Korupsi Kementerian ESDM, Saksi Akui Diarahkan oleh Eks Sekjen

Ego mengaku pernah dititipkan kegiatan Kementerian ESDM di Pusdatim‎ melalui Kepala Biro Keuangan Didi Dwi Sutrisnohadi‎.

oleh Oscar Ferri diperbarui 03 Jun 2015, 17:34 WIB
Diterbitkan 03 Jun 2015, 17:34 WIB
Kesaksian Ego Syahrial di Sidang Lanjutan Waryono Karno
Waryono Karno mendengarkan keterangan saksi dalam sidang lanjutan di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (3/6/2015). Empat orang saksi dihadirkan diantaranya Dirjen Energi Baru dan Terbarukan Kementerian ESDM Rida Mulyana. (Liputan6.com/Helmi Afandi)

Liputan6.com, Jakarta - Mantan Kepala Pusat Data dan Informasi (Pusdatim) Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ego Syahrial dihadirkan sebagai saksi oleh jaksa penuntut umum. Dia dihadirkan dalam sidang kasus dugaan korupsi kegiatan sosialisasi, sepeda sehat, dan perawatan gedung pada Kesekretariatan Jenderal Kementerian ESDM dengan terdakwa Waryono Karno.

Dalam kesaksiannya, Ego menyebut, Waryono saat masih menjabat Sekretaris Jenderal Kementerian ESDM pernah memberi arahan khusus yang wajib dilakukan. Ego mengaku pernah dititipkan kegiatan kementerian di Pusdatim‎ melalui Kepala Biro Keuangan Didi Dwi Sutrisnohadi‎.

"Pada saat itu Kepala Biro Keuangan Didi Dwi mengatakan ada arahan Sekjen untuk menitipkan kegiatan sosialisasi hemat energi di Pusdatim," ujar Ego di Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (3/6/2015).

Saat itu Ego yang masih menjabat sebagai Pelaksana tugas (Plt) Kepala Pusdatim sempat menolak arahan tersebut. Ego mengaku enggan kegiatan sosialisasi hemat energi itu masuk ke dalam pos pekerjaannya. Namun, sambung dia, Didi Dwi tetap meminta agar arahan Waryono itu diikuti.‎

"Pak Didi di ruang saya menyampaikan hal tersebut. Saya bilang lho jangan saya," ujar Ego.

Dia melanjutkan, Didi Dwi yang juga datang bersama Kepala Bidang Pemindahtanganan, Penghapusan dan Pemanfaatan Barang Milik Negara (PPMN) Kementerian ESDM Sri Utami itu menegaskan kepada Ego bahwa kegiatan arahan itu akan dikomandoi oleh Sri.

"Karena Pak Didi bawa Bu Sri, ini titipan Sekjen diminta ditaruh di Pusdatim," ujar Ego.

Ego menjelaskan, kegiatan sosialisasi hemat energi itu dilakukan di 5 provinsi. Yakni Banten, Jawa Barat, DKI Jakarta, Jawa Tengah, dan Jawa Timur.‎

Disebut Kelola 'Duit Haram'

Sementara itu, mantan Kepala Biro Keuangan Kementerian ESDM Didi Dwi Sutrisnohadi mengakui jika Waryono Karno saat menjabat sebagai Sekretaris Jenderal menunjuk Sri Utami menjadi koordinator kegiatan satuan kerja di Kesekretariatan Jenderal Kementerian ESDM.

Di situ, imbuh Didi Dwi, Sri mendapat tugas untuk mengelola lalu mengkoordinir kegiatan pengadaan barang dan jasa untuk mengumpulkan dana-dana haram. Sebab, banyak kegiatan yang disertai 'uang terima kasih'.

Hal itu diungkapkan Didi Dwi saat bersaksi dalam sidang kasus dugaan korupsi kegiatan sosialisasi, sepeda sehat, dan perawatan gedung pada Kesekretariatan Jenderal Kementerian ESDM dengan terdakwa Waryono Karno.

