Pencarian AirAsia QZ8501 Hari Kedua Nihil

Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) TNI AL Laksamana Pertama Manahan Simorangkir, tumpahan minyak yang ditemukan bukan dari AirAsia.

oleh Nadya IsnaeniRizki GunawanHanz Jimenez SalimMoch Harun SyahOscar FerriDian KurniawanPutu Merta Surya Putra diperbarui 30 Des 2014, 00:07 WIB
Diterbitkan 30 Des 2014, 00:07 WIB
Ilustrasi Pesawat AirAsia hilang (4)
Ilustrasi Pesawat AirAsia hilang

Liputan6.com, Jakarta - Keberadaan dan jejak pesawat AirAsia QZ8501 yang hilang kontak sejak Minggu 28 Desember 2014 masih nihil. Pesawat hanya diduga berada di Tanjung Pandan, Belitung Timur dan Pontianak, Kalimantan Barat.

Badan SAR Nasional (Basarnas) pada Senin 29 Desember mendapatkan 2 sinyal darurat yang memancar dari perairan di sekitar rute pesawat Air Asia QZ8501 tujuan Surabaya-Singapura. Kedua sinyal itu didapatkan dari 2 lokasi berbeda.

Namun setelah dicek, Kepala Basarnas Marsekal Madya FHB Soelistyo memastikan, sinyal darurat itu bukan berasal dari Emergency Locater Transmitter (ELT) dari pesawat AirAsia QZ8501. Melainkan berasal dari Personal Locator Beacons (PLB).

Sedangkan dalam pencarian selama 10 jam di udara, tumpahan minyak yang ditemukan salah satu pesawat hercules juga bukan dari AirAsia.

"Kami sudah konfirmasi ke tim di lokasi pencarian. Jadi itu tak ada apa-apa. Bukan tumpahan minyak yang serius. Bukan dari AirAsia," kata Kepala Dinas Penerangan (Kadispen) TNI AL Laksamana Pertama Manahan Simorangkir.

Pencarian pesawat juga masih terhalang cuaca ekstrem. Di Kota Pontianak, dan Kabupaten Kubu Raya, hujan terjadi sejak pagi hingga siang masih terus mengguyur.

"Cuaca buruk hari ini. Boeing milik TNI AU saja balik lagi. Kita tetap standby," ujar Kepala Sub Seksi Operasi SAR Pontianak Yulius Cahyono di Posko Basarnas Kantor SAR Pontianak di Pangkalan Udara Supadio, Senin (29/12/2014)

Pencarian yang dilakukan kapal KN 224 yang mengangkut anggota Badan SAR Nasional (Basarnas) di Selat Karimata pun nihil. Kapten Kapal, Ahmad mengatakan, 5 kapal yang dikerahkan juga tak menemukan apa-apa pada Senin ini.

"Semua laporan masuk baik itu dari Pangkal Pinang, Palembang, Pontianak, Belitung, serta kita sendiri dari Jakarta semua berakhir nihil. Namun, kita tetap melakukan pencaharian," ujar Kapten Ahmad.

Bukan hanya nihil, tanda-tanda pesawat AirAsia QZ8501 yang diperkirakan jatuh, tidak tampak, baik itu peralatan pesawat, maupun tanda-tanda lain. "Koper, ataupun sampah pesawat tidak diketemukan. Namun, kita tidak akan berhenti di sini masih ada waktu 5 hari lagi," jelas dia.

Status Terakhir Penumpang Sebelum Hilang

Keluarga penumpang AirAsia yang hilang sejak Minggu 28 Desember menggelar doa bersama. Mereka berdoa untuk keselamatan sanak saudara dan supaya pesawat segera ditemukan.

Para anggota keluarga, sahabat, dan tetangga berkumpul di rumah pilot pesawat maskapai AirAsia QZ8501 Iriyanto di Perumahan Pondok Jati, Kecamatan Buduran, Sidoarjo, Jawa Timur.

Menurut seorang tetangga bernama Bagrianto, selain sibuk sebagai pilot, Kapten Iriyanto juga dikenal aktif sebagai pengurus masjid di dekat rumahnya. Dia kerap berkecimpung menjadi relawan untuk membantu segala kegiatan masjid.

Orangtua Dona Indah Nurwatie, juga menggelar doa bersama di kediamannya, Jalan Simpang Gading nomor 16 Kota Malang, Jawa Timur. Dona Indah Nurwatie bersama suaminya, Gusti Made Bobi Sidharta dan 2 anaknya Gusti Ayu Putriyana Permata (16) dan Gusti Ayu Made Keisha Putri (9) menumpang pesawat nahas tersebut untuk berlibur di Singapura.

Oscar Desano, salah satu pramugara pesawat maskapai AirAsia yang menghilang sejak Minggu pagi kemarin memiliki istri yang tengah hamil. Dalam status jejaring sosial Path terakhir, Oscar mengungkapkan tengah berlibur bersama istrinya, Dessy, yang tengah hamil. Sang istri sedang mandi di bak Jacuzzi. "Jacuzzi time for Bumil and Baby L..." tulis Oscar dalam akun Path, yang dikutip Liputan6.com, Senin (29/12/2014).

Dari Papua, Presiden Jokowi tiba di kantor Basarnas, Jakarta. Di sana, dia mengungkapkan rasa keprihatinannya atas hilangnya pesawat Airasia rute Surabaya-Jakarta pada 28 Desember 2014 kemarin.

"Kita mohon agar seluruh keluarga diberikan kelapangan dan kesabaran. Terus berdoa agar upaya kita dalam pencarian ini mendapatkan kejelasan," tandas Jokowi.

Sedangkan Wakil Presiden Jusuf Kalla yang mendatangi Posko Crisis Center di Bandara Juanda, Jawa Timur menegaskan, pemerintah tidak akan menghentikan pencarian hingga pesawat dan seluruh penumpangnya benar-benar ditemukan.

Bahaya Awan cumulonimbus

AirAsia QZ850 rute Surabaya-Singapura diduga sempat berusaha menghindari awan cumulonimbus sebelum menghilang pada 28 Desember 2014, sehingga meminta izin kepada Air Traffic Controller (ATC) Bandara Internasional Soekarno Hatta untuk naik ketinggian dan berbelok kiri dari jalur. Tak lama setelah minta izin, pesawat hilang kontak.

Cumulonimbus merupakan awan dengan massa besar. Bentuk awan ini seperti bunga kol besar berwarna abu-abu yang menggantung di langit.

Executive Advisor Asosiasi Pilot Garuda (APG) Kapten Shadrach M Nababan menjelaskan, awan ini menjadi ancaman bagi proses penerbangan jika berada pada lintasan pendaratan pesawat. Karena awan jenis ini bisa memicu terbentuknya wind shear dan microburst.

Wind shear merupakan perubahan arah dan kecepatan angin yang terjadi tiba-tiba. Sementara microburst adalah angin yang menghempas ke bawah dan turun ke tanah yang menyebabkan perbedaan atau penyimpangan angin yang kuat. Microburst mampu menghasilkan angin lebih dari 100 mph dan bisa menyebabkan kerusakan yang signifikan. 

Kadispen TNI AL Laksamana Pertama Manahan Simorangkir mengatakan, memang bukan perkara mudah untuk melewati awan cumulonimbus tersebut. Apalagi sampai harus menembusnya. Kalau salah dan spesifikasi pesawat tidak mumpuni bisa meledak‎ saat menembus awan.

Ketua Umum Perhimpunan Dokter Spesialis Penerbangan dr Soemardoko Tjokrowidigdo SpM, SpKP mengingatkan kalau faktor manusia yang paling berisiko menyebabkan kecelakaan di udara.

"Dalam kasus AirAsia ini memang ada faktor alam. Awan Cumulonimbus itu berbahaya, harus dihindari. Pilot juga saya rasa sudah tahu bahaya itu makanya dia minta belok dan menaikkan ketinggian. Kendati demikian, dibandingkan dengan faktor alam, sebenarnya faktor manusia (human factor) yang paling berpengaruh saat terjadinya kecelakaan di udara. Artinya 80 persen kecelakaan bisa dicegah selama prosedur pencegahan dilakukan dengan baik," kata Soemardoko. (Mvi)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya