Jangan Sekadar Meregulasi, Pemerintah Diminta Lebih Gencar Promosi Benefit Sertifikasi Halal

Industri halal di Indonesia harus menyadari bahwa sertifikasi ini merupakan sebuah nilai tambah dari produknya.

oleh Dyah Ayu Pamela diperbarui 10 Jan 2025, 11:01 WIB
Diterbitkan 10 Jan 2025, 11:01 WIB
Usai Raih Sertifikasi Halal, Perusahaan Kuliner Multi-Brand Percepat Ekspansi Moon Chicken.
Usai Raih Sertifikasi Halal, Perusahaan Kuliner Multi-Brand Percepat Ekspansi Moon Chicken. foto: istimewa

Liputan6.com, Jakarta - Kewajiban sertifikasi halal produk F&B (makanan dan minuman) bagi semua pemilik bisnis masih terus digulirkan, dengan tenggat waktu hingga Oktober 2026. Pelonggaran tersebut saat ini juga diiringi gencarnya sosialisasi yang dilakukan lembaga Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH). 

Apa lagi langkah pemerintah yang membangkitkan kesadaran pelaku industri terkait sertifikasi halal? Menjawab hal itu, Direktur Strategi dan Operasional LPH LPPOM, Sumunar Jati mengatakan industri halal di Indonesia harus menyadari bahwa sertifikasi ini merupakan sebuah nilai tambah dari produknya.

Ia menilai bahwa regulasi dan sosialisasi yang dilakukan pemerintah sudah baik, tetapi perlu terus digencarkan. Salah satunya dengan menunjukkan manfaat yang dirasakan pelaku usaha dari menjalankan kewajiban tersebut.

"Bukan sekadar mengikuti regulasi. Kalau bisa, negara kita ini punya lembaga promosi untuk produk halal kita," sebutnya saat ditemui Tim Lifestyle Liputan6.com usai Penyerahan Sertifikasi Halal The People's Cafe di kawasan Jakarta Pusat, Kamis, 9 Januari 2025.

Ia mencontohkan Malaysia yang memiliki Halal Development Center (HDC) sebagai lembaga yang mempromosikan produk halal di negara itu. "Bukan ngomong sertifikasi malah, justru promosi produk Malaysia itu bagus, halal gitu. Akhirnya kan kebutuhan ekspor itu naik ya ketika ada promosi ini di berbagai negara terutama Muslim di Timur Tengah, Halal Hub," paparnya.

Dengan cara itu, para pengusaha di Malaysia berkeinginan mengurus sertifikasi halal. "Ini harus dikelola pemerintah ya, mempromosikan produk halal kita. Jadi tidak berhenti ya sertifikat halal itu," terangnya. 

 

Halal Sudah Jadi Kebutuhan Pasar Dunia

Hotel Alexandra di Hong Kong memiliki restoran yaitu Cafe A yang sudah tersertifikasi halal
Hotel Alexandra di Hong Kong memiliki restoran yaitu Cafe A yang sudah tersertifikasi halal. (Dok: Liputan6.com/dyah pamela)

Lebih lanjut, pria yang akrab disapa Jati ini mengatakan bahwa halal sudah menjadi kebutuhan pasar dunia. Bahkan, banyak negara dengan penduduk muslim minoritas, seperti China dan Korea Selatan, memiliki lembaga untuk memberikan sertifikasi halal.

"Harusnya kita bangga punya Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang standar-standarnya sudah diadopsi juga oleh negara-negara itu (non-Muslim) China dan Korea, sehingga mereka tahu bahwa selain produk quality-nya bertambah bagus ya. Mereka ingin menambahkan value halal ini," terang Jati.

Menurut dia, negara minoritas Muslim meski tidak ada kewajiban untuk sertifikasi halal, industrinya melihat adanya arah kebutuhan pasar untuk produk halal tersebut. "Sehingga penetrasinya ke mana-mana, termasuk kita yang masih menjadi pasar dan negara Timur Tengah termasuk negara lain," ungkapnya lagi.

Melihat antusiasme pelaku industri F&B dari negara asing terkait potensi halal tersebut, ia pun menilai industri halal di Indonesia masih kurang digenjot. "Nilainya bukan di sertifikasi tapi di industri halal-nya," cetusnya lagi. 

Tahapan Sertifikasi Halal pada Produk

Esteh Indonesia Telah Tersertifikasi Halal dari MUI. (ist)
Esteh Indonesia Telah Tersertifikasi Halal dari MUI. (ist)

Undang-Undang Nomor 33 Tahun 2014 Pasal 4 tegas menyatakan bahwa seluruh produk yang masuk, beredar dan diperdagangkan di wilayah Indonesia wajib bersertifikat halal, dengan batasan dan ketentuan yang jelas. Pelaksanaan Undang-Undang tersebut pun masih bertahap.

Produk pertama yang wajib untuk sertifikasi adalah indistri makanan dan minuman dulu, kemudian kosmetik dan obat-obatan, serta barang gunaan. Obat masih akan diterapkan pada 2026 hingga 2030.

Menurut Pasal 1 Undang-undang tersebut, produk adalah barang dan/atau jasa yang terkait dengan makanan, minuman, obat, kosmetik, produk kimiawi, produk biologi, produk rekayasa genetik, serta barang gunaan yang dipakai, digunakan, atau dimanfaatkan oleh masyarakat. Sedangkan, jasa meliputi penyembelihan, pengolahan, penyimpanan, pengemasan, pendistribusian, penjualan, dan/atau penyajian.

Sebelumnya, kewajiban sertifikasi halal ditunda yang semula wajib dilaksanakan pada 18 Oktober 2024 menjadi Oktober 2026. Kebijakan kelonggaran yang diberikan terkait sertifikat halal harus dilakukan, lantaran banyak pelaku usaha yang belum benar-benar siap.

"Produk impor juga diberi kelonggaran hingga maksimal 17 Oktober 2026 menyesuaikan dengan kesiapan akreditasi lembaga sertifikasi luar negeri," ungkap Direktur Utama LPPOM, Muti Arintawati, dalam wawancara tertulis pada Jumat, 8 November 2024.

Edukasi Pelaku Industri F&B

McDonald's Indonesia Raih Sertifikasi Halal Sepanjang Masa: Buktikan Komitmen untuk Pelanggan
Penyerahan Sertifikat Halal BPJPH untuk McDonald's Indonesia pada Kamis, 14 Maret 2024 di McDonald's Salemba, Jakarta Pusat. (dok. McDonald's Indonesia)

Untuk mendukung sertifikasi halal terutama UMKM, LPPOM juga mendorong pemerintah untuk terus mengupayakan ruang edukasi hingga fasilitasi pembiayaan, khususnya bagi produk yang kritis dan berada di hulu seperti jasa sembelih atau Rumah Potong Hewan/Unggas (RPHU). "Jika sektor tersebut telah terpenuhi, maka UMKM penggunanya akan lebih mudah mendapatkan bahan baku bersertifikat halal," katanya lagi.

Masalah utama yang jadi kendala yaitu biaya yang harus dikeluarkan pelaku bisnis. Muti menyebut bahwa terkait pembiayaan perlu ditekankan bahwa saat ini ada dua jalur proses sertifikasi, yaitu self-declare dan regular. "Secara rinci, tarif sertifikasi halal tercantum dalam Keputusan Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal Nomor 14 Tahun 2024," tuturnya.

Ia memaparkan bahwa sertifikasi halal self-declare mencakup pendaftaran, pemeriksaan kelengkapan dokumen, lembaga pendampingan proses produk halal, pendamping proses produk halal, penyelenggaraan sidang fatwa kehalalan produk oleh Komite Fatwa Produk Halal dan penerbitan sertifikat halal. Biaya tersebut akan ditanggung pemerintah hingga Rp0,00 (nol rupiah) atau tidak dikenai biaya dengan mempertimbangkan kemampuan keuangan negara.

Adapun untuk sertifikasi halal jalur regular, tarif sertifikasi halal mencakup pendaftaran, pemeriksaan kelengkapan dokumen, pemeriksaan kehalalan produk oleh Lembaga Pemeriksa Halal (LPH), penyelenggaraan sidang fatwa kehalalan produk dari MUI, penerbitan sertifikat halal.

 

Infografis Alur Pengajuan Sertifikasi Halal Self Declare
Infografis alur pengajuan sertifikasi halal self declare. (dok. BPJPH)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya