Liputan6.com, Jakarta - Perum Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) mengatakan, tak pernah menjalin kerja sama apapun dengan buruh yang melakukan aksi demonstrasi pada Kamis 28 Januari 2016. Buruh yang mengatasnamakan PT Pura Barutama itu, menggeruduk Perum PNRI.
"Sehubungan dengan kegiatan unjuk rasa hari ini, Kamis 28 Januari 2016 di Kantor Pusat Perum PNRI, kami Manajemen Perum PNRI menyatakan bahwa Perum PNRI tidak pernah mengenal dan tidak pernah berhubungan dengan kelompok ini," kata Humas Perum PNRI Anifah L Pratanda dalam siaran persnya di Jakarta, Jumat (29/1/2016).
Anifah juga mengatakan, masalah yang berkaitan dengan tuntutan massa itu saat ini sedang berproses di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Selain itu, Komisi Pemberantasan Korupsi pun turut menyelidiki kasus tersebut.
"Masalah tersebut pada saat ini sedang dalam proses hukum di Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dan oleh karena itu semua pihak diminta untuk menghormati proses hukum yang sedang berjalan. Disamping itu, perlu kami sampaikan bahwa permasalahan ini juga masih dalam proses penyidikan oleh KPK," ujar dia.
Anifah juga meminta seluruh karyawan Perum PNRI untuk tetap fokus bekerja dan tidak terpengaruh oleh kegiatan unjuk rasa dari pihak di luar organisasi Perum PNRI.
Baca Juga
Pada Kamis lalu, ratusan buruh menggeruduk Perum PNRI. Mereka menuntut nasib ribuan karyawan akibat tunggakan biaya pencetakan e-KTP yang tak kunjung dilunasi perusahaan BUMN itu.
Komunitas Masyarakat untuk Pemberantasan Korupsi (Kompak) yang mendampingi massa buruh, mencium ada tindak pidana korupsi di tubuh PNRI. Sebab, PT Pura Barutama telah melaksanakan kewajibannya mencetak e-KTP pada 2011-2012. Namun 3 tahun berlalu, masih ada pembayaran yang belum diselesaikan oleh Perum PNRI.
"Dalam hal ini PT Pura Barutama sangat dirugikan karena selama 3 tahun tersebut beberapa pejabat melakukan janji-janji bohong. Mereka datang minta diselesaikan secara kekeluargaan, tapi tidak pernah ada penyelesaian," ujar Kuasa Hukum Kompak, Agustinus Nahak, di lokasi Kamis kemarin.
Agustinus menambahkan, setiap kali diminta pelunasan, PNRI selalu berkelit dengan berbagai alasan. Upaya mediasi yang dilakukan pun tak kunjung menemukan titik temu. Kondisi tersebut mengancam nasib 12 ribu karyawan yang bekerja di PT Pura Barutama.
"Akhirnya tim litigasi dari PT Pura Barutama menggugat di PN Jakarta Pusat dan sudah melaporkan salah satu pimpinan PT Perum PNRI. Sekarang pimpinan itu juga kabarnya jadi tersangka di kasus lain," tutur Agustinus.