Liputan6.com, Jakarta - Turut ambil bagian dalam memperpanjang napas pelestarian batik memang bukan perkara mudah. Dibutuhkan aksi nyata, komitmen, ketekunan, hingga konsistensi untuk terjun di dalamnya, guna tiada henti menggaungkan kekayaan warisan budaya, baik di negeri sendiri hingga ke kancah dunia.
Indonesia patut berbangga memiliki segudang talenta yang melahirkan karya-karya apik, termasuk generasi muda yang setia membatik. Salah satu pembatik muda itu adalah Nuri Ningsih Hidayati asal Sleman, Yogyakarta. Pada 2015, Nuri, begitu ia akrab disapa, merintis sebuah label batik yang diberi nama Marenggo Natural Dyes Batik.
Kala itu, Nuri baru menginjak usia 23 tahun. Namun jauh sebelumnya, kisah perkenalan dengan batik telah dimulainya sejak masa kecil. Ketika duduk di bangku Sekolah Dasar, Nuri kerap menyaksikan dan membantu sang ibunda membatik.
Advertisement
Baca Juga
Kecintaannya pada batik kian mendalam dan tertuang dalam desain-desain batik yang ia kerap gambar saat memasuki Sekolah Menengah Pertama. Ia tertarik mendesain dan mengasah kemampuan gambar dengan masuk ke sekolah kejuruan tekstil.
"Dari situ, masih tertarik lagi sama pengolahan kain, tidak hanya batik, ada macam-macam pengolahan tekstil, tapi fokusnya memang menggambar batik," kata Nuri saat dihubungi Liputan6.com, Jumat, 2 Oktober 2020.
Besarnya rasa ingin belajar lantas mengantarkan Nuri melanjutkan studi ke Institut Seni Indonesia Yogyakarta. Selain menimba ilmu, ia juga tak jarang mengikuti lomba mendesain tingkat daerah. Nuri turut ambil bagian dalam lomba tingkat nasional di Jakarta dan hasilnya berbuah manis dengan meraih juara.
Dikatakan Nuri, pencapaian itu bertepatan dengan momen dirinya merancang tugas akhir. Sembari mencoba mengekplorasi dan juga bereksperimen, perempuan berusia 28 tahun ini juga menemukan sebuah buku yang mencuri atensinya.
"Buku yang menyebutkan warna-warna alam, dulunya batik masuk Indonesia, awal mulanya batik menggunakan bahan baku yang dicarinya di hutan, aku tertarik. Aku coba eksperimen pakai daun-daun dan kayu di daerahku, apakah bisa digunakan," lanjut sang pembatik muda.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Proses Kreatif
Nuri mengungkapkan, motif desainnya adalah kolaborasi desain tradisional Tanah Air dengan budaya Jepang yang kala itu jadi kesukaannya. Ia terinspirasi dari motif tradisional truntum dan kawung yang dipadu dengan bunga sakura.
"Aku menciptakan delapan karya dan semua pakai warna alam dan total eksperimen benar-benar belum tahu hasilnya seperti apa karena explore teknik juga. Tapi ibu mengerti tentang warna alam dari instansi karena ibu pembatik di salah satu instansi pemerintah. Jadi digabungkan dengan info dari ibu, berhasil membuat delapan karya itu," jelas Nuri.
Bersama karya-karya tersebut, ia pun mendapat kesempatan pameran di Jakarta. Yayasan Batik Indonesia turut mengapresiasi karya Nuri dengan memberi penghargaan kepadanya sebagai pembatik muda. Perlahan-lahan, kain batik karyanya makin dilirik banyak pihak.
"Lalu karya dibeli kolektor dari Brazil dan dapat dana untuk bikin usaha batik. Awal mulanya dulu ketika merintis saya bikin sendiri semuanya dari proses awal sampai selesai. Lalu bagaimana bisa orang lain ikut terlibat dan bermanfaat, sekarang ada yang membantu," lanjutnya.
Sementara, proses awal hingga akhir pembuatan batik tulis, dikatakan Nuri memakan waktu sekitar seminggu. Namun, lama pembuatan sendiri tergantung dengan motif. Tahap pertama dimulai dengan mendesain.
"Proses mendesain, dari desain bisa sketch bisa langsung besar di kain. Kalau sketch di kertas ditransfer ke kain namanya memola. Setelah itu sudah dapat gambar pada kain langsung dicanting atau membatik, lalu isen-isen. Batik tidak hanya gambar, di dalamnya ada isiannya titik-titik, itu pakemnya," ungkap Nuri.
Ditambahkannya, saat ini ada begitu banyak model baru yang dieksplorasi tanpa menggunakan isen-isen. Kendati demikian, tak sedikit pula yang menerapkan penggunaan desain sesuai pakem.
Advertisement
Pameran Dalam dan Luar Negeri
Kecintaan dan ketekunan Nuri dalam membatik kian menambah panjang daftar pencapainnya. Ia memamerkan batik-batik karyanya di sederet pameran di Tanah Air, seperti di Inacraft, Adiwastra Nusantara, Pameran Warisan, Jogja Fashion Week, hingga Gelar Batik Nusantara.
Tak hanya di dalam negeri, karya Nuri juga telah dipamerkan di luar negeri. Sebut saja ketika ia mengikuti pameran di Kuala Lumpur International Craft Festival 2016, pameran di Equarius Hotel, Sentosa, Singapura pada Mei 2017 lalu. Dua tahun setelah Marenggo berdiri, tepatnya 2017 lalu, Nuri juga bertolak ke Melbourne, Australia.
"Saya ikut program Australia Awards dan ternyata lolos. Kita ke sana belajar untuk market Australia, pelatihan skill bagaimana produk bisa masuk pasar sana sekaligus pengenalan," katanya.
Tak hanya itu, Nuri juga sempat pameran di Moskow, Rusia di Festival Indonesia Moscow 2019 pada Agustus 2019 lalu. Ia menjadi salah satu partisipan dalam Jogja Premium Export oleh Dinas Perindustrian dan Perdagangan DIY.
"Di sana untuk pembelian retail itu oke, tapi buyer di sana untuk mengoleksi dan bisa perbanyak memang susah, belum mendapat secara langsung, semoga bisa berlanjut," harap Nuri.