Songsong Haji 2024, Menag Bicara Penambahan Petugas hingga Syarat Istitha'ah Kesehatan

Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama (Kemenag) segera bersiap untuk menyongsong penyelenggaraan haji 1445 H/2024 M.

oleh Nafiysul Qodar diperbarui 07 Jul 2023, 16:55 WIB
Diterbitkan 07 Jul 2023, 16:53 WIB
Menag RI Yaqut Cholil Qoumas mengumumkan bahwa Indonesia kembali mendapat kuota haji 221.000 jemaah pada 2024 nanti.
Menag RI Yaqut Cholil Qoumas mengumumkan bahwa Indonesia kembali mendapat kuota haji 221.000 jemaah pada 2024 nanti. (FOTO: MCH PPIH ARAB SAUDI 2023)

Liputan6.com, Jakarta - Pemerintah Indonesia melalui Kementerian Agama (Kemenag) segera bersiap untuk menyongsong penyelenggaraan haji 1445 H/2024 M. Hal ini seiring dengan penyelenggaraan ibadah haji 1444 H/2023 M yang sudah sampai fase akhir, yakni pemulangan jemaah haji ke Tanah Air.

Pasalnya, pemerintah Arab Saudi sudah menetapkan kuota haji Indonesia tahun depan sebanyak 221.000 jemaah. Bersamaan itu telah diumumkan tahapan persiapan, mulai 16 September 2023. Sementara untuk proses pemvisaan akan berakhir pada 29 April 2024 atau sekitar 10 hari sebelum mulai dibukanya fase keberangkatan jemaah haji ke Arab Saudi.

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas menegaskan, pihaknya akan mempercepat persiapan haji 2024. Menurutnya, percepatan yang dilakukan Saudi harus segera direspons. Apalagi masa berakhir pemvisaan jemaah haji tahun depan jauh lebih awal ketimbang tahun ini.

"Kalau kita bandingkan dengan haji tahun ini, dua hari sebelum closing date itu kita masih bisa melakukan pemvisaan. Nah tahun depan, hampir dua bulan sebelum closing date sudah tidak ada lagi proses pemvisaan. Artinya dia akan berjalan lebih cepat prosesnya," ujarnya di Bandara Internasional King Abdul Aziz, Jeddah, Kamis (6/7/2023).

"Kita sudah diskusikan terkait dengan hambatan, risiko, dan peluang-peluang yang mungkin kita bisa dapatkan dengan percepatan ini," sambung Menag yang akrab disapa Gus Men ini.

Menurutnya, proses percepatan akan diawali dengan penyelesaian laporan keuangan penyelenggaraan ibadah haji tahun 1444 H. Selama ini, masa penyusunan laporan adalah 60 hari, terhitung sejak berakhirnya operasional haji.

"Saya minta maksimal satu bulan harus sudah selesai. Jadi tidak usah tunggu sampai dua bulan. Satu bulan selesai laporan keuangan, kita laporkan ke DPR agar bisa mulai membahas haji tahun depan," tegas Menag.

 

Pembahasan Haji dengan DPR

Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas. (FOTO: MCH PPIH ARAB SAUDI 2023)
Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Qoumas. (FOTO: MCH PPIH ARAB SAUDI 2023)

Pembahasan dengan DPR perlu segera dilakukan, karena ada satu hambatan yang harus dipahami oleh semua pihak. Hambatan itu adalah perbedaan mendasar dalam hitungan kalender.

Pemerintah Arab Saudi menggunakan kalender Hijriyah, sementara Indonesia menggunakan kalender Masehi. Sehingga siklus keuangannya juga berbeda.

"Nah ini yang menurut saya akan menjadi tantangan serius, bagaimana siklus keuangan ini yang kita punya harus menyesuaikan kalender Hijriyah yang digunakan di sini. Artinya, pembahasan-pembahasan terkait dengan pelaksanaan ibadah haji, harus dimulai sedini mungkin," ucap Gus Men.

Pembahasan dengan Komisi VIII DPR diharapkan juga akan mempercepat kesepakatan tentang Biaya Penyelenggaraan Ibadah Haji (BPIH) 1445 H/2024 M. Hal ini mungkin segera dilakukan karena kepastian kuota sudah ada. Jika sudah ada ketetapan BPIH, maka tahap pelunasan bisa segera dibuka dan penyiapan dokumen juga bisa segera dilakukan.

"Kementerian Agama sedang merencanakan penggunaan Artificial Intelligence (AI) dalam pelayanan haji 2024, khususnya dalam proses verifikasi dokumen. Sehingga, prosesnya lebih cepat," sebut Menag.

Tambah Petugas Haji

Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 1444 H/2023 M saat melakukan sweeping ke sejumlah tenda maktab di Mina.
Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi 1444 H/2023 M saat melakukan sweeping ke sejumlah tenda maktab di Mina. (Liputan6.com/Nafiysul Qodar)

Persiapan lainnya berkenaan dengan penambahan jumlah petugas. Gus Men mengaku sudah berbicara dengan Menteri Haji dan Umrah Arab Saudi, Taufiq F Al Rabiah terkait penambahan petugas. Menurutnya, penambahan ini penting karena proporsi antara petugas dan jemaah masih tidak seimbang.

"Karena klo kita hitung probabilitasnya 1 banding 50, satu petugas dibanding 50 jemaah tentu sulit. Padahal kita tahu petugas tersebar di mana-mana, ada yang di bandara, ada di Makkah, ada di Madinah, jadi tentu itu sangat berat," ucapnya.

Dengan komparasi yang tidak seimbang, maka beban kerja petugas juga sangat berat. Akibatnya, banyak petugas yang mengerjakan hal-hal di luar tanggung jawabnya. Kondisi ini semakin berat seiring banyaknya jemaah lanjut usia yang membutuhkan bantuan.

"Misalnya, saya lihat beberapa teman-teman media di Mina harus menggendong jemaah. Saya kira ini masih kita negosiasikan agar ke depan petugas itu diberikan tidak berdasarkan proporsi, tapi berdasarkan pada kebutuhan," kata Gus Men.

"Misalnya kebutuhan di Armuzna (Arafah, Muzdalifah, Mina) itu akan berbeda dengan kebutuhan di luar Armuzna. Nanti ke depan kita akan ikhtiarkan, bicarakan dengan pemerintah Arab Saudi bagaimana petugas di Armuzna ya dia hanya bertugas di saat itu saja. Setelah Armuzna, dia bisa kembali ke Tanah Air," sambungnya.

Istitha'ah Kesehatan

Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi memfasilitasi ratusan jemaah yang sakit untuk melakukan safari wukuf di Arafah.
Petugas Penyelenggara Ibadah Haji (PPIH) Arab Saudi memfasilitasi ratusan jemaah yang sakit untuk melakukan safari wukuf di Arafah. (FOTO: MCH PPIH ARAB SAUDI 2023)

Sementara terkait pendamping lansia, Menag mengatakan kebijakannya kemungkinan masih akan sama. Tahun depan, tidak ada kuota pendamping lansia. Sebab, hal itu akan mengganggu sistem antrean dan merugikan jemaah lainnya. Apalagi jumlah lansia tidak sedikit.

"Kalau pendamping kita masukkan, antreannya pasti yang seharusnya berangkat dia akan tergeser karena diambil kuotanya oleh pendamping ini. Tentu kita tidak ingin itu terjadi. Kita inginnya supaya jemaah ini bisa berangkat beribadah dengan cara-cara yang berkeadilan. Adil dalam terjemahan kami ya seperti itu," ucap Menag.

Pria yang akrab disapa Gus Yaqut ini juga menilai bahwa tidak semua lansia tidak istitha’ah. Ada banyak jemaah berusia di atas 90 tahun yang masih segar bugar. Artinya, ukuran kriterianya bukan lansia tapi istitha'ah kesehatan. Hal ini juga akan didiskusikan dengan Komisi VIII DPR.

"Kemarin waktu bertemu DPR sebelum puncak haji, sudah saya sampaikan, bagaimana kalau kita berusaha mengubah peraturan agar istita’ah kesehatan ini dijadikan syarat. Sekarang ini kan prosesnya terbalik, kita lunas dulu baru cek kesehatan. Sehingga mau tidak mau kalau sudah lunas harus diberangkatkan," paparnya.

"Kita ingin ke depan mudah-mudahan ini bisa kita buat aturannya, istitha’ah kesehatan dulu. Kalau sudah memenuhi istitha’ah kesehatan, baru kemudian melakukan pelunasan. Meskipun ini tentu juga ada tantangannya yang tidak mudah, waktunya juga pasti diperlukan lebih panjang. Tapi kita akan terus berikhtiar agar pelayanan kepada jemaah ini menjadi terus lebih baik ya dan jemaah menjadi lebih nyaman," ucapnya lagi.

Ditanya soal kuota tambahan, Gus Men berharap tahun depan itu juga ada. Sebab, kuota tambahan juga akan memperpendek antrean haji.

"Saya sudah sampaikan itu ke Menteri Haji. Tapi kata Pak Menteri Haji waktu itu, ya kita lihat dulu proses kuota penuhnya ini. Kalau kita bisa memenuhi, kita akan bicarakan," tandasnya

Infografis Perbedaan Rukun dan Wajib Haji dengan Rukun Umrah. (Liputan6.com/Abdillah)
Infografis Perbedaan Rukun dan Wajib Haji dengan Rukun Umrah. (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya