Kisah Kebaikan Nabi Isa AS kepada Pencuri yang Bikin Meleleh, Ini Hikmahnya

Nabi Isa tersohor sebagai Nabi dan Rasul yang memiliki hari yang mulia. Salh sati contohnya ialah perihal kebaikannya kepada seorang malling atau pencuri.

oleh Liputan6.com diperbarui 26 Jul 2024, 22:30 WIB
Diterbitkan 26 Jul 2024, 22:30 WIB
Turunnya Nabi Isa AS ke muka bumi.
Turunnya Nabi Isa AS ke muka bumi.

Liputan6.com, Cilacap - Sifat yang dimiliki oleh para nabi dan rasul tentu saja harus menjadi teladan bagi umat-umatnya. Para Nabi dan Rasul senantiasa dianugerahi oleh Allah SWT berupa sifat-sifat agung dan mulia. Salah seorang Nabi dan Rasul yang memiliki sifat yang sangat mulia ialah Nabi Isa AS.

Nabi Isa AS merupakan rasul yang diutus kepada Bani Israil di tanah Palestina. Beliau memiliki banyak mukjizat yang menakjubkan.

Di antara dari sekian banyak mukjizatnya ialah dilahirkan tanpa ayah, mampu menghidupkan orang yang sudah meninggal, menyembuhkan orang buta dan bisa berbicara dengan bayi.

Salah satu kisah tentang kemuliaan Nabi Isa AS ialah sebuah kisah yang disarikan dari Kitab Shahih al-Qashash al-Nabawi karya Umar Sulaiman al-Asyqar sebagaimana dinukil dari tayangan YouTube Infone Wong Islam tentang kebaikan Nabi Isa AS kepada pencuri atau maling.

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.

Simak Video Pilihan Ini:


Mendustakan Kedua Matanya

Ilustrasi Nabi Isa AS (SS: YT: Maiora Media)
Ilustrasi Nabi Isa AS (SS: YT: Maiora Media)

Kisah ini diriwayatkan oleh al-Bukhari dan Muslim dalam Shahîh masing-masing dari Abu Hurairah yang menyebutkan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bercerita:

رَأَى عِيسَى ابْنُ مَرْيَمَ رَجُلًا يَسْرِقُ، فَقَالَ لَهُ: أَسَرَقْتَ؟ قَالَ: كَلَّا وَاللَّهِ الَّذِي لاَ إِلَهَ إِلَّا هُوَ، فَقَالَ عِيسَى: آمَنْتُ بِاللَّهِ، وَكَذَّبْتُ عَيْنِي

“Pada suatu ketika, Nabi Isa melihat seorang lelaki yang mencuri. Lantas oleh Nabi Isa, si pencuri ditanya, ‘Apakah engkau mencuri?’ Pencuri itu menjawab, ‘Demi Allah, Dzat yang tidak ada Tuhan selain Dia, tidak!’ Nabi Isa berkata, ‘Aku beriman kepada Allah dan mendustakan kedua mataku’.”

Berdasarkan hadis di atas, dikisahkan bahwa Nabi Isa AS pernah melihat seorang pencuri atau maling dengan mata mata kepalanya sendiri.

Namun setelah diinterogasi oleh Nabi Isa AS, lelaki itu justru bersumpah dengan nama Allah bahwa dirinya tidak mencuri. Maka Nabi Isa pun mendustakan penglihatan matanya dan membenarkan pengakuan si lelaki yang mencuri.

Dari kisah di atas dapat dipetik pelajaran dan tauladan yang sangat berharga, di antaranya:

Para nabi dan rasul tidak mengetahui perkara gaib dan tersembunyi kecuali apa yang diberitahukan Allah melalui wahyu.

Para dan rasul bukan manusia yang mampu membedakan mana orang yang jujur dan mana orang yang berdusta.

Dalam hati para nabi dan rasul tersimpan rasa haibah dan pengagungan terhadap asma Allah meskipun diucapkan oleh orang yang berbohong.

Diketahui pula bahwa pencuri itu terbebas dari tuduhan Nabi Isa AS berkat sumpahnya atas nama Allah. Walau demikian, ia tidak akan terbebas dari pembalasan Allah yang Maha Melihat di akhirat.

Para nabi dan rasul tidak diutus untuk mengawasi para hamba. Hanya Allah-lah yang maha mengurus, mengawasi, dan menghitung amal perbuatan hamba-hamba-Nya.

Allah tidak menuntut para rasul-Nya untuk menjadi penguasa, hakim, penghitung, dan pembalas amal perbuatan manusia.


Jadi Pijakan Ulama Menetapkan Kaidah Fiqih

Imam Syafi'i
Imam Syafi'i tampak dari samping. (Liputan6.com/Wikimedia Commons)

Kisah ini menjadi salah satu pijakan para ulama dalam menetapkan kaidah fiqih:

أَنَّ الْأَحْكَامَ يُعْمَلُ فِيهَا بِالظَّوَاهِرِ وَاللَّهُ يَتَوَلَّى السَّرَائِرَ

“Hukum itu diberjalankan terhadap perkara zhahirnya, sedangkan Allah yang menguasai hakikat tersembunyinya.”

Di mana penetapan hukum didasarkan pada bukti-bukti fisik, bukan bukti-bukti tersembunyi dan tak kasat mata walaupun yang benar adalah yang tak kasat mata itu.

Demikian kisah Nabi Isa yang disarikan dari kitab Shahih al-Qashash al-Nabawi karya Umar Sulaiman al-Asyqar (Oman: Darun Nafais, 1997, Cetakan Pertama, hal. 175). Wallahu a’lam. 

(Kisah di atas dikutip dari tayangan YouTube Infone Wong Islam)

Penulis: Khazim Mahrur / Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

 

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya