Liputan6.com, Jakarta - Masih ingat dengan pengumuman korban meninggal pertama akibat corona COVID-19 di Indonesia? Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan Virus Corona, Achmad Yurianto menyampaikan berita duka tersebut di Kantor Presiden pada 11 Maret 2020.
Identitas korban corona saat itu tak dipublikasikan secara terbuka. Hanya disebutkan jenis kelamin pasien adalah perempuan yang merupakan warga Inggris yang sedang berkunjung ke Bali. Imbasnya, Four Seasons Hotel di Jimbaran sibuk mengklarifikasi.
Siapakah warga Inggris yang dimaksud? Belakangan terungkap sosoknya lewat wawancara sang suami yang diunggah laman BuzzFeed News, Selasa, 7 April 2020.
Advertisement
"Rasanya hampa," ujar Ken Finlayson lewat telepon dari rumahnya dekat Hertford, Hertfordshire, Inggris.
Baca Juga
"Dan situasi diperburuk oleh isolasi sehingga aku tak bisa menjauh dari dunia karena aku tak bisa pergi ke mana pun. Aku terjebak di ruangan kami dengan semua barang-barang kami," sambungnya lagi.
Ia adalah suami dari Kimberley, perempuan Inggris yang meninggal pertama di Indonesia akibat COVID-19. Sebelum kejadian tragis menimpa keluarganya, ia datang ke Bali untuk merayakan ulang tahun ke-25 perusahaan yang ia dirikan. Saat itu, ia tak ada pikiran bakal kehilangan istri tercinta dalam suasana gembira.
Pasangan itu pernah menginap di Bali sekitar 25 tahun lalu saat baru memimpikan memiliki proyek bisnis yang sukses. Mereka lalu mendirikan perusahaan bernama FMC dan sukses menjadi yang terdepan dalam bidang industri komunikasi kesehatan gigi di Inggris.
Pada 29 Februari 2020, Ken kembali terbang ke Bali menemui sang istri. "Kami pikir itu sesuatu yang menyenangkan saat bisa bertemu di sana lagi," ujarnya.
Menurut Ken, saat tiba di Bandara I Gusti Ngurah Rai, Bali, kondisi Kimberley sudah sakit. Ia demam dan mengalami gejala flu.
"Dia sakit sejak tiba sehingga ia pasti sakit sejak dari London, dia tidak mengambil apapun di Bali, ia memang sudah sakit saat aku melihatnya. Tapi, tidak satu pun dari kami menyadari dia mengalami hal yang serius. Kami hanya berpikir dia mengalami flu berat atau semacamnya," tuturnya.
Saat kondisi Kimberley memburuk, perempuan Inggris itu akhirnya berobat ke rumah sakit swasta pada 3 Maret 2020. Akibat ketakutan akan penyebaran virus corona, Finlayson lalu dipindahkan tenaga medis ke Rumah Sakit Umum Daerah pada 9 Maret 2020.
Kondisi di rumah sakit itu, kata Ken, buruk dan sangat standar. "Kami menginap di rumah sakit di mana kami dirawat dalam kamar yang sama saat isolasi," imbuhnya.
**Ayo berdonasi untuk perlengkapan medis tenaga kesehatan melawan Virus Corona COVID-19 dengan klik tautan ini.
Kalimat Terakhir
Melihat kondisi Kimberley yang tidak kunjung membaik, Ken mengatakan tenaga medis memutuskan melakukan intubasi, tindakan memasukkan tabung melalui mulut pasien untuk memberi jalan udara agar bisa bernapas. Ken menyebut istrinya tidak dioperasi dengan benar.
Setelah operasi pertama gagal, Kimberley dikatakan menjadi sangat lemah untuk bertahan dalam operasi kedua. Ia mengatakan sesaat sebelum menjalani operasi kedua, Kimberley sempat mengatakan sesuatu.
"Dia mengatakan dia mencintaiku, kami berpegangan tangan dan lalu aku menciumnya," kata Ken.
Ken mengeluhkan para dokter tidak pernah menjelaskan masalah yang terjadi. Komunikasi antara ia, Kimberley, dan semua tim medis di Bali sangat buruk sehingga ia tak tahu apa yang terjadi.
"Kami tidak berkomunikasi dengan benar dan ketika operasi kedua gagal, mereka hanya pergi dan aku tidak pernah melihat mereka lagi," kata Ken.
Sedikit informasi akhirnya diperoleh Finlayson lewat kertas kerja yang diterimanya dari rumah sakit lima hari setelah Kimberley meninggal pada usia 52 tahun. Ia saat itu juga sudah diperbolehkan pulang.
"Aku tak bisa memahaminya karena kebanyakan tertulis dalam bahasa Indonesia, tetapi aku sangat senang bisa keluar dari sana. Aku hanya mengambil kertas kerja... dan pergi," ucap Ken.
Ia meyakini bila nyawa istrinya akan bisa diselamatkan bisa dirawat di Inggris. Dia mengatakan, "Keyakinan saya adalah bahwa ketika datang ke NHS, yang sama-sama kekurangan dana, tidak ada sistem perawatan kesehatan yang lebih baik di dunia ketika ada keadaan darurat. Dan saya tidak percaya mereka akan membuat kesalahan itu, dan Kimberley akan memiliki kesempatan untuk bertahan hidup."
Advertisement