Daya Tarik Belanja di Desa Wisata

Wisatawan bisa berbelanja beragam produk di desa wisata. Setiap desa wisata juga punya potensi dalam ranah ekonomi kreatif melalui kerajinan tangan dan produk-produk khasnya, seperti produk kuliner, yang bisa dijadikan oleh-oleh.

oleh Henry diperbarui 10 Des 2023, 08:34 WIB
Diterbitkan 10 Des 2023, 08:31 WIB
Desa.
Ilustrasi sebuah desa di kaki gunung. (Foto: Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta - Berkunjung ke desa wisata rasanya tak lengkap tanpa belanja oleh-oleh. Daya tarik desa wisata tak melulu soal atmosfer pedesaan yang bersahaja dan panorama alamnya yang memukau. Setiap desa wisata juga punya potensi dalam ranah ekonomi kreatif melalui kerajinan tangan dan produk-produk khasnya, seperti produk kuliner, yang bisa dijadikan oleh-oleh.

Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Sandiaga Uno mengatakan, pengembangan desa wisata yang menjadi salah satu program unggulan Kemenparekraf diharapkan menjadi lokomotif penggerak untuk pemulihan sektor pariwisata dan ekonomi kreatif.

"Program unggulan Kemenparekraf yang diharapkan bisa menyentuh masyarakat di seluruh nusantara, yaitu pengembangan 244 desa wisata yang kita targetkan hingga 2024 menjadi desa wisata mandiri. Kita harapkan juga desa wisata jadi penggerak ekonomi di berbagai daerah di Indonesia," kata Sandiaga Uno dalam The Weekly Bried with Sandi Uno, beberapa waktu lalu.

"Kita berharap wisatawan yang mendatangi desa wisata bukan hanya menikmati keindahan alam dan suasana pedesaan yang indah tapi juga melihat-lihat dan kemudian membeli produk-produk kreatif mereka. Sekarang ini desa wisata biasanya sudah punya tempat khusus buat menjual hasil kerajinannya, mulai dari kuliner sampai fesyen dan aksesori," lanjut Sandiaga Uno.

Salah satu contoh produk desa wisata yang termasuk suskes adalah produksi kopi di Desa Mriyan, Kecamatan Tamansari, Boyolali, Jawa Tengah yang dinamakam Kopi Gumuk. Usaha ini dijalankan sekelompok pemuda di desa tersebut.

Berkat potensinya yang besar dan banyak diminati, para pemuda di desa tersebut tidak lagi tergiur untuk mencari pekerjaan ke kota-kota besar di luar daerahnya. Mereka sekarang lebih memilih untuk tinggal di kampungnya sendiri dengan memberdayakan tanaman hortikultura yang bisa dijadikan penghasilan, termasuk kopi.

"Kami punya konservasi anggrek Merapi, budidaya kopi dan tanaman asli merapi seperti pohon Dadap Duri, salah satu favorit makanan untuk satwa lutung Jawa atau lutung Merapi yang banyak menampung air," terang Ketua Kelompok Karya Muda Komunitas Petani Konservasi Dukuh Gumuk, Desa Mriyan pada Liputan6.com, Sabtu, 9 Desember 2023.

 

Produk Unggulan Desa Wisata

Danone-Aqua Mengelola Sumber Daya Air di Daerah Aliran Sungia Pusur, Klaten dengan Menanam Ratusan Ribu Pohon, dari Durian sampai Anggrek
Danone-Aqua Mengelola Sumber Daya Air di Daerah Aliran Sungia Pusur, Klaten dengan Menanam Ratusan Ribu Pohon, dari Durian sampai Anggrek. (Liputan6.com/Henry)

Awalnya, Joko menginisiasi berdirinya Kelompok Karya Muda Dukuh Gumuk, Desa Mriyan, yang terdiri dari 11 pemuda desa pada 2016 untuk melakukan konservasi anggrek spesies khususnya di kawasan Taman Nasional Gunung Merapi yang hampir punah.

Saat ini sudah ada puluhan pohon anggrek Merapi yang dikembangkan oleh kelompok warga Mriyan, Boyolali. Anggrek tersebut terdiri dari 23 varian, salah satunya Vanda tricolor. Joko mengatakan jumlah varian anggrek Merapi seharusnya ada lebih dari 130 jenis.

Namun kopi tetap jadi produk unggulan. Selain dibeli oleh sejumlah produsen kopi terkemuka, mereka juga menjualnya secara eceran dan membuka kedai kopi di salah satu rumah warga. Suasana desa yang asri dan udara yang dingin meski di siang hari membuat kedai kopi ini termasuk ramai pengunjung, apalagi saat banyak wisatawan datang. Kedai tersebut juga menyediakan berbagai camilan seperti kue-kue tradisional untuk disantap.

Di sini memang udaranya dingin, di siang hari yang terik aja hawanya tetap dingin, jadi banyak yang minum kopi di sini. Kopinya kita roasting sendiri jadi benar-benar masih alami. Kita juga sediakan teh buat pengunjung yang tidak suka kopi,” terang Abdul, salah seorang pengelola kedai Kopi Gumuk.

"Kita juga menjual beberapa produk dari kopi Gumuk. Harganya cukup terjangkau, jauh lebih murah dari yang dijual di toko atau kafe, dan rasanya masih alami tanpa campuran bahan kimia dan pengawet," lanjutnya berpromosi.

 

Potensi Budaya Desa Wisata

Kopi Gumuk yang diproduksiwarga  Dukuh Gumuk, Desa Mriyan, Kecamatan Tamansari, Boyolali. (Istimewa)
Kopi Gumuk yang diproduksiwarga Dukuh Gumuk, Desa Mriyan, Kecamatan Tamansari, Boyolali. (Istimewa)

Desa wisatta lainnya yang cukup banyak menjual hasil atau produk kerajinannya adalah Desa Tlilir di Kecamatan Tlogomulyo, Kabupaten Temanggung, Jawa Tengah. Awalnya desa ini hanya dikenal lewat produksi tembakaunya. Namun menurut Fatur Rahman, Kepala Desa Tlilir, tembakau ini sifatnya musiman. Harus ada sisi lain yang harus digali dengan lebih kreatif agar perekonomian desa ini terus mengalir dan berdiri secara mandiri.

Ditambah lagi, membanjirnya produk tembakau dari China sangat menyumbat suplai tembakau dari desa yang berada di kaki Gunung Sumbing ini. Selain itu berimbas pula pada rendahnya harga tembakau, serta suplai daun tembakau dari Tlilir ini pun tak mampu keluar banyak ke pangsa pasar dalam negeri.

Pariwisata bisa menjadi salah satu pijakan rasional untuk menggerakan hal tersebut. Salah satunya dengan menggali potensi kebudayaan warisan leluhur seperti mulai dari tanam hingga panen raya tembakau.

"Jadi mulai dari tanam tembakau hingga panen raya itu ada ritualnya. Ini sudah menjadi tradisi leluhur. Saat musim tanam para warga bawa ingkung ke kebun sebagai ucapan terima kasih kepada yang Maha Kuasa," terang Fatur pada Liputah6.com, beberapa waktu lalu.

Ia menambahkan, Desa Tlilir memiliki annual event seni budaya yang terkait dengan tembakau. Jadi, tak salah jika Desa Tlilir mendeklarasikan diri sebagai Kampung Mbako (tembakau).

Event di Desa Wisata

Desa Tlilir Temanggung Gelar Festival Seni Budaya, Tlilir Art & Culture Festival 2023 dengan Panggung di Atap Rumah Warga
Desa Tlilir Temanggung Gelar Festival Seni Budaya, Tlilir Art & Culture Festival 2023 dengan Panggung di Atap Rumah Warga. foto: dok. Forwarekraf

Ia menambahkan, Desa Tlilir memiliki annual event seni budaya yang terkait dengan tembakau. Jadi, tak salah jika Desa Tlilir mendeklarasikan diri sebagai Kampung Mbako (tembakau).

Tak hanya tembakau, mereka juga menjual berbagai produk kerajinan dan fesyen, seperti kain, baju, kaus dengan beragam gambar unik, gelang, kalung, cincin. Ada pula produk kuliner seperti kerupuk, kopi dan kacang. Ada juga gerai kuliner seperti kopi dan kupat tahu. Hanya dengan Rp15 ribu, Anda bisa menyantap kupat tahu yang enak dan rasanya bikin nagih.

"Kita juga sudah mulai menggelar event seperti festival-festival buat menarik lebih banyak wisatawan dan jadi sarana promosi desa kita. Bulan September kemarin kita bikin Tlilir Art & Culture Festival, dan sambutannya sangat bagus. Pengunjungnya banyak, terus banyak yang belanja dan diliput sama media dan ada kunjungan dari Kemenparekraf juga," kata Fathur.

"Mudah-mudahan event-event seperti festival ini bisa membuat desa kita semakin dikenal. Tentunya kita juga harus lebih siap menyambut pengunjung dan lebih kreatif lagi dalam membuat berbagai produk dan event, harus terus berinovasi supaya lebih maju lagi," pungkasnya.

 

Infografis 6 Desa Wisata yang Wajib Dikunjungi
Infografis 6 Desa Wisata yang Wajib Dikunjungi (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya