Liputan6.com, Jakarta Ibadah haji merupakan salah satu rukun Islam kelima yang wajib dilaksanakan oleh umat Muslim yang mampu secara fisik dan finansial. Dalam pelaksanaannya, terdapat berbagai istilah yang sering kali membingungkan bagi jamaah yang baru pertama kali menjalankan ibadah ini.
Baca Juga
Advertisement
Ibadah haji adalah ibadah yang memiliki serangkaian ritual yang harus dipahami oleh setiap jamaah. Memahami istilah-istilah tersebut sangat penting untuk memastikan rangkaian ibadah berjalan dengan benar sesuai tuntunan syariat. Istilah tersebut mulai dari ihram, tawaf, hingga mabit.
Berikut Liputan6.com ulas mengenai istilah-istilah dalam ibadah haji yang telah dirangkum dari berbagai sumber, Minggu (19/5/2024).
1. Ihram
Kata ihram berasal dari kata al-haraam yang berarti apa-apa yang dilarang. Kata ihram adalah bentuk mashdar dari fi’il madhi dan mudhari’-nya: ahrama–yuhrimu-ihraman yang berarti: terlarang atau tercegah.
Sementara secara istilah, ihram adalah berniat memasuki atau menunaikan haji atau umrah dan memasuki wilayah yang di dalamnya berlaku keharaman tertentu diantaranya dilarang berkata dan melakukan hal-hal tertentu, seperti jima’, menikah, berkata kotor, dan lain-sebagainya. Tidak sah seseorang yang ber-ihram kecuali disertai niat. Sebab, Ihram juga berarti berniat untuk memulai melakukan ibadah haji atau umrah.
2. Miqat
Secara harfiah berarti batas atau garis antara boleh dan tidak, atau perintah mulai dan berhenti, yaitu kapan mulai melafadzkan niat untuk berihram. Miiqaat dibagi menjadi dua bagian yakni; Miqat Zamaani dan Miiqaat Makaani.
Miqat Zamani adalah beberapa bulan yang telah ditentukan di mana tidak boleh berihram untuk haji kecuali dalam bulan-bulan tersebut. Bulan-bulan haji itu adalah: Syawal, Dzulqaidah dan Dzulhijjah.
Miqat Makaani adalah tempat-tempat yang telah ditentukan untuk berihram (haji atau umrah). Nama-nama Miqat Makaani yakni : Madinah: Bir ‘Ali (Huzdalifah), Suria: Al Juhfa, Najed: Qarn al Manaazil, Iraq: Dzatu ‘Irq dan Yaman: Yalamlam
3. Sa’i
Sa’i berasal dari kata sa’aa, yas’aa (berjalan, bergegas) atau As-Sa’yu dapat diartikan sebagai masya artinya berjalan. Juga diartikan sebagai qasahada yang artinya menuju ke suatu arah; atau ‘amila yang berarti melakukan sesuatu.
Sa’i menurut istilah adalah menempuh jarak yang terbentang antara Shafa dan Marwah sebanyak tujuh kali pulang pergi setelah melaksanakan ibadah thawaf, dalam rangka manasik haji atau umrah. Yaitu berjalan agak cepat sebanyak 7 kali pulang pergi dari bukit Shafa ke bukit Marwah dan berakhir di Marwah. Jarak antara bukit Shafa dan Marwah sekitar 400 meter atau total jarak sa’i sekitar 2,8 kilometer.
4. Shafa
Bukit Shafaa adalah bagian dari Syi’ar-syi’ar Allah, sebagai tempat awal memulai sa’i. Shafa adalah tempat tinggi di dekat pintu Masjidil haram (bab al-Shafa) yang merupakan hidung/ujung (anf), atau bagian dari jabal Abi Qubais.
Advertisement
5. Marwah
Bukit yang termasuk dalam mas’a (tempat sa’i). Marwah berarti batu besar yang keras atau batu karang. Menurut Imam Nawawi, Marwah, adalah ujung dari gunung Qu’aiqu’aan. Posisinya rendah sekali. Yaqut al-Hamawi, pengarang Mu’jam al-Buldan, menyebutnya sebagai akamah lathifah (bukit kecil).
6. Mas’aa
Kata mas’aa adalah isim makan (tempat) yang berarti; tempat untuk sa’i, yaitu jalur dari Shafâ dan Marwah. Mas’aa yang saat ini telah diperlebar menimbulkan keraguan, apakah sah sa’i seseorang bila melewati area yang merupakan perlebaran (Jalur dari Shafa ke Marwah)?
7. Mabit
Berasal dari kata baata seperti dalam jumlah/kalimat, berarti: bermalam. Sedangkan kata al-mabit yang berarti tempat menetap atau menginap di malam hari, bermalam. Setelah matahari tenggelam (ketika masuk maghrib) pada hari Arafah (9 Dzulhijjah), jama’ah haji meninggalkan Arafah menuju Muzdalifah untuk Mabit (berhenti, istirahat, dan shalat Maghrib dan Isya’ secara jama takhir), sampai melewati tengah malam 10 Dzulhijjah.
8. Wuquf
Wuquf berasal dari kata waqafa-yaqufu-wuquufan yang berarti: berhenti atau berdiam diri. Menurut istilah: adalah hadir dan berada di daerah mana saja di Arafah, walaupun dalam keadaan tidur, sadar, berkendaraan, duduk, berbaring atau berjalan, baik pula dalam keadaan suci atau tidak suci (seperti haidh, nifas atau junub).
Wuquf di Arafah adalah rukun haji yang paling penting. Siapa yang tidak wuquf di Arafah, hajinya tidak sah. Lamanya waktu Wuquf, menurut Ijma’ (kesepakatan Ulama), wuquf dihukumi sah bagi setiap orang yang berada di Arafah meskipun sebentar dalam rentang waktu mulai dari tergelincirnya matahari (zawal syamsi) pada hari Arafah sampai terbit fajar di hari raya qurban.
9. Thawaf
Menurut bahasa kata thawaf yang berarti: berputar mengelilingi sesuatu. Dalam hal ini, (seseorang) berputar mengelilingi Ka’bah. Menurut istilah, thawaf adalah berputar mengelilingi Ka’bah 7 kali putaran untuk menghormati Baitullah Al Haram dan menaati perintah Allah, sebagaimana firman-Nya “Dan hendaklah kalian thawaf di Baitul ‘atiq” (QS.22:29). Di mana setiap putarannya dimulai dari Hajar Aswad atau yang sejajar dengannya dan Ka’bah berada di sebelah kiri serta berakhir di Hajar Aswad (atau yang sejajar dengannya).
10. Jumrah
Dalam bahasa Arab, jumrah ialah batu kerikil kecil. Bentuk jamaknya Jamarat. Secara istilah berarti: Melempar atau melontar dengan batu kerikil (yang diambil ketika mabit) ke sasaran tempat jumrah (marma) yang berjumlah tiga macam: al-jumrat al-shughra atau al-jumrah al-ulaa atau jumrah kecil/pertama, al-jumrat al-wustha atau jumrah pertengahan/kedua, dan al jumrah al-‘aqabah atau jumrah aqabah. Hukum melempar Jumrah Aqabah dan melempar Jumrah pada hari-hari Tasyriq adalah Wajib. Bila tidak dikerjakan maka wajib membayar Dam.
11. Tahallul
Terlepas atau terbebasnya seseorang dari halangan dan larangan selama ihram, seperti melakukan jima’ antara suami-istri, memakai wewangian, melakukan pinangan atau pernikahan, dan lainnya yang selama ihram dilarang. Para Ulama sepakat bahwa dalam pelaksanaan ibadah haji ada dua tahallul: Tahalul Kecil (asghar) yaitu tahalul pertama (awal), Tahallul besar (akbar) yaitu tahallul kedua (tsani)
12. Badal
istilah "badal" mengacu pada praktik melaksanakan ibadah haji atas nama orang lain yang tidak mampu melakukannya sendiri. Orang yang melakukan badal disebut sebagai "badal haji" atau "wakil haji," sementara orang yang diwakilkan disebut sebagai "muhajjaj." Biasanya, badal haji dilakukan untuk seseorang yang sudah meninggal atau yang memiliki kondisi fisik atau kesehatan yang tidak memungkinkan untuk melakukan haji secara langsung.
Advertisement
13. Idhtiba'
Idhtiba' adalah salah satu sunnah dalam ibadah haji dan umrah yang dilakukan oleh laki-laki saat mereka mengenakan kain ihram. Istilah ini merujuk pada cara khusus memakai kain ihram bagian atas, yaitu dengan meletakkan kedua ujung ihram di atas pundak kiri dan bagian tengah di bawah ketiak kanan. Praktik ini dilakukan saat melakukan tawaf, yaitu mengelilingi Ka'bah sebanyak tujuh kali.
14. Raudhah
Satu di antara tempat yang mustajab untuk berdoa di Masjid Nabawi. Terletak di antara mimbar dan rumah Rasulullah saw. dengan luas sekitar 22 meter (timur ke barat) kali 15 meter (utara ke selatan). Lokasi ini diberi tanda batas dengan empat pilar tiang berwarna putih dan berkarpet hijau.
Karena keutamaannya, Raudhah menjadi salah satu tempat yang sangat padat dikunjungi oleh para jamaah, terutama selama musim haji dan umrah. Jamaah yang berkesempatan berdoa di Raudhah percaya bahwa doa-doa mereka akan lebih mudah diijabah oleh Allah SWT.
15. Dam
Menurut istilah, dam adalah mengalirkan darah (menyembelih ternak kambing, unta, atau sapi) dalam rangka memenuhi ketentuan manasik. Dam ini biasanya berupa penyembelihan hewan kurban, seperti kambing atau domba, yang dagingnya kemudian dibagikan kepada fakir miskin di tanah suci.
Ada beberapa situasi yang mengharuskan seorang jamaah membayar dam. Salah satunya adalah ketika jamaah melakukan tamattu' atau qiran, yaitu jenis haji di mana jamaah melaksanakan umrah terlebih dahulu sebelum menunaikan haji. Selain itu, dam juga wajib dibayar jika terjadi pelanggaran aturan dalam ihram, seperti mencukur rambut, memotong kuku, atau menggunakan wangi-wangian, atau jika jamaah melewatkan salah satu dari wajib haji seperti tidak bermalam di Muzdalifah atau Mina.
16. Nafar
Nafar adalah keberangkatan jemaah haji meninggalkan Mina pada hari tasyrik. Nafar terbagi menjadi dua jenis, yaitu "nafar awal" dan "nafar tsani," yang masing-masing memiliki aturan dan waktu pelaksanaan yang berbeda.
Nafar awal dilakukan pada tanggal 12 Dzulhijjah, setelah jamaah haji melakukan lontar jumrah di hari Tasyrik pertama dan kedua. Jamaah yang memilih nafar awal meninggalkan Mina pada hari tersebut sebelum matahari terbenam dan kembali ke Mekah.
Nafar tsani, di sisi lain, dilakukan pada tanggal 13 Dzulhijjah. Jamaah yang memilih nafar tsani tetap tinggal di Mina untuk melakukan lontar jumrah pada hari Tasyrik ketiga. Setelah menyelesaikan lontar pada hari terakhir, mereka kemudian meninggalkan Mina menuju Mekah.