"Beliau (Waryono) meminta agar seluruh kegiatan pengadaan barang jasa itu agar dikoordinasikan oleh Sri Utami selaku koordinator pelaksanaan anggaran. Agar misalnya ada 'uang terima kasih' atau apa itu bisa optimal oleh Bu Sri Utami," ujar Didi Dwi di ruang sidang Pengadilan Tipikor, Jakarta, Rabu (3/6/2015).

Didi Dwi menjelaskan, Waryono memang menginstruksikan pengumpulan dana dari kegiatan-kegiatan biro di Setjen Kementerian ESDM. Yang kemudian digunakan untuk kegiatan-kegiatan yang tidak bisa menggunakan anggaran Kementerian ESDM.

"Saya ingat entah itu di rapat inti atau rapat apa. Saya ingat memang Pak Sekjen pernah berbicara bahwa ini perlu dana untuk membiayai kegiatan-kegiatan yang tidak dapat dibiayai dengan APBN," kata Didi Dwi.

Dari uang yang terkumpul, lanjut Dwi, juga ada yang digunakan untuk pencitraan kementeriannya. Kata Dwi, Waryono bilang bahwa dana untuk pencitraan ini, terutama untuk Menteri ESDM saat itu, Jero Wacik, butuh biaya besar.

"Dalam rangka pencitraan kementerian seingat saya Pak Sekjen bilang ini pencitraan perlu dana gede ini, untuk media dan untuk lain-lain," tutur dia.

Meski begitu, Didi Dwi mengaku tak mengetahui bagaimana proses pengumpulan dana oleh Sri itu. Yang jelas, setiap kegiatan harus dikoordinasikan dengan Sri.

"Pada waktu Pak Sekjen meminta agar biro-biro segera membuat kegiatan-kegiatan apa saja yang perlu dikoordinasikan dengan Sri Utami," tandas Didi.

Sri Utami yang juga Kepala Bidang Pemindahtanganan, Penghapusan dan Pemanfaatan Barang Milik Negara (PPBMN) Kementerian ESDM dalam persidangan 1 Juni 2015 sebelumnya mengungkap adanya dana-dana insidentil untuk kegiatan operasional kementeriannya. Dana ini digunakan untuk pencitraan Menteri ESDM saat itu Jero Wacik sampai biaya main golf sang menteri.

Korupsi Kementerian ESDM

Waryono Karno bersama-sama dengan Sri Utami didakwa melakukan perbuatan melawan hukum yakni memerintahkan pengumpulan dana untuk membiayai kegiatan pada Sekretariat Jenderal KESDM yang tidak dibiayai APBN.

Waryono disebutkan memerintahkan pemecahan paket pekerjaan untuk menghindari pelelangan umum dalam tiga kegiatan. Pertama, Kegiatan Sosialisasi Sektor Energi dan Sumber Daya Mineral Bahan Bakar Minyak Bersubsidi tahun 2012, Kegiatan Sepeda Sehat dalam Rangka Sosialisasi Hemat Energi Tahun 2012, dan ketiga kegiatan Perawatan Gedung Kantor Sekretariat ESDM Anggaran 2012.‎

‎Dalam dakwaan pertama, jaksa mendakwanya telah memperkaya diri sendiri, orang lain, dan korporasi. Atas perbuatannya itu, dia didakwa telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 11.124.736.447.

Waryono diancam pidana dalam Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana diubang dengan Undang-Undang Nomor 20 tahun 2001 tentang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Jo Pasal 65 ayat 1 KUHP.

Pada dakwaan kedua, Waryono didakwa telah memberikan suap sebesar US$ 140.000 kepada Sutan Bhatoegana selaku ketua Komisi VII DPR. Perbuatan Waryono tersebut diatur dan diancam pidana dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a subsidair Pasal 13 UU Tipikor.‎

Dakwaan terakhir, Waryono disebut telah menerima gratifikasi berupa uang sebesar US$ 284.862 dan US$ 50.000. Perbuatan terdakwa tersebut diatur dan diancam pidana dalam pasal 12 B UU Tipikor. (Ndy/Yus)

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya