Muslim kok Dzalim, Apakah Dia Kehilangan Keislamannya? Begini Jawaban Gus Baha

Gus Baha mencontohkan kasus seorang muslim yang melakukan kesalahan, seperti mencuri

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Jan 2025, 12:30 WIB
Diterbitkan 12 Jan 2025, 12:30 WIB
Gus Baha (SS: YT. Dakwah Islam.id)
Gus Baha (SS: YT. Dakwah Islam.id)

Liputan6.com, Jakarta - KH ahmad Bahauddin Nursalim (Gus Baha), seorang ulama yang dikenal dengan cara penyampaiannya yang lugas dan mudah dipahami, menyampaikan pandangan menarik tentang kejatidirian manusia. Menurut Gus Baha, sifat dasar atau identitas seseorang tidak akan hilang hanya karena tidak memenuhi standar keidealan tertentu.

Pernyataan ini disampaikan Gus Baha dalam sebuah pengajian yang tayang dan dikutip dari kanal YouTube @IMRONROSADI-k6o. Dalam pengajian tersebut, Gus Baha menjelaskan bagaimana Islam melihat kejatidirian manusia, bahkan ketika mereka berada dalam kondisi tidak ideal.

Gus Baha mencontohkan kasus seorang muslim yang melakukan kesalahan, seperti mencuri. "Misalnya kita maling, ya imanlah. Sebagai orang mukmin kok maling? Warga Indonesia kok kriminal? Itu iman, tapi dia tetap orang Indonesia, tetap orang Islam," ujarnya.

Menurut Gus Baha, kejatidirian seseorang sebagai muslim atau warga Indonesia tidak akan hilang hanya karena perilaku yang bertentangan dengan nilai-nilai ideal. Seseorang tetaplah bagian dari kelompok identitasnya, meski melakukan tindakan yang tercela.

Gus Baha merujuk pada firman Allah yang menyebutkan bahwa sebagian orang yang dipilih adalah zalim kepada dirinya sendiri. "Faminhum dolimul li nafsi," katanya, menjelaskan bahwa orang zalim tetaplah manusia yang memiliki identitas tertentu.

Ia menegaskan bahwa menyebut seseorang zalim tidak berarti menggugurkan keislamannya. "Ya dzalim,d zalim saja. Jangan kamu katakan kafir. Ya dzalim, ya dzalim saja. Dzalim kira-kira maknane kurang ngajar, kacau, kriminal, tapi kan tetap dia orang Indonesia," tambahnya.

 

Simak Video Pilihan Ini:

Pentingnya Memahami Batasan Perilaku dan Identitas

Beribadah
Seorang umat Muslim membaca Al-Quran. (AP Photo/Francisco Seco)

Pandangan ini menunjukkan betapa pentingnya memahami batasan antara perilaku dan identitas seseorang. Menurut Gus Baha, meskipun ada tindakan yang menyimpang, kejatidirian tetap melekat pada individu tersebut.

Sebagai seorang muslim, tindakan buruk seperti fasik tidak menggugurkan status keislaman seseorang. “Tetap dia orang Islam, tapi Islam yang zalim,” jelas Gus Baha. Dengan pernyataan ini, Gus Baha mengajak umat untuk tidak mudah menghakimi keimanan orang lain.

Penjelasan ini disampaikan Gus Baha untuk menanamkan pemahaman bahwa Allah sendiri telah memberikan ruang bagi manusia untuk tetap diakui identitasnya meskipun memiliki kekurangan.

Dengan gaya penyampaiannya yang sederhana namun penuh makna, Gus Baha mengajak umat untuk lebih bijak dalam menilai orang lain. Ia juga menekankan pentingnya memisahkan antara identitas dan tindakan seseorang.

Menurut Gus Baha, standar keidealan sering kali menjadi alat untuk menghakimi orang lain. Padahal, kejatidirian seseorang adalah sesuatu yang tetap melekat meskipun perilakunya jauh dari ideal.

Sebagai umat Islam, Gus Baha mengingatkan agar selalu berusaha memperbaiki diri tanpa kehilangan keimanan. Menurutnya, menjadi muslim yang fasik lebih baik daripada kehilangan identitas keislaman.

Pandangan ini sekaligus mengajarkan bahwa kasih sayang Allah tidak terbatas, bahkan bagi orang yang berada dalam kondisi zalim. Gus Baha menjelaskan bahwa manusia memiliki potensi untuk memperbaiki dirinya kapan saja.

Optimis, Jangan Putus Asa

Kata-kata Putus Asa dari Sebuah Lagu
Ilustrasi Putus Asa Credit: pexels.com/Sony

Dengan kata lain, tindakan buruk tidak selamanya menentukan akhir dari kehidupan seseorang. Gus Baha mengajak umat untuk terus optimis dan tidak berputus asa dalam mencari ampunan dan rahmat Allah.

Pengajian yang disampaikan Gus Baha ini tidak hanya menghibur tetapi juga memberikan pandangan baru tentang kejatidirian manusia. Pesan-pesan ini relevan dengan kehidupan sehari-hari, terutama dalam menghadapi tantangan hidup.

Menurut Gus Baha, memahami kejatidirian seseorang membantu kita untuk bersikap lebih inklusif dan tidak mudah menghakimi. Sebagai umat, kita diajak untuk memperbaiki diri tanpa melupakan identitas yang kita miliki.

Pesan penting dari pengajian ini adalah tentang bagaimana seharusnya kita melihat orang lain. Identitas sebagai muslim, warga negara, atau manusia tetap melekat, meskipun ada kesalahan yang dilakukan.

Dengan memahami hal ini, Gus Baha berharap umat Islam dapat menjadi lebih bijaksana dan tidak terjebak dalam sikap menghakimi. Fokus utama adalah memperbaiki diri sendiri dan menjaga kejatidirian masing-masing.

Pengajian Gus Baha selalu memberikan sudut pandang baru tentang agama dan kehidupan. Dengan cara penyampaiannya yang santai dan mudah dimengerti, ia mampu menyentuh hati banyak orang.

Melalui ceramahnya, Gus Baha mengingatkan bahwa perjalanan hidup seseorang adalah proses panjang. Kesalahan adalah bagian dari manusia, tetapi kejatidirian tetap harus dijaga sebagai anugerah dari Allah.

Penulis: Nugroho Purbo/Madrasah Diniyah Miftahul Huda 1 Cingebul

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya