Liputan6.com, Jakarta - Selain di India, kaum Syekh banyak pula ditemukan di Inggris. Kaum yang identik dengan turban tersebut biasa ditemui di daerah Southall, London Barat.
Mulanya, turban menjadi identitas kaum Syekh merupakan hasil perjuangan panjang kelompok Khalsa terhadap Sultan Aurangzeb di India pada 1658. Dilansir dari CNN, mereka memperjuangkan agar turban juga dipakai oleh Syekh di Kesultanan Mughal yang dipimpinnya. Saat itu, hanya orang Muslim yang boleh memakai turban.
Advertisement
Baca Juga
Pada 1845, Inggris datang ke daerah Punjab. Mereka tidak menyerang kelompok Khalsa, justru mereka terkesan dengan keahlian militer mereka sehingga merekrut kaum Syekh ke dalam kelompok militernya. Kedatangan para tentara Inggris membawa pengaruh besar pada turban yang telah dipakai secara turun temurun oleh bangsa Syekh.
Kesultanan Mughal pun memiliki sistem kasta, dan bangsa Inggris memiliki cara untuk menghilangkan kekhawatiran akan sistem tersebut. Seluruh tentara militer Inggris di India yang beranggotakan bangsa Syekh dan Muslim dianjurkan memakai turban. Hasilnya, ada kesetaraan yang tercipta dalam kemiliteran tersebut.
Masyarakat biasa saat itu memakai turban dalam variasi gaya, bentuk dan ukuran. Di mata penguasa Inggris, variasi tersebut menciptakan kesan berantakan sehingga mereka memutuskan untuk menyeragamkannya. Turban yang biasanya memiliki lapisan gulungan alami diganti dengan lipatan simetris yang rapi.
Lencana pun diperkenalkan dalam pemakaian turban. Tujuannya adalah perbedaan resimen yang berdasarkan pada kelas atau ras bisa diidentifikasikan. Saat itu tentara Syekh dikenali dengan penggunaan lencana di depan turban mereka.
Turban yang dipakai seluruh tentara militer Inggris di India saat Perang Dunia I sangatlah besar, dengan panjang sekitar delapan meter. Di Perang Dunia II, kebijakan ketentaraan sudah berubah, di mana tentara Muslim dan Hindu tidak perlu lagi memakai turban. Fenomena tersebut merupakan yang pertama kalinya di mana turban tidak lagi dianggap sebagai identitas kaum non-Syekh di India.
Berakhirnya Kemitraan Syekh dan Inggris
Setelah Inggris memberikan kemerdekaan kepada India, beberapa kelompok agama pun memikirkan kembali mengenai identitasnya. Kelompok Muslim yang telah membentuk negara Pakistan melepaskan turban sebagai identitasnya. Apalagi saat itu terjadi kekerasan antarkelompok dengan penganut Hindu dan Syekh, membuat kedua kelompok tersebut mengikhlaskan turban karena takut disangka orang Syekh.
Akibatnya, hanya orang Syekh yang memakai turban, sebab turban sering dianggap sebagai simbol dari suatu status sosial. Orang Muslim pun hanya memakai turban di beberapa acara tertentu, seperti pernikahan.
Kekerasan tersebut mengakibatkan orang Syekh pindah ke Inggris. Kedatangan mereka disambut ramah sebab mereka membantu tentara Inggris berperang kala itu.
Perlahan, peran orang Syekh yang membawa kemenangan dilupakan, turban pun dianggap sebagai penghalang mereka untuk berintegrasi sebagai warga negara Inggris. Kaum Syekh pun dihadapkan dengan dua pilihan agar mereka bisa diterima. Memotong janggut dan melepaskan turban agar bisa bergabung atau memakai turban berwarna gelap agar tidak menarik perhatian.
Berbagai perlawanan pun dilakukan oleh beberapa kaum Syekh di Inggris. Adapula yang membawa aksi diskriminasi tersebut ke meja hijau. Salah satunya terjadi di tahun 1980-an.
Saat itu, keluarga dari siswa yang bernama Gurinder Singh Mandia menuntut sekolah anaknya atas diskriminasi rasial yang mereka terima. Kasus tersebut mengubah cara orang Syekh diperlakukan di Inggris. Tak hanya itu, turban juga dilindungi oleh hukum yang berlaku di Inggris.
Saat ini, kaum Syekh di Inggris tidak perlu lagi menyembunyikan turban untuk menyesuaikan diri dengan orang di sekitarnya. Mereka, termasuk anak muda Syekh, berani tampil dengan turban yang terbuat dari kain dan aksesori yang mewah.Kaum Syekh memakainya sebagai simbol keimanan dan bentuk cerminan kepribadian mereka. (Esther Novita Inochi)
Saksikan video pilihan di bawah ini:
Advertisement