Mengemas Wisata Edukasi di Museum dan Cagar Budaya, Lebih Atraktif Jadi Ruang Inklusif bagi Pengunjung

Museum dan cagar budaya di Indonesia akan bertransformasi. Museum bukan lagi sekadar ruang diam dan sepi yang menyimpan koleksi, tapi akan dikemas lebih atraktif serta jadi ruang inklusif bagi pengunjung.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 19 Mei 2024, 10:00 WIB
Diterbitkan 19 Mei 2024, 10:00 WIB
Museum Vredeburg di Yogyakarta.
Museum Vredeburg di Yogyakarta setelah revitalisasi. (Dok: Indonesian Heritager Agency (IHA))

Liputan6.com, Jakarta - Dulu museum identik sebagai ruang diam dan sepi yang menampilkan benda-benda antik purbakala dengan misteri dan cerita sejarahnya. Kini, museum telah berubah menjadi ruang yang lebih interaktif dengan bantuan teknologi dan narasi menarik.

Museum yang kebanyakan juga menempati sebuah bangunan cagar budaya bahkan akan dijadikan sebagai ruang inklusif yang akan menjadi ruang belajar terbuka dan inklusif tanpa memandang kelas maupun usia. Reimajinasi, kata tersebut menjadi semangat Indonesian Heritage Agency, sebagai lembaga yang kini telah resmi ditunjuk untuk mengemas ulang museum dan cagar budaya di Indonesia. 

IHA akan bertanggung jawab atas pengelolaan 18 museum dan 34 cagar budaya nasional, memastikan pelestarian dan pemanfaatan optimal warisan budaya Indonesia. Dalam peuncuran IHA, Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi, Nadiem Makarim mengatakan bahwa museum dan cagar budaya yang telah bertransformasi akan mendukung perwujudan pembelajar sepanjang hayat.

Masyarakat bahkan diajak berpartisipasi aktif dalam proses revitalisasi dunia permuseuman dan cagar budaya Indonesia. Sebab, menurutnya wajah museum saat ini terutama yang telah direvitalisasi sangat menggugah imajinasi, wawasan, dan pengetahuan pengunjungnya.

Nadiem pun memuji dan menyontohkan keberhasilan revitalisasi Museum Song Terus di Pacitan yang bisa menjadi acuan bagi pengelola museum di berbagaikota di Indonesia. "Jadikan museum dan cagar budaya sebagai tujuan wisata edukasi, dan bawa serta anak-anak kita untuk mengenal dan mempelajari jati diri bangsa dan akar budayanya," ajak Nadiem penuh antusias, saat peluncuran IHA di Yogyakata, Kamis malam, 16 Mei 2024.

Museum Lebih Menarik dengan Narasi Berbeda

Wajah baru Museum Vredeburg di Yogyakarta
Wajah baru Museum Vredeburg di Yogyakarta. (Dok: Indonesian Heritager Agency (IHA))

Direktur Jenderal (Dirjen) Kebudayaan, Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), Hilmar Farid, mengungkapkan tugas besar untuk mengelola kebudayaan ini memang tidak mudah. "Salah satu tugas besar ketika kita membicarakan Indonesian Heritage Agency sebagai Badan Layanan Umum (BLU) Museum dan Cagar Budaya," katanya saat konferensi pers peluncuran IHA di Yogyakarta, Kamis, 16 Mei 2024.

Lebih jauh Hilmar mengatakan, tiap museum nantinya akan memiliki narasi atau pengemasan yang berbeda dan disesuaikan dengan potensi masing-masing cagar budaya. Pihaknya pun akan melakukan manajemen koleksi dan konservasi, serta penanganan koleksi Museum Nasional Indonesia paska kebakaran. 

Untuk awalan, IHA sedang melakukan penataan wajah baru Museum Nasional Indonesia. Mereka sedang proses merevitalisasi Galeri Nasional Indonesia dan Museum Benteng Vredeburg (MBV). Termasuk dalam proyek ini pihak IHA juga telah menata lanskap dan tata pamer Museum Krikinal dan pembuatan amphiteater Museum Song Terus di Pacitan. 

Manajemen SDM dan Sistem Pembelian Tiket

Pengunjung sedang berada di Museum Vredeburg, Yogyakarta yang telah direvitalisasi
Pengunjung sedang melihat-lihat di ruang pamer Museum Vredeburg, Yogyakarta setelah direvitalisasi pada Kamis, (16/5/2024). (Dok: Liputan6.com/dyah)

Melihat tugas merevitalisasi museum dan cagar budaya, pihak IHA juga akan meningkatan kompetensi SDM pengelola museum. Pihaknya akan membuat Standar Operasional Prosedur (SOP), peningkatan layanan melalui sistem ticketing terpadu atau online ticketing dan manajemen pemanfaatan aset atau koleksi secara terpadu. 

Melalui sistem ticketing pengaturan di dalam museum akan terhindar dari kepadatan pengunjung. Kapasitas pengunjung tidak akan melebihi jumlah batasan tiket yang dijual per harinya. Hal ini juga menghindarkan dari kerusakan yang mungkin terjadi pada aset museum dan manajemen biaya pemeliharaannya.

Tetapi dikatakan Hilmar bahwa perlindungan aset menjadi hal utama. Kerusakan aset bisa terhindarkan dengan bantuan penggunaan teknologi yang menampilkan koleksi lewat video maupun tayangan atraktif. 

Di kesempatan yang sama, Pelaksana Tugas (Plt.) Kepala IHA, Ahmad Mahendra, menambahkan bahwa konsep reimajinasi IHA digagas berdasarkan Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2017 tentang Pemajuan Kebudayaan. Secara detail, ia menjelaskan tiga pilar reimajinasi tersebut.

Pertama adalah reprogramming, dengan memprogram ulang koleksi dan kuratorial, mempertajam narasi besar dari setiap museum dan cagar budaya. Hal ini menurutnya untuk memastikan bahwa kisah-kisah yang diceritakan tidak hanya berakar dalam sejarah, tetapi juga relevan dengan konteks sosial dan budaya saat ini. 

Pelestarian Aset Museum dan Cagar Budaya untuk Generasi Selanjutnya

Pengunjung sedang melihat-lihat di ruang pamer Museum Vredeburg, Yogyakarta
Pengunjung sedang melihat-lihat di ruang pamer Museum Vredeburg, Yogyakarta setelah direvitalisasi pada Kamis, (16/5/2024). (Dok: Liputan6.com/dyah)

Kemudian tiap museum akan menciptakan sebuah narasi yang berkelanjutan dan dinamis, menghubungkan masa lalu dengan masa depan. Kedua, redesigning oleh IHA merupakan bentuk perancangan ulang untuk memperkaya pengalaman pengunjung.

Untuk itu pengemasan museum dan cagar budaya akan mengutamakan estetika, keselamatan, dan kenyamanan, serta penghormatan terhadap koleksi warisan budaya. Perancangan ulang akan mematuhi standar human design yang menghormati setiap koleksi, dengan memaksimalkan keterlibatan pengunjung.

Lebih lanjut, IHA juga akan mengintegrasikan kaidah-kaidah konservasi cagar budaya, memastikan bahwa revitalisasi memelihara integritas warisan budaya. Ketiga yaitu reinvigorating bermaksud membawa semangat baru ke dalam kapasitas lembaga. 

Reimajinasi museum dan cagar budaya, akan melibatkan berbagai pihak dan pemangku kepentingan. Hal ini untuk memastikan setiap langkah dalam proses reimajinasi yang berjalan tidak hanya bermakna dan bermanfaat untuk generasi saat ini, tapi juga untuk generasi di masa mendatang.

"Keterlibatan masyarakat, khususnya mereka yang hidup berdampingan dengan museum dan cagar budaya, menjadi prioritas. Hal ini kita lakukan untuk memastikan keberlanjutan menjadi kunci utama," kata Mahendra.

Infografis Kasus Kecelakaan Bus Pariwisata Saat Study Tour
Infografis Kasus Kecelakaan Bus Pariwisata Saat Study Tour.  (Liputan6.com/Abdillah)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya