevaluasi cara mereka merasakan atau memikirkan sesuatu.

"Begitu juga terhadap orang lain, anak yang hampir memasuki masa remaja ini sudah dapat merasakan bentuk empati yang lebih dalam," Anggia menjelaskan.

"Perbedaan dalam perkembangan emosi membutuhkan perhatian khusus agar anak memiliki kemampuan dalam meregulasi emosi mereka dengan tepat," imbuhnya.

Infografis 9 Panduan Imunisasi Anak Saat Pandemi Covid-19

Infografis 9 Panduan Imunisasi Anak Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis 9 Panduan Imunisasi Anak Saat Pandemi Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya