Soal Gugatan UU Kepolisian, Polri Usut Dugaan Tanda Tangan Palsu

Polri akan meminta keterangan 13 orang saksi untuk mengungkap dugaan tanda tangan palsu tersebut.

oleh Oscar Ferri diperbarui 13 Okt 2015, 21:14 WIB
Diterbitkan 13 Okt 2015, 21:14 WIB
Sejumlah warga memanfaatkan layanan pembuatan dan perpanjangan STNK keliling di Pekan Raya Jakarta, Jakarta Pusat, Sabtu (3/7). (Antara)

Liputan6.com, Jakarta - Kepala Korps Lalu Lintas (Kakorlantas) Polri Inspektur Jenderal Pol Condro Kirono mengatakan, pihaknya tengah menindaklanjuti dugaan tanda tangan palsu dari kuasa hukum pemohon uji materi kewenangan penerbitan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kendaraan (STNK), dan Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BKPB).

"Yang jelas temuan dari Majelis Hakim MK terhadap kemungkinan adanya tanda tangan yang dipalskukan oleh salah satu kuasa hukum sudah ditindaklanjuti oleh Polri," kata Condro usai sidang di Gedung MK, Jakarta, Selasa (13/10/2015).

Menurut Condro, dugaan tanda tangan palsu itu masih dalam proses saat ini. Dalam arti masih dalam tahap penyelidikan yang sangat terbuka kemungkinan naik ke penyidikan.

"Pasti akan ditindaklanjuti. Mulai dari penyelidikan sampai nanti penyidikan. Masih dalam proses. Dan nanti disampaikan (ke MK)," kata Condro.

Dia mengatakan, pihaknya pada Kamis 15 Oktober nanti akan memintai keterangan 5 orang saksi, dan Jumat 16 Oktober memintai keterangan 8 orang saksi lagi. Keterangan mereka diperlukan terkait dugaan tanda tangan palsu ini.

"Kamis kita akan mintai keterangan 5 orang, dan Jumat 8 orang lagi terkait dugaan tersebut. Kita akan terus tindak lanjuti dugaan tanda tangan palsu itu," kata Condro.

 

Hakim Konstitusi Maria Farida Indrati sebelumnya menemukan adanya indikasi tanda tangan palsu dari permohonan uji materi UU Polri dan UU LLAJ ini. Maria mencurigai, tanda tangan para kuasa hukum pemohon seperti ditandatangani oleh 1 orang saja.

"Tanda tangan para kuasa hukumnya saya melihatnya seperti ditandatangani oleh satu orang dalam perbaikan permohonan. Karena ini berbeda sekali dengan permohonan awal," ujar Maria di dalam sidang di Gedung MK, Jakarta, Kamis 1 Oktober 2015.

Ketua Majelis Hakim Konstitusi Arief Hidayat juga meminta Polri mengecek kebenaran tanda tangan tersebut. Sebab, ini bisa dikategorikan sebagai tindak pidana.

Namun karena ini bukan delik aduan maka ia mempersilakan Polri yang menangani persoalan ini. Polri diminta mengusutnya secara untuk independen. Sebab kredibilitas Polri juga dipertaruhkan. "Ini sangat bahaya. Saya mohon pihak terkait (kepolisian) bisa lihat disitu. Nanti coba dilihat," ujar Arief.

Koalisi untuk Reformasi Polri yang terdiri dari Indonesia Legal Roundtable (ILR) diwakili Erwin Natosmal Oemar, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) diwakili Julius Ibrani, dan lainnya menggugat sejumlah pasal dalam UU Kepolisian dan UU LLAJ ke MK.

Mereka menggugat kewenangan kepolisian dalam menerbitkan SIM, STNK, dan BPKB sebagaimana tertuang dalam Pasal 15 ayat (2) huruf b dan huruf c UU Polri serta Pasal 64 ayat (4) dan ayat (6), Pasal 67 ayat (3), Pasal 68 ayat (6), Pasal 69 ayat (2) dan ayat (3), Pasal 72 ayat (1) dan ayat (3), Pasal 75, Pasal 85 ayat (5), Pasal 87 ayat (2) dan Pasal 88‎ UU LLAJ. (Ali/Ado)

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya