Menkes Ungkap Kendala Layanan Kateterisasi Jantung Belum Tersedia di 34 Provinsi

Menkes Budi menargetkan layanan cath lab bisa dipenuhi di semua provinsi dan setengah dari seluruh kabupaten/kota.

oleh Liputan6.com diperbarui 08 Jul 2022, 08:00 WIB
Diterbitkan 08 Jul 2022, 08:00 WIB
Menkes Duduk Bareng Komisi IX DPR Raker Bahas Isu-Isu Kesehatan
Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengikuti rapat kerja dengan Komisi IX DPR di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (4/7/2022). Raker membahas perubahan Tarif Indonesian - Case Based Groups (INA-CBGs) dan kapitasi dalam rangka implementasi kebutuhan dasar kesehatan. (Liputa6.com/Angga Yuniar)

Liputan6.com, Jakarta Menteri Kesehatan RI Budi Gunadi Sadikin menargetkan layanan kateterisasi atau cath lab dapat terpenuhi di 207 kabupaten/kota di 34 provinsi.

Hal itu ia sampaikan pada rapat kerja pengurus pusat Asosiasi Institusi Pendidikan Kedokteran Indonesia (AIPKI) periode 2022-2025 di Surabaya, Kamis (7/7/2022).

Menurut Menkes, salah satu penyakit yang paling banyak di Indonesia adalah jantung. Namun alat medis yang dibutuhkan untuk pengobatan jantung yaitu layanan kateterisasi jantung (cath lab) hanya tersedia di 28 provinsi.

“Yang bisa melakukan layanan cath lab hanya di 28 provinsi dari 34 provinsi. Provinsi yang belum bisa melakukan layanan cath lab kateterisasi antara lain Bangka Belitung, Sulawesi Barat, Maluku, Maluku Utara, Papua, dan Papua Barat,” katanya dalam keterangan resmi Kemenkes.

Selain itu, kata Menkes, pemenuhan dokter spesialis juga perlu. “Namun yang kurang adalah dokter spesialisnya. Teman-teman AIPKI bisa bantu memenuhi SDM nya,” tutur Menkes Budi.

Posisi dokter spesialis berada di pelayanan sekunder yang menerima rujukan dari pelayanan primer.

“Layanan rujukan yang penting buat saya adalah masyarakat bisa terlayani. Penyakit yang paling banyak di kita adalah di antaranya jantung, stroke, kanker, dan ginjal,” katanya.

Pemenuhan dokter spesialis dapat dilakukan melalui desain program academic health system (AHC). Dalam AHC ada 4 level strategi yakni mahasiswa, dosen, wahana yaitu RS pendidikan, dan pengampuan prodi atau fakultas kedokteran.

Menkes Budi menjelaskan peningkatan kuota mahasiswa kedokteran dan dokter spesialis harus dilakukan. Setelah itu dari sisi dosen, harus dilakukan peningkatan jumlah dosen.

Level selanjutnya dari sisi RS pendidikan, yaitu peningkatan jumlah RS pendidikan, dan yang terakhir adalah level fakultas kedokteran, yakni dilakukan dengan peningkatan jumlah prodi atau fakultas kedokteran baru.

 

 

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

Indonesia butuh 130.000 dokter

Sebelumnya, Menkes mengatakan, Indonesia masih membutuhkan 130.000 dokter untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada 270 juta penduduk.

Angka ini dihitung berdasarkan perhitungan Organisasi Kesehatan Dunia (World Health Organization/WHO) yang menyatakan proporsi dokter 1 per 1.000 penduduk.

Dari laporan yang diterima Kementerian Kesehatan (Kemenkes), saat ini jumlah dokter di Indonesia yang mempunyai Surat Tanda Registrasi (STR) dan aktif berada di angka 140.000-an dokter. Artinya, Indonesia masih kekurangan 130.000 dokter dari kebutuhan 270.000 dokter.

"Saya pernah tanya, berapa sih jumlah dokter seluruhnya yang ada di Indonesia? Ada yang bilang 200.000, 180.000 dokter. Sulit juga ya beda-beda, saya tanya lagi, yang praktik dan punya STR berapa?" ujar Menkes, Juni silam.

"Dijawab angkanya 140.000-an dokter. Angkanya sekitar segitu ya bisa salah juga sih. Tapi itu data terakhir ya yang STR-nya aktif dan berdasarkan masukan kepala dinas di 34 provinsi. Jadi, saat in ada 140.000 dokter yang harus didistribusikan."

 

Jumlah ideal dokter

Menurut WHO, idealnya dalam 1.000 penduduk ada satu dokter. Jumlah populasi penduduk Indonesia berjumlah 270 juta, maka dibutuhkan 270.000 dokter. Jika tak segera dipenuhi standar jumlah dokter, kekurangan dokter bisa saja baru dipenuhi dalam 11 tahun.

"Kita punya 140.000 dokter, WHO bilang 270.000 dokter. Kita kurang 130.000 dokter. Dari angle manapun argumentasi kita kurang jumlah dokter. Kalau produksi dokternya 12.000-an setahun, ya baru terpenuhi 11 tahu," ucap Menkes.

"Kita harus kerja sama memenuhi 130.000 dokter ini. Harus bisa bertambah dan kita beresin semua supaya jumlah dokter mencukupi."

 

Akselerasi pendidikan kedokteran

Demi memenuhi standar minimum jumlah dokter sebanyak 270.000 dokter, Menkes menegaskan, harus ada akselerasi. Jumlah fakultas kedokteran harus ditambah dan tersebar di seluruh provinsi.

"Enggak mungkin (lulusan) dokter-dokter dari Universitas Padjajaran (Unpad) punya 100 dokter, misalnya, dikirim semua ke Papua. Paling banyak 5 persen (distribusi dokter). Kita harus bikin juga fakultas kedokteran di Papua, Maluku Utara, Sulawesi Barat," tegasnya.

Selain membuka fakultas kedokteran, Menkes Budi Gunadi juga baru mengetahui pendidikan dokter spesialis terbilang sangat susah. Pendidikan spesialis yang kurang dan sarana prasana kelengkapan rumah sakit juga kurang.

"Kalau program kedokteran kurang ya mesti dibuka. Saya lihat kurang sekali penyebaran program studi spesialis di Indonesia. Masih terjadi ketidakseimbangan program studi di seluruh Indoneisa. Fakultas kedokteran harus diperbanyak, kolegium juga diperbanyak," pungkasnya.

Infografis PPKM Darurat Jawa Bali 3-20 Juli 2021. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis PPKM Darurat Jawa Bali 3-20 Juli 2021. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya