Liputan6.com, Jakarta Perwakilan Sekretariat Sustainable Development Goals (SDGs) Setyo Budiantoro menekankan bahwa anak muda memiliki peran penting dalam pengendalian konsumsi rokok di Indonesia.
Menurutnya, peran pemuda dibutuhkan untuk mendukung target pencapaian SDGs tahun 2030 mengenai penurunan prevalensi perokok umur 18 tahun ke bawah.
Advertisement
Baca Juga
Senada dengan Setyo, Margianta Surahman dari Indonesian Youth Council for Tobacco Control (IYCTC) mengajak kaum muda untuk kritis terhadap rayuan industri rokok lewat corporate social responsibility (CSR) dan filantropinya.
Pasalnya, kedua hal tersebut bertujuan menutupi dampak negatif rokok terhadap kesehatan publik Indonesia.
Pelibatan Kaum Muda
Dalam keterangan yang sama, Ketua Umum Ikatan Pelajar Putri Nahdlatul Ulama (PP IPPNU) Nurul Hidayatul Ummah mengatakan bahwa pengambil kebijakan harus melibatkan suara kaum muda.
“Kaum muda perlu dilibatkan dalam semua proses pembuatan kebijakan pengendalian tembakau di Indonesia,” katanya mengutip keterangan pers PKJS-UI, Kamis (26/8/2021).
Hal ini selain untuk mendorong pencapaian SDGs, juga mendukung Indonesia memiliki sumber daya manusia yang unggul, yang juga dicita-citakan oleh Presiden Joko Widodo, tambahya.
Advertisement
Upaya Efektif
Sementara itu, Peneliti Pusat Kajian Jaminan Sosial Universitas Indonesia (PKJS-UI) Risky Kusuma Hartono menjelaskan terkait pengendalian jumlah perokok usia anak yang efektif.
Menurutnya, konsumsi rokok sangat penting untuk dikendalikan karena dampaknya yang multidimensi. Untuk itu, menaikkan harga rokok setinggi-tingginya menjadi pengendalian yang efektif agar para remaja tidak mudah dalam menjangkau rokok.
“Tentu hal ini juga harus diikuti oleh pengendalian konsumsi rokok lainnya, seperti pelarangan penjualan rokok secara batangan,” kata Risky.
Ia juga menyampaikan data di mana perokok anak usia 10-18 tahun meningkat dari 7,2 persen pada 2013 menjadi 9,1 persen pada 2018 (Riskesdas, 2018).
Angka ini jauh dari target Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2019, yaitu 5,4 persen. Selanjutnya, pemerintah memiliki target menurunkan prevalensi perokok anak sebesar 8,7 persen pada RPJMN 2024.
Harga rokok yang murah dan pengaruh teman sebaya berkaitan dengan prevalensi perokok anak di Indonesia. Hasil penelitian menunjukkan bahwa semakin mahal harga rokok maka semakin kecil peluang anak merokok.
Serta, setiap kenaikan 10 persen teman sebaya yang merokok dapat meningkatkan peluang seorang anak untuk merokok sebesar 1-2 persen (PKJS-UI, 2020).
Selain itu, para pelajar juga semakin kerap terpapar iklan atau promosi rokok dari berbagai media, yaitu televisi (65,2 persen), media luar ruang (60,9 persen), dan internet atau media sosial (36,2 persen) menurut Global Youth Tobacco Survey 2019, tutupnya.
Infografis Merokok Sambil Berkendara Didenda Rp 750 Ribu
Advertisement