Kadin Jatim Minta Pemerintah Tetapkan Status KLB Imbas Wabah PMK

Perbankan tidak berani mengeluarkan kebijakan relaksasi, karena tidak memiliki payung hukum

oleh Liputan6.com diperbarui 12 Jun 2022, 23:00 WIB
Diterbitkan 12 Jun 2022, 23:00 WIB
Kadin Jatim Minta Pemerintah Tetapkan Status KLB Imbas Wabah PMK
Tim Kesehatan Hewan Ternak menyuntik sapi milik peternak di Lesanpuro, Kota Malang, setelah menerima laporan ada ternak milik mereka yang sakit untuk mencegah wabah PMK tak menyebar luas (Kominfo Kota Malang)

Liputan6.com, Jakarta Wabah Penyakit Mulut dan Kuku (PMK) hewan yang semakin mengkhawatirkan mengundang reaksi Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Jawa Timur.

Wakil Ketua Umum Kadin Jatim Bidang Pertanian dan Pangan, Dr Edi Purwanto meminta pemerintah segera menetapkan status kejadian kuar biasa atau KLB PMK

"Dengan penetapan status KLB, pemerintah memiliki tanggung jawab lebih serius karena penanganan kasus (PMK) ini payung hukumnya jelas," tutur Edi Purwanto di Surabaya, Minggu (12/6/2022). 

Dia mengungkapkan, penetapan status KLB membuat peternak yang selama ini menggantungkan pendanaan pada perbankan bisa memperoleh keringanan, misalnya terkait relaksasi cicilan.

Dia mengaku, perbankan tidak berani mengeluarkan kebijakan relaksasi, karena tidak memiliki payung hukum. 

"Bank-bank masih memperlakukan kredit dari para peternak seperti kondisi normal," jelasnya dilansir Antara.

Edi kemudian menceritakan keluh kesah para peternak yang setiap hari mendapati adanya ternak mati karena virus PMK. Selain korban PMK terus bertambah, kata Edi, saat ini wabah PMK sudah menyebar dan merata di semua daerah.

Kondisi ini diperparah dengan persepsi masyarakat yang keliru mengenai daging sapi dan sejenis yang terkena PMK dianggap tidak aman dikonsumsi.

Saksikan video pilihan berikut ini:

Pusat Krisis

Akibatnya, harga ternak anjlok. Jika harga sapi biasanya Rp 20 juta, di masa wabah PMK merebak seperti saat ini harganya turun drastis.

"Adanya PMK bisa turun menjadi hanya Rp 5 juta. Bahkan sapi yang sudah terkena PMK bisa dihargai Rp3 juta hingga Rp4 juta saja," imbuhnya. 

Edi menegaskan, jika wabah PMK hanya ditangani seperti kejadian normal, maka korban ternak dan peternak terdampak semakin banyak. 

Terlebih, saat ini peternak dihadapkan dengan masalah biaya untuk perawatan ternak yang sakit. Biaya yang dibutuhkan untuk merawat ternak sakit ini tergolong besar bagi mereka.

“Biaya suntik sapi yang terkena PMK bisa ratusan ribu. Kalau tidak didukung oleh pemerintah, khususnya pemerintah daerah, peternak akan semakin berat,” jelasnya.

Di desa-desa, kata dia, banyak masyarakat yang menggantungkan hidupnya pada hewan ternak. Oleh karena itu, jika wabah PMK tidak segera diatasi dengan serius dikhawatirkan menambah jumlah kemiskinan di Indonesia. 

Pada kesempatan tersebut, dia menyarankan pemerintah daerah membentuk posko pusat krisis di setiap kabupaten, bahkan kalau memungkinkan hingga ke tingkat kecamatan. 

Dia menambahkan, posko pusat krisis ini harus melibatkan semua pihak, termasuk kalangan kampus untuk membantu konsolidasi penanganan secara menyeluruh.

"Tim dari pusat krisis juga bisa mengedukasi masyarakat dalam berbagai hal, termasuk pemahaman mengenai daging ternak yang terkena PMK aman dikonsumsi. Relawan pusat krisis juga bisa melakukan pendampingan psikologis pada masyarakat yang terguncang akibat wabah PMK," tandasnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya