5 Karya Warisan Budaya Takbenda Indonesia Asal Riau

Berikut rangkuman selengkapnya mengenai lima karya budaya asal Riau yang ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia.

oleh Putu Elmira diperbarui 01 Des 2021, 09:45 WIB
Diterbitkan 01 Des 2021, 09:03 WIB
lampu colok
Lampu colok dengan bentuk masjid, mendominasi penyalaan lampu colok sebagai penanda Ramadan sudah memasuki hari ke 27. (Foto : Liputan6.com / M Syukur)

Liputan6.com, Jakarta - Nusantara kaya akan karya budaya, salah satunya Riau. Sebanyak lima budaya dari provinsi ini ditetapkan sebagai Warisan Budaya Takbenda Indonesia 2021.

Karya budaya dari Riau ini didominasi dengan adat istiadat masyarakat, ritus, dan perayaan-perayaan. Lantas, apa saja daftarnya? Simak rangkuman selengkapnya seperti dikutip dari laman Warisan Budaya Kemdikbud, Rabu (1/12/2021), seperti di bawah ini.

1. Lampu Colok Bengkalis

Dahulu lampu colok sebagai sarana penerang jalan bagi warga Bengkalis, Riau yang ingin membayar zakat fitrah setiap malam 27 Ramadan ke rumah masyarakat atau pak lebai karena jalan diselimuti semak. Lampu colok terbuat dari bambu yang saat itu disebut obor.

Seiring perkembangan tradisi, lampu colok tak sebatas penerang jalan. Kini, lampu colok dibuat beragam model kreatif yang mengundang perhatian masyarakat dan berbentuk seperti miniatus masjid, lafaz Allah, ayat suci Al-Qur'an dan lainnya.

Ada nilai dan makna mendalam dari tradisi lampu colok, yakni semangat gotong royong. Baik yang generasi tua dan muda bergotong royong untuk membuat lampu colok tegak berdiri.

2. Syair Antau Kopa

Dikutip dari Lembaga Adat Melayu Riau, warga Pasir Pengaraian menyebut syair ini logu ilie borakik (lagu hilir berakit). Sebagian orang hilir Sungai Rokan menyebutnya logu tolak tigo (lagu talak tiga) karena syair lagu Antaukopa ini digunakan untuk memikat perempuan di kampung-kampung sehingga banyak juga rumah tangga yang hancur berantakan karena sebab syair lagu Antaukopa.

Lagu tersebut juga dikenal dengan nama lagu tapah kudong Kualoayong sebab ada syair lagu yang menyebutkan tapah kudong Kualoayong, tapah yang dimaksud di sini adalah orang yang berkuasa menawan hati para perempuan dan gadis-gadis di kampung-kampung dan rantau-rantau.

 

* Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

 

3. Mandi Shafar Rupat Utara

Mandi Shafar Rupat Utara
Mandi Shafar Rupat Utara (dok. mediacenter.riau.go.id)

Ritual Mandi Shafar adalah upaya spritual ke arah pendekatan diri pada sang pencipta yang dilakukan oleh masyarakat muslim di beberapa wilayah di Nusantara, seperti di Pulau Rupat Utara Kabupaten Bengkalis. Ritual rutin digelar setiap bulan safar tersebut dihadiri ratusan bahkan ribuan warga masyarakat.

Prosesi upacara ini dimulai dari pagi hari setelah subuh masyarakat menyiapkan peralatan yang dibutuhkan. Lalu, disiapkan sehelai daun atau selembar kertas yang kemudian diserahkan pada ketua kampung yang dianggap memiliki ilmu agama.

Proses Mandi Shafar dimulai dengan zikir bersama lalu dilakukan arak-arakan dengan kompang beserta delapan pasang anak yang merupakan perwakilan masing-masing desa menuju sumur tua yang tidak jauh dari pantai. Sumur tua ini tidak pernah kering, meskipun kemarau panjang dan airnya tidak terasa asin walaupun sumur itu berada di tepi laut.

4. Atib Koambai

Atib Koambai disebut juga ratib kerambai dan beberapa istilah lain yang pada umumnya bagi masyarakat Kubu asal mulanya adalah upacara ritual untuk menolak bala. Orang yang pertama kali menyelenggarakan dan sekaligus memimpin ritual ini adalah Datuk Kerambai atau Datuk Koambai.

Pada mulanya istilah Atib Koambai tidak ada, yang ada pada waktu itu adalah Ratib Tolak Bala yang dimulai dari sekitar pemukiman pengembara Teuku Abdullah Pasai semasa hidupnya. Ritual ini baru dilakukan ketika ada wabah penyakit, harimau menerkam manusia dan buaya memangsa manusia.

Mulanya tolak bala dilakukan pada waktu Kubu dilanda kemarau panjang dan hujan tiada turun selama setengah tahun. Keadaan itu menyebabkan banyak penyakit berjangkit dan banyaklah korban jiwa. Setelah dilaksanakan Ratib Tolak Bala, hujan pun turun selama satu hari satu malam. Hal ini menurut sejarahnya terjadi pada 1868.

 
 

5. Makan Bajambau Kampar

Makan Bajambau Kampar
Makan Bajambau Kabupaten Kampar, Provinsi Riau. (Tangkapan Layar Liputan6 SCTV)

Makan bejambau di Kabupaten Kampar merupakan tradisi makan bersama yang diawali dengan berdoa. Warga berkumpul dengan membawa jambau atau makanan dari rumah dan setiba di lokasi ditata berjajar.  Tradisi makan bajambau ini sudah berlangsung turun temurun dan hingga kini masih terjaga dengan baik di Kabupaten Kampar.

Infografis: Warisan Budaya Indonesia yang Sudah Diakui UNESCO

Infografis: Warisan Budaya Indonesia yang Sudah Diakui UNESCO
Infografis: Warisan Budaya Indonesia yang Sudah Diakui UNESCO
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya