Inovasi Alat Deteksi Dini Covid-19 dari ITS, Bisa Ketahuan dari Suara Batuk

Tim peneliti mengalami sejumlah kendala dalam pengembangan alat ini

oleh Novia Harlina diperbarui 19 Jan 2022, 14:00 WIB
Diterbitkan 19 Jan 2022, 14:00 WIB
Tim ITS mengembangkan alat deteksi Covid-19 melalui batuk. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)
Tim ITS mengembangkan alat deteksi Covid-19 melalui batuk. (Dian Kurniawan/Liputan6.com)

Liputan6.com, Surabaya - Tim dari Institut Teknologi Sepuluh Nopember (ITS) menginovasi alat diagnosis kesehatan elBicare Cough Analyzer yang dapat melakukan pemetaan penyakit menular Covid-19 melalui batuk berdasarkan suara paru-paru.

Tim ini dikomandoi oleh Dr Dhany Arifianto ST MEng, mereka berhasil merancang alat kesehatan yang mampu mendeteksi penderita Covid-19 tanpa harus melakukan kontak langsung.

Menurutnya, elBicare Cough Analyzer yang diimplementasikan di rumah sakit mampu memberikan perlindungan awal bagi tenaga kesehatan yang rentan tertular Covid-19 dari pasien.

"Tidak hanya untuk Covid-19 namuna juga bisa dipakai untuk menangani penyakit penapasan yang menular lainnya," kata dosen Departemen Teknik Fisika ITS ini, Selasa (18/01/2021).

Menurutnya elBicare Cough Analyzer dilengkapi dengan mikrofon bersensor tipis dan kecil yang berguna untuk menangkap suara di sekitar alat.

Suara yang masuk selanjutnya akan dianalisis, apakah termasuk suara batuk atau bukan oleh algoritma pada prosesor alat yang telah dirangkai tim peneliti.

"Daya jangkau tangkapan suara oleh alat ini mencapai 10 meter," jelasnya.

Suara batuk akan diklasifikasikan lagi ke dalam dua kategori, yaitu batuk yang terindikasi Covid-19 dan non Covid-19.

Batuk yang dikategorikan sebagai batuk non Covid-19 pun akan dideteksi lagi penyebabnya, misalnya batuk normal, batuk gejala tuberkulosis (TBC), bronkitis, dan gejala lainnya.

"Pengelompokan ini didasarkan pada penyesuaian frekuensi, amplitudo, dan komponen harmonik suara paru-paru," papar lelaki yang melanjutkan studi magister dan doktoralnya di Tokyo Institute of Technology, Jepang tersebut.

Hasil analisis elBicare Cough Analyzer terhadap penyebab batuk akan tersimpan dan terintegrasi otomatis yang kemudian didistribusikan ke perangkat pengguna dengan bantuan bluetooth.

 

 

 

 

Saksikan juga video pilihan berikut ini:

Mampu Bertahan 20 Jam

Dhany bersama delapan anggota tim lainnya ini pun memastikan bahwa ke depannya tim akan mengembangkan distribusi data menggunakan bantuan wi-fi.

"elBicare Cough Analyzer mampu bertahan selama 20 jam penggunaan yang terus-menerus," sebutnya.

Data pengolompokan batuk non Covid-19 sendiri didapatkan melalui penelitian mandiri tim. Anggota tim terdiri dari tiga mahasiswa ITS jenjang sarjana (S-1), dua mahasiswa ITS jenjang magister (S-2), dan tiga orang dokter (salah satunya spesialis paru) dari Universitas Airlangga (Unair).

Sementara untuk data penelitian batuk gejala Covid-19 didapatkan melalui penelitian yang bekerja sama dengan University of Cambridge, Inggris.

"Penelitian alat ini memakan waktu hampir dua tahun lamanya yang pengujiannya dilakukan di Rumah Sakit Universitas Airlangga (RSUA)," jelasnya.

Kendala Pengembangan Alat

Dalam penelitian ini pun, Dhany dan timnya sempat melalui beberapa kendala, salah satunya ialah sulitnya mencari mahasiswa maupun tenaga ahli di ITS yang tertarik dalam pengerjaan hardware alat.

Dhany mengungkapkan bahwa saat ini bidang software memang lebih banyak diminati dibandingkan bidang hardware.

"Kendala lain ialah sulit mendapat pasien Covid-19 untuk melakukan uji coba alat," katanya.

Dhany berharap bahwa dengan hadirnya elBicare Cough Analyzer ini mampu membawa kebermanfaatan bagi masyarakat Indonesia, serta dapat memberikan fasilitas kesehatan yang layak dan akurat dengan harga yang lebih ekonomis.

"Kami juga berharap bahwa ke depannya mahasiswa dapat lebih terlibat aktif dalam penelitian yang kolaboratif seperti ini," ia menambahkan.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya