3 Hal Terkait Buang Hajat yang Bisa Batalkan Puasa Ramadhan

Saat menjalankan puasa Ramadhan, kebutuhan untuk buang air atau buang hajat tetap jalan. Namun, hal ini perlu dilakukan secara hati-hati lantaran ada tiga hal terkait buang hajat yang bisa batalkan puasa.

oleh Ade Nasihudin Al Ansori diperbarui 08 Apr 2023, 10:00 WIB
Diterbitkan 08 Apr 2023, 10:00 WIB
Ilustrasi toilet
3 Hal Terkait Buang Hajat yang Bisa Batalkan Puasa Ramadhan. Ilustrasi toilet. Sumber foto: unsplash.com/Giorgio Trovato.

Liputan6.com, Jakarta Saat menjalankan puasa Ramadhan, kebutuhan untuk buang air atau buang hajat tetap jalan. Namun, hal ini perlu dilakukan secara hati-hati lantaran ada tiga hal terkait buang hajat yang bisa batalkan puasa.

Ini terkait dengan masuknya benda ke dalam bagian yang disebut jauf (rongga dalam/lubang tubuh) yang dilakukan dengan sengaja, oleh orang yang mengetahui hukumnya, dan tidak terpaksa.   

Tiga kasus yang oleh ulama dianjurkan untuk berhati-hati yakni ketika istinja (cebok) bagi perempuan, istinja selepas buang air besar (BAB), dan cara BAB.

Istinja Perempuan

Perempuan dianjurkan untuk berhati-hati dikala istinja atau cebok selepas buang air kecil. Sebab, jika tidak berhati-hati maka puasanya bisa batal lantaran jarinya sampai melewati bagian vagina yang tampak saat jongkok.

Berikut penjelasan Syekh Zainuddin Al-Malibari terkait hal tersebut:   

ووصول أصبع المستنجية إلى وراء ما يظهر من فرجها عند جلوسها على قدميها: مفطر

Artinya: "Dan sampainya jari wanita dikala istinja' hingga melewati bagian vagina yang tampak saat jongkok adalah membatalkan puasanya." 

Tokoh Islam lain, Syekh Bakri Syatha menjelaskan, yang dimaksud dengan bagian vagina yang tampak saat jongkok adalah bagian yang tidak wajib dibasuh saat istinja'. (Bakri Syatha, I'anatut Thalibin, [Bairut, Darul Fikr: tt], juz II, halaman 258).   

Istinja Usai BAB

Istinja usai BAB dalam kasus ini sama persis dengan penjelasan di atas, di mana seseorang yang cebok dari buang air besar untuk berhati-hati jangan sampai ujung jarinya masuk ke dalam dubur (anus). Berikut penjelasannya Syekh Nawawi Banten:

 وَيَنْبَغِي الِاحْتِرَاز حَالَة الِاسْتِنْجَاء لِأَنَّهُ مَتى أَدخل من أُصْبُعه أدنى شَيْء فِي دبره أفطر   

Artinya: "Seyogyanya untuk menjadi perhatian di kala istinja karena bilamana seseorang memasukkan jarinya ke dalam batas minimumnya dubur dapat membatalkan puasanya." 

Syekh Nawawi menyebutkan batasan memasukkan sesuatu yang dapat membatalkan puasa ialah sampainya sesuatu yang masuk pada bagian yang tidak wajib dibasuh saat istinja. Berbeda dengan anggota yang wajib dibasuh, maka tidak membatalkan. Misalnya seseorang memasukkan jarinya untuk membasuh lipatan-lipatan pada dubur. (Muhammad Nawawi Al-Jawi, Nihazatuz Zain, [Beirut, Darul Fikr], halaman 187-187).   

Cara BAB yang Membatalkan Puasa

Cara BAB yang membatalkan puasa adalah memotong tinja. Yakni saat tinja keluar dan belum terpisah seluruhnya kemudian dipaksa berhenti yang berakibat sebagian tinja yang semula sudah di luar masuk kembali.

Berikut penjelasan Al-Bujairimi dalam kitabnya Hasyiyatul Bujairami ’alal Khatib:  

 وَمِثْلُهُ غَائِطٌ خَرَجَ مِنْهُ وَلَمْ يَنْفَصِلْ ثُمَّ ضَمَّ دُبُرَهُ وَدَخَلَ شَيْءٌ مِنْهُ إلَى دَاخِلِ دُبُرِهِ حَيْثُ تَحَقَّقَ دُخُولُ شَيْءٍ مِنْهُ بَعْدَ بُرُوزِهِ؛ لِأَنَّهُ خَرَجَ مِنْ مَعِدَتِهِ مَعَ عَدَمِ حَاجَةٍ إلَى ضَمِّ دُبُرِهِ  

Artinya: "Dan semisal masuknya seujung jari adalah tinja yang keluar namun belum terpisah seluruhnya, kemudian ia merapatkan duburnya (memutus tinja yang keluar) dan ada bagian dari tinjanya yang kembali masuk duburnya sekiranya nyata-nyata masuknya sebagian tinja tersebut setelah tampak keluar. Hal ini karena tinja keluar dari lambung bersamaan tidak adanya kebutuhan untuk merapatkan duburnya (memutus tinja yang keluar)." (Sulaiman bin Muhammad bin Umar Al-Bujarirami, Hasyiyatul Bujairami ’alal Khatib, [Beirut, Darul Fikr: tt] ,juz II, halaman 380).   

“Sederhananya, memotong tinja yang telah keluar tapi belum sempurna itu dapat membatalkan puasa sebab hal tersebut sama artinya dengan masuknya sesuatu kedalam rongga dalam (jauf),” kata Pengajar Ma'had Aly Al-Iman Bulus, Purworejo Ustaz Muhammad Hanif Rahman mengutip NU Online Sabtu (8/4/2023).

BAB di Malam Hari Lebih Aman

Berdasarkan penjelasan di atas maka ada baiknya untuk menjadwalkan buang air besarnya di malam hari, cara ini dipilih untuk kehati-hatian semata.

Tentu jika hal ini tidak menimbulkan mudharat atau membahayakan sebagaimana disebutkan dalam kitab Fathul Mu'in:  

 قال ولده: وقول القاضي: الاحتياط أن يتغوط بالليل: مراده أن إيقاعه فيه خير منه في النهار لئلا يصل شيء إلى جوف مسربته لا أنه يؤمر بتأخيره إلى الليل لان أحدا لا يؤمر بمضرة في بدنه  

Artinya, "Putera As-Subki berkata: Ucapan Al-Qadhi: ‘Untuk hati-hatinya hendaklah buang air besar di malam hari’, maksudnya yaitu melakukannya di malam hari adalah lebih baik daripada di waktu siang, agar tiada sesuatupun yang masuk ke dalam jauf masrabahnya, bukan berarti diperintahkan agar menundanya hingga malam hari. Sebab seseorang tidak diperintah untuk melakukan sesuatu yang membahayakan dirinya sendiri." (Zainuddin Ahmad bin Abdul Aziz Al-Malibari, Fathul Mu'in ,[Beirut, Darul Hazm], halaman 265).

infografis journal
infografis Kebiasaan Saat Puasa Ramadan di Indonesia. (Liputan6.com/Abdillah).
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya