Mensos Khofifah: Narkoba Lebih Kejam dan Sadis daripada Terorisme

Yang jadi masalah, godaan terhadap penyalahgunaan narkoba sangat besar dan sudah masuk ke semua lapisan masyarakat.

oleh Ahmad Romadoni diperbarui 08 Apr 2016, 03:49 WIB
Diterbitkan 08 Apr 2016, 03:49 WIB
Mensos Khofifah Indar Parawansa
Mensos Khofifah Indar Parawansa (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Liputan6.com, Jakarta - Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa menyempatkan diri melantik pengurus daerah dan cabang Muslimat NU di Maluku Utara. Selain itu, para anggota Muslimat NU juga diminta ikut menjaga keluarga dari bahaya narkobaĀ melalui Laskar Antinarkoba Muslimat NU.

"Ini waktunya kita muhasabah (introspeksi diri) bagaimana bersama memerangi terorisme yang berupa narkoba. Ini lebih kejam dan sadis daripada terorisme dengan senjata kasat mata. Siapa yang melihat bahaya narkoba ini teror di negeri ini," jelas Khofifah di kantor Wali Kota Tidore Kepulauan, Maluku Utara, Kamis (7/4/2016).

Sejak peringatan hari lahir Muslimat NU pada 26 Maret lalu di Stadion Gajayana Malang yang juga dihadiri Presiden Joko Widodo, komitmen untuk memberantas narkoba sangat jelas. Dengan anggota Muslimat NU yang mencapai 32 juta orang, merupakan potensi besar untuk ikut membersihkan penyalahgunaan narkoba di Indonesia.

"Bagi yang punya majelis taklim pastikan anggotanya jadi laskar antinarkoba, bagi yang profesinya guru pastikan guru dan murid bersih dari narkoba. Kalau bekerja di institusi pemerintah, pastikan unit terkecil di institusi Anda bebas dari narkoba," ujar Khofifah.

Citra Indonesia sebagai produsen narkoba sudah ada sejak 1997. Khofifah juga kaget ketika dua Menteri Kesehatan di Eropa menyampaikan di kongres internasional PBB, warga mereka begitu kecanduan dengan ekstasi buatan Indonesia.

"Kita masih menganggap kita ini daerah transito. Tapi dua menteri kesehatan Eropa, mengatakan anak muda di negeri mereka sangat gandrung dengan narkoba dari Indonesia. Dia bisa bilang pabriknya di sini dari tahun 1997," tutur Ketua PP Muslimat NU itu.

Masuk ke Pesantren

Yang jadi masalah, godaan terhadap penyalahgunaan narkoba sangat besar dan sudah masuk ke semua lapisan masyarakat. Sebut saja penangkapan perwira menengah TNI yang ditangkap sedang pesta narkoba di Makassar, Sulsel.

Presiden memang sudah menyatakan darurat narkoba sejak Januari 2015. Tapi godaan omzet hingga Rp 63 triliun setahun sangat menggiurkan. "Kalau Rp 63 triliun dipakai bangun Maluku Utara berupa perguruan tinggi, rumah sakit, pasar tradisional bisa kita bangun," imbuh dia.

Tak sampai di situ, narkoba juga sudah masuk di kalangan pesantren. Narkoba bisa masuk ke pesantren karena mereka diberitahu narkoba itu sebagai vitamin agar zikirnya menjadi lebih kuat dan khusuk.

"Ternyata itu narkoba. Karena tidak tahu, bukan hanya santri tapi pengasuh juga kena karena dibilang vitamin," kata Khofifah.

Karena itu, butuh peran dari seluruh lapisan masyarakat. Sehingga Indonesia benar-benar bersih dari penyalahgunaan narkoba.

"Ini sesuatu yang jadi monster, tapi kita pikir ah bukan keluarga kita. Berhenti pikir begitu. Katakan say no to drugs," pungkas Khofifah.

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya