20 Kapal Illegal Fishing Siap Ditenggelamkan TNI AL Bulan Ini

KSAL Laksamana TNI Ade Supandi mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan KKP untuk menentukan tanggal eksekusinya.

oleh Audrey Santoso diperbarui 14 Mei 2015, 03:05 WIB
Diterbitkan 14 Mei 2015, 03:05 WIB
penenggelaman kapal
2 Kapal berbendera Papua Nugini ditenggelamkan di Selat Ambon, Maluku. (setkab.go.id)

Liputan6.com, Jakarta - 20 Kapal nelayan asing yang menangkap ikan secara ilegal di perairan Indonesia akan ditenggelamkan pada bulan ini. Kapal-kapal tersebut adalah hasil tangkapan gabungan TNI AL Komando Armada Barat dan Timur.

Kepala Staf Angkatan Laut (KSAL) Laksamana TNI Ade Supandi mengatakan, pihaknya akan berkoordinasi dengan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti, untuk menentukan tanggal eksekusinya.

"Kita nanti harus menenggelamkan kapal ikan, Mei ini ada banyak kapal ikan yang kita tenggelamkan, sekitar 20 kapal. Saya akan sampaikan ke Ibu Susi. Banyak yang bodong, artinya tidak ada surat sama sekali di wilayah barat dan timur," ujar Ade usai menghadiri penandatanganan nota kesepahaman TNI dan BNN di Aula Gatot Subroto, Mabes TNI Cilangkap, Jakarta Timur, Rabu 13 Mei 2015.

Ade menuturkan, pihaknya sudah melakukan pengamanan untuk mencegah masuknya imigran gelap di perairan. Terkait masuknya pengungsi Rohingya, Ade membantah TNI AL kecolongan. Karena sebelumnya pihaknya mendapatkan informasi terjadi pendaratan kapal yang cenderung dalam jumlah banyak di Lhokseumawe, Aceh.

"Begitu saya dapat inforamasi ada pendaratan yang cenderung jumlahnya banyak dari Pangmabar (Panglima Armada Barat), ia melapor kepada saya dan kita selidiki ternyata ketemu," ungkap Ade.

Memagari Perairan Dengan Kapal Patroli

Ade mengatakan, wilayah perairan RI berada di tengah jalur perdagangan dunia. Letaknya yang strategis ini memiliki dampak buruk, karena menjadikan wilayah rawan tindak kriminal lintas negara, seperti penyelundupan manusia, barang ilegal, hingga narkoba.

Maka itu, kata Ade, langkah paling baik untuk mencegah kejahatan masuk lewat perairan RI adalah memagari sepanjang garis pantai nusantara dengan kapal patroli.

"Negara kita itu rawan, contohnya penyelundupan di Sumatera Barat bisa datang dari utara misalnya India, Thailand, Malaysia. Di Kepulauan Riau bisa dari Vietnam atau Singapura. Yang paling bagus ya kita pagari, dan itu butuh kapal banyak," ujar Ade.

Menurut Ade, TNI AL pernah merumuskan maksimalisasi penjagaan wilayah air dengan pola pagar, yakni membutuhkan sekitar 500 kapal patroli dengan penempatan kapal di setiap jarak 30 mil dari bibir pantai. Sedangkan, pihaknya sejauh ini hanya bisa menargetkan pengadaan 44 kapal patroli jenis Offshore Patrol Vessel.

"Saat ini, kapal patroli ditargetkan minimal 44 unit. Kalau mau memagari perlu 500 kapal yang ditaruh setiap jarak 30 mil," jelas dia.

Ade mengatakan, untuk menambah jumlah kapal patroli, banyak hal yang harus dipertimbangkan. Mulai dari pengaturan operasi, hingga kebutuhan bahan bakar.

"Bagaimana pengaturan operasinya di laut. Kita juga masih ketergantungan bahan bakar, ke sana ke mari kan perlu bahan bakar. Itu harus cukup. Kemudian pola operasi, lalu informasi intelijen harus bagus," tutup Ade. (Rmn)

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya