Perjalanan Domestik Tak Perlu Tes COVID-19, Epidemiolog Khawatirkan Perburukan Situasi

Plus minus ketika tidak lagi diberlakukannya tes COVID-19 baik PCR atau antigen untuk perjalanan domestik

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 08 Mar 2022, 12:00 WIB
Diterbitkan 08 Mar 2022, 12:00 WIB
Mobilitas Warga pada Masa PPKM
Aktivitas penumpang KRL Commuterline saat jam pulang kantor, Jakarta, Rabu (17/11/2021). Pemerintah menyatakan status level PPKM di luar Jawa Bali tidak berubah dan tetap yang berlaku hingga pekan depan yaitu, pada 16-29 November 2021. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi RI Luhut Binsar Pandjaitan mengatakan bahwa pelaku perjalanan domestik yang sudah vaksinasi lengkap tidak perlu lagi melakukan tes COVID-19, baik antigen maupun PCR.

"Pelaku perjalanan domestik dengan transportasi udara, laut, maupun darat yang sudah melakukan vaksinasi dosis kedua atau lengkap sudah tidak perlu menunjukkan bukti tes antigen maupun PCR negatif," kata Luhut saat konferensi pers evaluasi PPKM pada Senin, 7 Maret 2022.

"Hal ini akan ditetapkan dalam Surat Edaran yang diterbitkan oleh kementerian dan lembaga terkait yang terbit dalam waktu dekat," Luhut menambahkan.

Terkait aturan tersebut, ahli epidemiologi Dicky Budiman mengatakan bahwa situasi COVID-19 di Indonesia memang sudah membaik, tapi masa kritis belum terlewati.

Maka dari itu, pelonggaran perlu dilakukan secara bertahap. Tidak dalam waktu yang mendadak, terburu-buru, dan tidak langsung berskala besar.

Pelonggaran seperti meniadakan tes COVID bagi pelaku perjalanan domestik dapat dilakukan mulai dari daerah-daerah yang sistem kesehatannya sudah kuat dan masyarakatnya sudah menerapkan protokol kesehatan dengan baik.

"Strategi komunikasi risiko kita juga harus terus dijaga jangan sampai ada anggapan masyarakat bahwa pandemi sudah selesai dan bebas. Bisa terjadi perburukan situasi karena yang meninggal akan banyak," kata Dicky kepada Health Liputan6.com melalui sambungan telepon pada Selasa, 8 Maret 2022.

"Dan, ingat, yang namanya COVID-19 ini ketika melandai bukan berarti virus hilang, virus masih ada apalagi dengan kapasitas testing dan tracing yang terbatas, ini yang berbahaya," dia melanjutkan.

Simak Video Berikut Ini

Tidak Overconfidence

Dicky menambahkan, COVID-19 masih menjadi ancaman di Indonesia lantaran fakta menunjukkan bahwa angka kematian trennya masih meningkat.

“Masih di atas 1 persen. Kemudian test positivity rate di 30 provinsi masih di atas 5 persen ditambah kapasitas testing dan tracing kita belum memadai, ini yang harus disadari sehingga tidak membuat kita abai atau overconfidence,” katanya.

Di sisi lain, COVID-19 tidak hanya bisa memberikan dampak jangka pendek tapi juga jangka panjang dengan adanya long COVID.

Dengan long COVID, penyintas dapat mengidap penyakit kardiovaskuler, penurunan fungsi otak, dan penyakit serius lainnya satu atau beberapa tahun kemudian.

“Prinsipnya, mencegah lebih baik daripada terjadi infeksi. Semua aspek pencegahan itu harus diperkuat.”

Penguatan Aspek Lain

Dicky sepakat bahwa memang betul harus ada pemulihan, tapi di sisi lain harus ada aspek yang memperkuat untuk mengecilkan risiko penularan.

Jika aturan perjalanan domestik tanpa tes memang perlu diterapkan, maka beberapa hal yang perlu dilakukan meliputi:

-Peningkatan deteksi dini di komunitas.

-Peningkatan surveilans.

-Penguatan literasi.

-Penguatan di aspek moda transportasi contohnya pengaturan ventilasi di kereta.

“Misalnya, boleh tanpa tes untuk naik kereta tertentu tapi maskernya harus HN95 untuk mengurangi risiko,” ujar Dicky.

 

Infografis Anak Indonesia Usia 6-11 Tahun Siap Terima Vaksin COVID-19

Infografis Anak Indonesia Usia 6-11 Tahun Siap Terima Vaksin Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Anak Indonesia Usia 6-11 Tahun Siap Terima Vaksin Covid-19. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya