Liputan6.com, Jakarta Ada pendapat bahwa kejadian antraks di Gunungkidul, DI Yogyakarta seharusnya sudah bisa dinyatakan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB). Pendapat ini disampaikan Dinas Kesehatan Gunungkidul pada Rabu (5/7/2023).
Menyikapi soal pendapat antraks dapat dinyatakan KLB, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) RI Imran Pambudi turut angkat bicara. Menurutnya, penetapan KLB Antraks sudah bisa dilakukan oleh pemerintah daerah setempat.
Baca Juga
Hal ini melihat adanya kasus kematian akibat antraks di Kecamatan Semanu. Sementara puluhan warga lain positif antraks.
Advertisement
Meski begitu, penetapan antraks sebagai KLB tergantung keputusan pemerintah daerah setempat.
"Secara definisi, sebenernya bisa disampaikan ya (KLB) karena ada kematian. Tapi ini tergantung kewenangan daerahnya sendiri untuk bisa menyatakan KLB atau bukan. Ya, sudah memenuhi sebagian besar kriteria (untuk KLB)," jelas Imran menjawab pertanyaan Health Liputan6.com saat Konferensi Pers Perkembangan Situasi Antraks di Indonesia pada Kamis, 6 Juli 2023.
Kasus Meninggal karena Antraks
Seperti diketahui, Kemenkes melaporkan tiga kasus meninggal karena antraks di Gunungkidul dan 93 lainnya positif. Ketiga kasus meninggal ini sama-sama berdomisili di Kecamatan Semanu.
Sementara data Pemerintah Kabupaten Gunungkidul menunjukkan perbedaan. Dinas kesehatan setempat memastikan jumlah warga yang meninggal karena paparan penyakit antraks hanya satu orang saja, bukan tiga orang sebagaimana laporan Kemenkes.
Pasien positif antraks merupakan warga Jati, Candirejo, Semanu, Gunungkidul meninggal pada 4 Juni 2023.
Gunungkidul Sudah 5 Tahun Berturut-turut Kejadian Antraks
Direktur Kesehatan Hewan (Dirkeswan) Kementerian Pertanian Nuryani Zaenuddin menyebut, bahwa Gunungkidul menjadi daerah endemis antraks. Kasusnya sudah ada selama lima tahun berturut-turut.
"Gunungkidul ini memang endemis antraks, ketika endemis tidak dilakukan secara baik, baik di tanah, lingkungan, maupun masyarakat, maka ini akan terus berlanjut kasusnya," terang dia.
Adapun kasus di Gunungkidul, antara lain:
- Mei 2019: Menyebar di Dukuh Grogol, Desa Bejiharjo, Kepanewon, Kecamatan Karangmojo
- Desember 2019: Kepanewon Ponjong
- Januari 2020: Kepanewon Ponjong
- Januari 2022: Gedangsari
- Januari 2023: Semanu
Advertisement
Tunggu Keputusan dari Pemkab Gunungkidul
Kepala Dinas Kesehatan (Dinkes) DI Yogyakarta, Pembajun Setyaningastutie mengatakan, untuk pernyataan Kejadian Luar Biasa (KLB) pada antraks menunggu keputusan dari Pemerintah Kabupaten Gunungkidul.
"Ya seharusnya KLB, tapi kami menunggu Gunungkidul. Kalau Gunungkidul tidak menyatakan KLB, ya kami enggak bisa Gubernur yang menyatakan KLB,” katanya dalam keterangan, Rabu (5/7/2023).
Berdasarkan Pasal 7 Peraturan Menteri Kesehatan No.1501/MENKES/PER/X/2010 tentang Jenis Penyakit Menular Tertentu yang dapat Menimbulkan Wabah dan Upaya Penanggulangan diatur bahwa Kepala Dinkes Kabupaten/Kota, Kepala Dinkes Provinsi atau Menteri dapat menetapkan daerah dalam keadaan KLB, apabila suatu daerah memenuhi salah satu kriteria keadaan KLB.
Penyakit antraks berdasarkan aturan juga merupakan salah satu jenis penyakit menular yang dapat menimbulkan wabah. Dalam Pasal 8 aturan diatur pula, apabila Dinkes Kabupaten/Kota tidak menetapkan suatu daerah di wilayahnya dalam keadaan KLB, maka Kepala Dinkes Provinsi dapat menetapkan daerah tersebut dalam keadaan KLB.
Meski begitu, menurut Pembajun penetapan tersebut harus berjenjang. Ia mengaku sudah menyampaikan kepada Dinkes Kabupaten Gunungkidul untuk menetapkan status KLB terhadap penyakit antraks yang terjadi sejak awal Juni 2023.
Upaya Lokalisasi Antraks di Semanu
Pemerintah Kabupaten Gunungkidul masih belum menetapkan status Kejadian Luar Biasa (KLB) antraks.
Kepala Balai Besar Veteriner Wates, Hendra Wibawa pada Kamis (6/7/2023) menyatakan, pihaknya saat ini masih berupaya melakukan lokalisasi kasus antraks di Dusun Jati, Candirejo, Semanu, Gunungkidul.
"Sementara belum ya (KLB), karena bisa dilokalisasi di Jati dulu. Pasca ini hasil teman-teman survei ke lapangan langkah-langkah itu nanti kita selanjutnya seperti apa," ujarnya.
Pihaknya akan melakukan pemetaan terlebih dahulu mengenai lokalisasi ini, apakah levelnya akan diperluas ke level kelurahan.
Selain itu, mereka juga akan memastikan bahwa kasus antraks tidak menyebar di pasar hewan dengan mensetop lalu lintas ternak, terlebih lagi penularan spora bakteri antraks ini cukup masif melalui luka dan konsumsi daging.
"Kita akan petakan, apakah levelnya kita akan lebarkan di level kalurahan atau apa itu nanti kita lihat dulu. Tapi untuk KLB sementara ini kita akan diskusikan dulu," lanjut Hendra.
Advertisement