Gus Baha Kisahkan Reaksi Tak Terduga Mbah Moen saat Hadapi Santri Super Nakal, Bikin Meleleh

Reaksi adem Mbah Moen saat menghadapi santri nakan ini tentu saja membuat hati kita sangat terenyuh.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Jul 2024, 08:30 WIB
Diterbitkan 19 Jul 2024, 08:30 WIB
Gus Baha dan Mbah Moen
Kolase Gus Baha dan Mbah Moen. (Istimewa dan NU Online)

Liputan6.com, Cilacap - Ulama kharismatik yang saat ini juga menjabat sebagai Rais Syuriyah PBNU, KH Ahmad Bahauddin Nursalim atau Gus Baha mengisahkan reaksi gurunya Mbah Moen saat menghadapi santri yang sangat nakal.

Kejadian langka ini menurut pengakuan Gus Baha bukan berasal dari orang lain, namun beliau melihat sendiri peristiwa yang berkaitan dengan santri nakal tersebut.

“Ada santri Sarang yang nakal itu saya tidak berani komentar, karena saya tahu Mbah Moen itu sangat mencintai santrinya meskipun yang nakal,” kisahnya sebagaimana dikutip dari tayangan YouTube Short @alqolbumutayyam89, Kamis (18/07/2024).

“Saya melihat sendiri bukan katanya, ada santri yang secara peraturan pondok itu disuruh pulang karena nakal,” sambungnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Tetap Diakui sebagai Santrinya Dunia Akhirat

Almaghfurlah KH Maimoen Zubair (Mbah Moen)
Almaghfurlah KH Maimoen Zubair atau Mbah Moen. (Sumber foto: NU Online)

Gus Baha Mengisahkan tatkala ada salah seorang santri Ponpes Al-Anwar, Sarang yang secara aturan pondok pesantren harus dipulangkan sebab tingkahnya yang kelewat nakal.

Tak terduga, ketika Mbah Moen menghadapi santri nakal tersebut bukannya berkata kasar namun dengan penuh kelembutan hati.

Kepada santri nakal tersebut, Mbah Moen justru menasehatinya bahwa tindakan ini dilakukan sebatas aturan pondok. Menurut Mbah Moen, jikalau aturan Allah, cukup dengan bertobat dan menjadi orang yang baik dan soleh.

Mbah Moen pun tetap mempersilahkan bahkan menganjurkan santrinya untuk tetap sering berkunjung ke pondoknya. Sebab mekipun nakal, Mbah Moen tetap masih mengakui sebagai santrinya di dunia dan akhirat.

“Itu Mbah Moen berkata begini: ya nak, kamu disuruh pulang itu karena aturan pondok, Kalau aturannya Allah, asal kamu tobat dan menjadi orang baik dan menjadi orang sholeh, kamu ya harus tetap sering ke sini, tetap santri saya dunia akhirat,” terang Gus Baha.

"Soal pondok ya ada aturan, sebab karena nakal sekali ya kamu disuruh pulang, tapi kamu tetap orang baik, karena kita tidak mungkin memisahkan antara beliau (Mbah Moen) dan santrinya, kita tidak mungkin memisahkan antara Rasulullah Saw dan umatnya,” imbuhnya. 

Kisah Kiai Abdul Karim Lirboyo Saat Hadapi Santri Nakal

Hari Santri
Santri-santri El Bayan dalam acara “Shalawat Untuk Negeri”. (Foto: Liputan6.com/Muhamad Ridlo).

Menukil NU Online di Pondok Pesantren Lirboyo Kediri, Jawa Timur, pernah ada salah seorang santri yang suka keluar malam. Ia selalu lolos dari pengawasan pengurus pondok. Anehnya, justru KH Abdul Karim mengetahuinya. Lantas beliau menulis pada secarik kertas dengan tangannya sendiri, “Kula mboten remen santri ingkang remen miyos” (Saya tidak suka santri yang suka keluar).

Tulisan tersebut kemudian beliau tempelkan di bawah bedug. Secara kebetulan, santri yang biasa keluar pondok tanpa izin itu ternyata pada malam harinya memilih tidur di bawah bedug. Betapa kagetnya santri itu, ketika membaca sebuah tulisan persis di depan matanya. Dia sangat mengenali tulisan itu, yang menulisnya adalah Mbah Kiai Abdul Karim. Yang selama ini dianggapnya tidak mengetahui kelakuannya selama ini. Setelah peristiwa menakjubkan pada malam itu, santri itu insaf.

Dia tidak lagi keluar pondok pada malam hari. Kita mungkin tidak sanggup meniru persis cara Mbah Abdul Karim. Tetapi kita bisa meneladani kebijaksanaan dan kearifan beliau. Murid atau anak yang nakal, mendidiknya tidak dilakukan dengan kekerasan dan pemaksaan. Pemaksaan dalam kadar tertentu memang akan menghasilkan tindakan seperti yang diinginkan si pemaksa.

Tetapi pada saat yang bersamaan ia memantik bara api yang akan menjadi sumber bencana di waktu yang akan datang. Orang-orang yang terpaksa mengikuti dan melayani paksaan akan kehilangan rasa hormat kepada pemaksa. Seorang guru akan kehilangan kehormatan dari muridnya. Seorang bapak akan kehilangan bakti anaknya. Seorang suami akan kehilangan cinta istrinya.

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya