Cerita Akhir Pekan: Manfaat Masak yang Tak Sekadar Isi Perut Keluarga

Memasak jadi medium terapi dan bagaimana menjalaninya dengan lebih bahagia.

oleh Asnida Riani diperbarui 02 Mei 2020, 10:00 WIB
Diterbitkan 02 Mei 2020, 10:00 WIB
Ilustrasi Memasak
Ilustrasi memasak (dok. unsplash.com/Kevin McCutcheon @kevinmccutcheon)

Liputan6.com, Jakarta - Kebiasaan memasak kembali diadopsi sekian banyak orang selama swakarantina di masa pandemi. Alhasil, media sosial pun dipenuh foto maupun video hasil masakan ragam kreasi nan menginspirasi.

Menurut Psikolog Astrid Wen, memasak memang dipandang sebagai kegiatan mengisi waktu. "Jadi, yang biasa dimasakin orang lain, daripada tidak ngapa-ngapain, mending buat sesuatu," ucapnya lewat sambungan telepon pada Liputan6.com, Rabu, 29 April 2020.

Memasak, sambung Astrid, melibatkan proses berpikir dan menciptakan. "Ada proses kreatif di situ makanya secara cita rasa. setiap masakan unik," imbuhnya. Pada dasarnya, memasak membantu otak tetap segar.

Psikolog Ajeng Raviando memaparkan, penelitian membuktikan bahwa hobi yang sehat, termasuk memasak, meningkatkan ketangguhan dan memperluas kemungkinan mencapai hasil. Ia menyambung, memasak sendiri punya berbagai tujuan.

"Ada yang jadi kegiatan sehari-hari, dalam kasus ini banyak dilakukan ibu rumah tangga. Ada orang menjadikan memasak sebagai mata pencaharian," ucapnya lewat telepon, Kamis, 30 April 2020.

Ilustrasi Memasak
Ilustrasi memasak. (dok. Jason Briscoe/Unsplash/Adhita Diansyavira)

Juga, ada orang yang memasak di kala senggang. "Ini yang tadi saya bilang sebagai hobi sehat. Masak jadi bagian terapi dengan tujuan mengurangi stres atau depresi," imbuh Ajeng.

Hal tersebut dikarenakan masakan membuat seseorang menerima penghargaan secara segera. Hasil masakan bisa langsung dinikmati dan memberi rasa bahagia ketika enak, terlebih mendapat respons positif dari orang sekitar.

"Proses memasak memberi rasa tenang dan fokus dalam melakukan sesuatu, mengembangkan kepercayaan diri jika berhasil, serta merupakan peluang mengekspresikan perasaan. Makanya rasa masakan kadang tergantung suasana hati. Beda dengan mereka yang masak secara profesional, sudah punya standar rasa," paparnya.

Fashion Stylist Indah Wulansari mengatakan sudah suka memasak sejak di bangku SMA. Kegiatan ini membuatnya jadi bisa mengolah indra perasa akan bumbu-bumbu. "Karena awalnya aku tidak bisa masak masakan yang 'berbumbu'," ujarnya lewat pesan elektronik, Selasa, 28 April 2020.

Sementara bagi seorang karyawan swasta, Diana Purnamasari, memasak dimanfaatkan sebagai me time setelah sibuk dengan pekerjaan. "Memasak juga membuatku makin senang karena bisa memuaskan keinginan keluarga akan makanan favorit, selain bisa juga bagi-bagi makanan ke tetangga," ungkapnya lewat pesan elektronik, Rabu, 29 April 2020.

Masak sebagai Bagian dari Terapi

Ilustrasi
Ilustrasi memasak. (dok. pexels.com/Martin Lopez)

Memasak sebagi bagian dari terapi dijelaskan Astrid, lantaran ada proses perbaikan dan daya juang dengan intensitas kecil, juga memberi stimulasi pada semua indera.

"Mata lihat berbagai macam warna pada makanan. Makanya usahakan makanan harus warna-warni. Kemudian, ada stimulasi dengan menyentuh segala macam tekstur," jelasnya.

Stimulasi itulah yang kemudian meningkatkan fokus, serta membantu lebih peduli dengan apa yang terjadi sekarang. "Dengan kata lain jadi lebih napak realita," sambung Astrid.

Kendati, Ajeng memaparkan, ada juga kasus di mana orang melakukan social comparison dalam memasak. "Di social media banyak orang kasih lihat masakan, jual-jualin, dan ini bisa jadi tekanan baru bagi orang tertentu." ucapnya.

Maka dari itu, Ajeng menyarankan, pemula sebaiknya mulai dengan mengikuti resep yang mudah supaya tidak frustrasi dan stres, bisa mereduksi ketegangan tubuh, serta memilih makanan yang bisa mengembangkan diri.

Supaya tak jadi tekanan, memasak sebaiknya disesuaikan dengan karakter masing-masing. "Misal, kalau tahu orangnya tidak sabar, ya jangan masak rendang. Nanti malah bisa trigger diri. Bisa jadi marah, jadi ngomel," kata Ajeng.

Kemudian, jangan juga jadi ambisius dengan mau bisa masak macam-macam. "Yang ada bukan terapi, tapi menyiksa diri," imbuhnya.

Karakter orang introver butuh kenyamanan, memerlukan sepi ketika ngerjain sesuatu, karenanya jangan ajak seluruh anggota masak bareng, pun dengan mereka yang perfeksionis.

"Sebaliknya, tipenya ekstrover bisa manfaatkan masak buat bonding dengan keluarga. Masak dijadikan media untuk emotional bonding. Jadi seru, senang, kebersamaannya terasa," ungkapnya.

Trik Memasak supaya Jadi Lebih Senang

Wanita Memasak
Ilustrasi Foto Wanita Memasak (iStockphoto)

Supaya masak jadi lebih senang, Astrid menyarankan untuk membuat variasi. "Coba masakan berbeda dari yang biasanya dengan ragam warna dan tekstur," ucapnya.

Karena menjajal satu hal baru, penting untuk mengingatkan diri agar tak sebegitu sedih saat gagal. "Dianggap santai saja. Karena pada dasarnya masak adalah kemampuan yang bisa dikembangkan," sambungnya.

Kemudian, jangan diburu-buru waktu dan melatih pikiran bahwa apa yang dilakukan tak sebegitu sulit.

Karena suka membuat kue, Indah menyarankan untuk mengukur semua bahan sesuai takaran resep. Pasal, menurutnya, kebanyakan orang yang gagal bikin kue gagal karena takaran bahan tak diukur.

Sementara, Diana memberi tips untuk mengawali masak dengan membuat makanan kesukaan. "Insyallah akan ketagihan masak yang lainnya," ucapnya.

Selain itu, mulai masak dengan rasa ikhlas dan cinta karena hasil memasak dinilai tergantung pada mood.

"Karena masih harus kerja, biasanya aku siapain bumbu-bumbu yang sudah dihaluskan. Disimpan di kulkas jadi pas masak lebih mudah. Sayur dan lauk-pauk juga aku stok untuk tiga hari sampai seminggu, aku buat list dari yang mudah rusak atau busuk," tandasnya.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya