Diprediksi Jadi Dominan, Ahli Khawatir Varian Delta COVID-19 akan Jadi Ancaman Serius

India mengumumkan pada hari Rabu (23 Juni 2021) kemunculan varian Delta plus, yang merupakan sub-garis keturunan delta yang membawa mutasi tambahan yang mungkin membuatnya semakin menular

oleh Fitri Syarifah diperbarui 26 Jun 2021, 20:00 WIB
Diterbitkan 26 Jun 2021, 20:00 WIB
FOTO: Varian Baru COVID-19 Ditemukan di Indonesia
Aktivitas petugas di Rumah Karantina COVID-19 Hotel Yasmin, Curug, Kabupaten Tangerang, Banten, Kamis (17/6/2021). Variant of concern (VOC) diyakini menular lebih cepat hingga memperberat gejala COVID-19. (Liputan6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Varian mutasi virus SARS-CoV-2 yang disebut Delta kini telah menyebar luas ke hampir 100 negara di seluruh dunia, termasuk Indonesia, dan kemungkinan akan segera menjadi varian dominan.

"Varian Delta kini sudah diakui sebagai ancaman terbesar dalam upaya untuk menghilangkan COVID-19," kata Direktur National Institute of Allergy and Infectious Diseases Amerika Serikat Dr Anthony Fauci pada saat briefing di Gedung Putih pada Selasa (22 Juni).

Kabar baiknya, kemungkinan vaksin akan efektif melawan varian tersebut, jelasnya.

"Kami memiliki alatnya (vaksin), jadi mari kita gunakan dan hancurkan wabah," kata Fauci, dikutip dari Livescience, mendesak orang-orang yang belum divaksinasi untuk melakukannya.

Sementara itu, India mengumumkan pada hari Rabu (23 Juni 2021) kemunculan varian Delta plus, yang merupakan sub-garis keturunan Delta yang membawa mutasi tambahan yang mungkin membuatnya semakin menular. Tetapi para ahli mengatakan terlalu dini untuk menarik kesimpulan tentang varian itu.

 

Simak Video Berikut Ini:

Variant of concern

Varian Delta atau B.1.617.2 pertama kali diidentifikasi oleh para pejabat di India pada Oktober 2020 dan pada 11 Mei 2021, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menetapkannya sebagai "variant of concern" (varian yang menjadi perhatian).

Sebagai salah satu dari empat variant of concern yang terdaftar di WHO (tiga lainnya yaitu: Alfa yang pertama kali ditemukan di Inggris; Beta yang pertama kali ditemukan di Afrika Selatan; serta Gamma yang pertama kali ditemukan di Brasil), Delta ini lebih cepat dan mampu memilih yang lebih rentan dengan lebih efisien daripada varian sebelumnya.

"Oleh karena itu, jika ada orang yang dibiarkan tanpa vaksinasi, mereka tetap berada pada risiko lebih lanjut," kata Direktur Eksekutif dari Program Darurat Kesehatan WHO Dr. Mike Ryan, saat konferensi pers pada hari Senin, 21 Juni 2021.

Menurut Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) Amerika Serikat, varian Delta membawa 10 mutasi yang menyebabkan perubahan pada spike protein virus, yang digunakannya untuk mengambil dan menyerang sel manusia. Perubahan kecil seperti ini dalam genom virus dapat berdampak pada perilaku virus, yang menyebabkan perubahan dalam transmisibilitas dan/atau virulensinya.

Menurut Quartz India, tiga dari mutasi delta (E484Q, L452R dan P614R) memungkinkan protein lonjakan untuk menempel lebih mudah ke reseptor ACE2 pada sel manusia,

Menurut Direktur CDC Dr. Rochelle Walensky, varian delta kemungkinan akan menggantikan varian alpha sebagai varian dominan di AS. Sebab delta jauh lebih menular daripada varian alfa, yang menjadi varian dominan di AS dalam hitungan satu atau dua bulan, jelasnya, dikutip dari ABC News.

 

Lebih menular

Seperti dikutip dari Nature, varian Delta tampaknya 60 persen lebih menular daripada varian Alfa. Delta menyebar lebih cepat di negara-negara AS di mana kurang dari 30 persen penduduk telah divaksinasi lengkap daripada di negara-negara yang baru 30% telah divaksinasi sepenuhnya.

Untuk tingkat keparahan penyakitnya, meskipun data awal menunjukkan terjadinya peningkatan keparahan penyakit yang tercermin dari risiko rawat inap, namun saat ini masih ditetapkan bahwa delta lebih menular dibandingkan varian lain. Selain itu tidak banyak diketahui tentang apakah itu menyebabkan penyakit yang lebih parah.

Sementara varian delta plus yang diumumkan kementerian kesehatan India pada hari Rabu (23 Juni 2021), merupakan sub-garis keturunan dari varian Delta dengan mutasi tambahan yang terlihat pada varian lain yang harus menjadi perhatian. Delta plus, atau AY.1, pertama kali dilaporkan dalam buletin Public Health England pada 11 Juni.

Delta plus membawa mutasi K417N, juga ditemukan dalam varian Beta, yang tampaknya mengurangi efektivitas koktail antibodi monoklonal dalam mengobati virus.

"Mutasi K417N telah menarik perhatian karena hadir dalam varian beta (garis keturunan B.1.351), yang dilaporkan memiliki sifat penghindaran kekebalan," kata kementerian kesehatan India dalam sebuah pernyataan.

Hingga saat ini, varian delta plus telah teridentifikasi sebanyak 197 kasus di 11 negara per 16 Juni, termasuk 83 di AS, dikutip Livescience.

Menurut sebuah pernyataan yang dikutip dari BBC, India telah mengidentifikasi Delta Plus sebagai "variant of concern", dengan alasan bahwa delta plus lebih menular daripada varian yang diketahui. Mereka mengikat lebih kuat ke reseptor sel paru dibandingkan dengan varian lain dan mungkin kurang rentan terhadap pengobatan dengan antibodi monoklonal yang dibuat pasien yang terinfeksi.

Tetapi para ahli mengatakan bahwa terlalu dini untuk menarik kesimpulan tentang varian ini. "Saya tidak berpikir India atau siapa pun di dunia telah merilis atau mengumpulkan cukup data untuk membedakan risiko dari apa yang disebut delta plus sebagai lebih berbahaya atau mengkhawatirkan daripada varian delta asli," jelas ahli virus Dr. Jeremy Kamil di Louisiana State University Health Sciences Center, Shreveport.

Infografis Covid-19 Varian Delta India Hantui Indonesia

Infografis Covid-19 Varian Delta India Hantui Indonesia
Infografis Covid-19 Varian Delta India Hantui Indonesia (Liputan6.com/Triyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya