Liputan6.com, Jakarta - Pandemi COVID-19 membuat banyak, begitu banyak perubahan pada cara jutaan penduduk Bumi menjalani keseharian. Dengan lebih mengutamakan kesehatan, prioritas akan higienitas minuman maupun makanan yang dikonsumsi jadi satu yang konstan menyeruak.
Melalui pesan pada Liputan6.com, Jumat, 18 Juni 2021, pengurus Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Seluruh Indonesia (GAPMMI) mengatakan, kebersihan makanan dan minuman merupakan poin penting untuk menjaga keamanan pangan. Ini, sambung pihaknya, harus diperhatikan pelaku usaha pangan dan konsumen, baik semasa pandemi ataupun tidak.
"Dengan adanya perubahan kebiasaan konsumen selama masa pandemi, hal ini menuju ke arah yang positif. Harapannya kebiasaan ini dapat dilanjutkan walau masa pandemi sudah berakhir," ungkapnya.
Advertisement
Bowo, HalteMin Dari Halte ke Halte (DHKH), mengatakan, secara prinsip, faktor hygiene, dan penerapan protokol kesehatan (prokes) memang jadi pertimbangan dalam menentukan tempat maupun makanan yang ingin didatangi atau diulas. "Namun, DHKH juga menyadari juga bahwa penerapan faktor ini tidak bisa disamaratakan. Tingkat hygiene pelaku UMKM kaki lima dengan restoran, misalnya, akan berbeda," katanya melalui email, Jumat, 18 Juni 2021.
Baca Juga
Menurutnya, semua kembali ke diri masing-masing. "Kita tidak bisa mengharapkan pelaku UMKM memiliki kapasitas dan sumber daya yang memadai untuk menjaga hygiene kerja dan menegakkan prokes. Misalnya, kalau datang ke satu tempat dan ramai, DHKH tidak akan memaksakan untuk makan di tempat tersebut," imbuh Bowo.
Sebagai pelaku bisnis restoran, Corporate Manager MamaSan Bali, Kadek Miharjaya, menjabarkan bahwa sejak buka kembali pada 6 Juli 2020 pihaknya telah menerapkan protokol standar new normal. Prosedur ini antara lain pemakaian masker untuk seluruh staf yang terlibat dalam operasional, pemakaian sarung tangan, serta penyemprotan disinfektan sejak datang dan menyediakan hand sanitizer di meja, juga di area publik.
"Menerapkan social distancing dan mengimplementasikannya untuk mencegah full capacity. Kami hanya menggunakan 50 persen dari total kapasitas tamu di MamaSan dengan jarak antara meja terpaut lebih dari satu meter," ungkapnya melalui email, Kamis, 17 Juni 2021.
Juga, menganjurkan tamu untuk mencuci tangan atau memakai hand sanitizer sebelum duduk, memeriksa suhu tubuh masing masing tamu saat datang, serta menggunakan QR code unik untuk mencatat informasi dari tiap tamu yang datang dan menginputnya ke dalam sistem," imbuh Kadek.
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:
Standar Protokol Kebersihan
Lebih lanjut dijelaskan bahwa standar protokol yang diterapkan di MamaSan Bali mengacu pada surat edaran Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) tertanggal 1 Juni 2020 dengan sedikit penyesuaian tata letak restoran dan dapur. Kemudian, Panduan Pelaksanaan Kebersihan, Kesehatan, dan Kelestarian Lingkungan di Restoran/Rumah Makan dari Kementerian Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Kemenparekraf)Â edisi Juli 2020.
Sedangkan GAPMMI menerapkan standar higenitas berdasarkan pedoman Good Manufacturing Practices (GMP) maupun Cara Produksi Pangan yang Baik (CPPB) yang juga diawasi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan Dinas Kesehatan sesuai kewenangannya.
Sebagaimana telah disinggung GAPMMI, menurut Kadek, standar protokol, termasuk tentang higienitas, ini sangat mungkin bersifat permanen, artinya tetap diterapkan meski pandemi nantinya telah berakhir.
DHKH mencatat, terdapat perubahan kebiasaan cukup signifikan, baik dari sisi pelaku UMKM maupun konsumen. "Misalnya, ada tukang bubur yang dulu tidak pernah pakai sarung tangan untuk mengambil makanan, tapi sejak pandemi menggunakan sarung tangan plastik. Botol penyanitasi tangan sudah jamak tersedia di meja, selain sambal dan saus," urainya.
Di samping itu, konsumen juga sudah terbiasa membawa penyanitasi tangan dan membersihkan tangan dulu sebelum makan. Beberapa, termasuk HalteMin, membawa peralatan makan sendiri walau ini sudah merupakan kebiasaan sejak sebelum pandemi.
"Tambahan kebiasaan konsumen yang dulu hampir tidak pernah terlihat adalah mereka membawa penyanitasi meja dan kursi, itu disemprotkan terlebih dulu sebelum duduk," imbuhnya.
Advertisement
Sosialisasi pada Pelanggan
MamaSan mengatakan bahwa pihaknya mengomunikasikan jaminan higienitas melalui media sosial dan dapat dilihat langsung oleh tamu yang datang. "Kami juga mulai melakukan penjualan makanan dalam kemasan dan mempromosikannya melalui website resmi dan WA broadcast untuk mengurangi kontak fisik sekaligus meningkatkan sales," tutur Kadek.
Di samping, pihaknya juga bekerja sama dengan layanan antar online dan memaksimalkan penggunaan transfer rekening. GAPMMI juga mengambil langkah serupa.
Pihaknya menyampaikan jaminan higienitas produk manufaktur makanan dan minuman melalui outlet penjualan, pamflet, brosur secara daring, media sosial, serta mencantumkan langsung di produk yang dimaksud.
Bowo mengungkap, mengedukasi dan membantu pelaku UMKM makanan tentang penerapan higienitas yang baik, sesuai kapasitas masing-masing, bisa jadi upaya kolektif yang dilakukan. Pemerintah, misalnya, bisa melakukan pelatihan, penyuluhan, dan pengawasan.
Sementara itu, masyarakat umum dan komunitas bisa membantu mengingatkan pelaku UMKM agar jangan kendor menerapkan prokes dan menjaga tingkat higienitas tempat usahanya.
"Ini penting karena belakangan banyak pelaku UMKM yang sepertinya sudah mulai lalai menjalankan prokes. Misalnya, kembali menggunakan contoh tukang bubur ayam yang lain, penjualnya tidak menggunakan masker, bahkan sarung tangan ketika melayani," ujarnya.
"Sebagai konsumen/publik/komunitas, kita berada di garda depan untuk membantu menerapkan prokes dan memelihara hygiene demi kepentingan bersama. Tapi, tanpa edukasi dan penyuluhan, serta pengawasan pemerintah, para pelaku UMKM belum tentu mau mendengarkan apa yang disampaikan konsumen. Jadi, ini memang tugas kita semua untuk memajukan UMKM makanan dan meningkatkan kualitasnya, terutama dalam kebersihan," tutupnya.
Infografis Kopi-Kopi Indonesia yang Jadi Primadona
Advertisement