Liputan6.com, Jakarta - Masyarakat dunia baru saja merayakan Hari Tuberkulosis Sedunia pada 24 Maret lalu. Sejak ditemukan pertama kali tahun 1882, Tuberkulosis (TB) memang masih menjadi penyakit yang tak usai-usainya bertambah.
Anggota Kelompok Kerja Infeksi Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI), dr Tutik Kusmiati, SpP(K) bahkan menyebut penularan tersebut layaknya lingkaran setan yang terus berputar. Pasalnya, pasien TB aktif bisa berkembang menjadi TB positif dan menjadi sumber penularan baru jika tak disembuhkan.
Baca Juga
"Dari mereka yang TBC aktif ini akan berkembang menjadi sakit TB dan ini menjadi sumber penularan baru, dan akan terjadi siklus yang sama seperti tadi. Seperti lingkaran setan," kata Tutik dalam konferensi pers PDPI bertajuk Hari Tuberkulosis Sedunia secara daring ditulis Minggu, (26/3/2023).
Advertisement
Penyebaran TB Dapat dengan Mudah dan Cepat Terjadi
Tutik menjelaskan, penyebaran TB terjadi dengan cepat karena memang infeksinya dapat dengan mudah terjadi. Menurut Global Tuberculosis Report 2022, Indonesia sendiri menempati peringkat kedua sebagai penyumbang kasus TB tertinggi di dunia.
"Penyebarannya sangat-sangat mudah. Pasien BTA yang positif bisa menginfeksi sepuluh sampai 15 orang sekitarnya," kata Tutik.
"Diantara mereka, 5-10 persen akan berkembang menjadi TB yang aktif. Kemudian 90-95 persennya akan berkembang menjadi TB Laten, hanya terinfeksi tapi tidak sakit atau belum sakit," tambahnya.
Kemungkinan TB untuk berkembang dari laten menjadi aktif sendiri bergantung pada imunitas masing-masing orang. Itulah mengapa pasien TBC sangat diimbau untuk mengobatinya agar tak terus menularkan.
Perbedaan TB Laten dan TB Aktif, Apa Saja Ya?
Tutik pun memberi penjelasan soal perbedaan TB laten dan TB aktif yang banyak ditemui. Menurut Tutik, perbedaan paling jelas diantara keduanya tentu ada pada gejala, dimana pada TB laten pasien tidak mengalami gejala.
"Kalau kita lihat, TBC laten itu tidak ada gejala. Jadi seperti orang sehat. Berbeda dengan TBC aktif yang ada gejala seperti batuk, demam, dan lain-lain. Tapi pada TBC laten dan aktif sama-sama menunjukkan uji tuberkulin atau IGRA positif," ujar Tutik.
Tutik menambahkan, perbedaan lainnya dapat terlihat melalui foto toraks yang dihasilkan. Pada pasien TBC laten, foto toraks akan terlihat normal. Sedangkan, pada pasien TBC aktif, foto toraks nampak abnormal.
Namun, ada kondisi lain yang dapat menyebabkan foto toraks pasien TBC aktif normal. Kondisi itu terjadi pada orang yang memiliki imunokompromais atau TBC ekstra paru. Selain itu, perbedaannya turut terlihat dalam pemeriksaan mikrobiologi.
"Untuk TB laten jika diperiksa dahaknya, dia akan menunjukkan hasil dahak yang negatif. Pada pasien yang aktif TB akan menunjukkan hasil yang positif. Mungkin ada beberapa yang negatif (pada pasien TB aktif) jika kumannya tidak terlalu banyak," kata Tutik.
Advertisement
TB Laten Tidak Dapat Menularkan pada Orang Lain
Lebih lanjut Tutik mengungkapkan bahwa perbedaan signifikan lainnya terlihat pada risiko penularan. Pada TBC laten, pasien tidak bisa menularkan penyakitnya kepada orang lain. Namun, pada TBC aktif, penularan dapat terjadi.
"Hal yang penting lagi pada TB laten, ini bukan merupakan kasus yang menularkan. Jadi dia tidak bisa menularkan ke orang lain. Berbeda dengan TB aktif, ini bisa menularkan ke orang lain," ujar Tutik.
"TB laten perlu diberikan terapi pencegahan supaya tidak terjadi TB aktif. Sedangkan untuk TB aktif, harus diberikan obat untuk mengobati TB sesuai standar," tambahnya.
Dalam kesempatan yang sama, Tutik menjelaskan apa yang menjadi tantangan dalam mengobati pasien TBC adalah kebanyakan pasien lebih nurut pada mantan pasien, ketimbang dokter yang merawatnya.
"Tantangan yang besar buat kita. Ini menunjukkan bahwa dokter perawat tidak bisa berdiri sendiri. Jadi butuh dukungan dari masyarakat, dan yang paling penting dari pengalaman saya, pengalaman kami semua, peran dari mantan pasien itu sangat penting," ujar Tutik.
Tantangan Mengobati Pasien TB di RI
Tutik mengungkapkan bahwa yang kerap menjadi tantangan dalam mengobati pasien TBC sendiri adalah penanganannya tidak bisa hanya mengandalkan dokter dan perawat. Artinya, dibutuhkan dukungan dari pihak lagi termasuk mantan pasien.
"Tantangan yang besar buat kita. Ini menunjukkan bahwa dokter perawat tidak bisa berdiri sendiri. Jadi butuh dukungan dari masyarakat, dan yang paling penting dari pengalaman saya, pengalaman kami semua, peran dari mantan pasien itu sangat penting," kata Tutik.
Tutik menjelaskan, banyak pasien TBC yang justru lebih nurut ketika diberitahu oleh mantan pasien ketimbang dokter atau perawat. Pasalnya, mereka menilai mantan pasien sudah pernah mengalami lebih dulu sehingga bisa jadi lebih akurat.
"Jadi banyak mereka yang nurut kalau dibilangin sama mantan pasien, dibandingkan sama dokternya. Mereka percaya kalau mantan pasien yang bilang, karena mantan pasien pernah mengalami," ujar Tutik.
Advertisement