Tetapkan Hari Lahir Pancasila, Jokowi Menuai Apresiasi

Dengan demikian, menurut Said Aqil, Indonesia sudah menjadi negara bermartabat dan dihargai oleh negara lain.

oleh Hanz Jimenez Salim diperbarui 02 Jun 2016, 04:49 WIB
Diterbitkan 02 Jun 2016, 04:49 WIB
20160601-Hari Pancasila, Jokowi dan Megawati Napak Tilas ke Penjara Bung Karno-Bandung
Puan Maharani, Megawati Soekarnoputri, Presiden Jokowi dan Wali Kota Bandung Ridwan Kamil melihat patung Soekarno saat mengunjungi Penjara Banceuy, Bandung, Rabu (1/6). Penjara itu pernah menjadi tempat penahanan Soekarno. (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Ketua Umum Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) Said Aqil Siradj turut buka suara terkait dengan ditetapkannya Hari Lahir Pancasila pada 1 Juni. Ia pun mengapresiasi sikap Presiden Joko Widodo yang telah memutuskan hal tersebut.

"Kita bersyukur kepada Allah dan terima kasih kepada pemerintah yakni Presiden Jokowi yang sudah mengeluarkan keputusan di mana Hari Lahir Pancasila menjadi tanggal 1 Juni," ucap Said dalam pidatonya di acara Indonesia Bersyukur di Tugu Proklamasi, Jakarta, Rabu 1 Juni 2016.

Dengan ditetapkan 1 Juni sebagai Hari Lahir Pancasila dan Bung Karno sebagai penggagas Pancasila, lanjut Said Aqil, maka Indonesia sudah menjadi negara bermartabat, dan dihargai oleh negara lain.

"(Hari) Kesaktiannya sudah ada, masa hari lahirnya tidak ada. Demi kebenaran NU selalu di depan," ujar Said Aqil.

Jauh sebelum berdirinya NU dan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), Said Aqil menambahkan, pendiri NU KH Hasyim Asy'ari telah mempunyai visi dan misi ingin memperjuangkan semangat ukhuwah islamiyah (persaudaraan sesama umat) dan ukhuwah wathaniyah (persaudaraan sesama anak bangsa).

"Sangat betul dan tepat visi-misi Hasyim Asy'ari. Islam tanpa semangat nasionalis seperti di Timur Tengah, Afghanistan, Irak, Suriah, apa yang hilang dari mereka? Bukan semangat Islam ,tapi semangat kebangsaan. Oleh karena itu, Islam Nusantara adalah Islam yang bersinergi dengan Islam di Tanah Air," dia memaparkan.

Ia menjelaskan, Islam nasionalis yang ada di diri Hasyim Asy'ari tumbuh dari hati yang beriman pada Tuhan dan membela Tanah Air dijadikan sebagai bagian dari iman kepada Tuhan.

"Walaupun ada rukun iman dan Islam kalau belum membela Tanah Air, belum sempurna imannya. Membela Tanah Air seperti fardu ain (bagi Hasyim Asy'ari). Mati membela Tanah Air adalah mati syahid, yang mengkhianati boleh dibunuh," Said Aqil menandaskan.

Tantangan ke Depan Pancasila

Seperti halnya PBNU, Ketua Korps Alumni Himpunan Mahasiswa Islam (KAHMI) Mahfud MD juga mengapresiasi sikap pemerintah yang telah menetapkan Hari Lahirnya Pancasila setiap 1 Juni. Namun, ia menganggap tidak mudah untuk merealisasikan dan melaksanakan makna dari Pancasila itu sendiri. Apalagi, mempertahankan dan meneruskannya ke generasi selanjutnya.

"Tantangan kita bukan lagi seperti dulu, kita diserang konseptual final. Tapi tantangan kita adalah pelaksanaan (Pancasila)-nya. Kalau kita bisa melaksanakannya, maka kita bisa mempertahankan negara ini," kata Mahfud dalam pidatonya di acara Indonesia Bersyukur di Tugu Proklamasi, Jakarta, Rabu 1 Juni 2016.

Dijelaskan Mahfud, banyak sejumlah negara yang merasa heran dengan keutuhan dan kedaulatan Indonesia. Hal ini dia alami ketika menghadiri undangan sebagai penceramah di Libanon. Ketika itu, dia mendapat pertanyaan terkait kokohnya persaudaraan warga Indonesia di tengah keragaman agama, suku, budaya dan bahasa.

"Saya jawab, kami disatukan oleh Pancasila," Mahfud menegaskan.

Menurut dia, keutuhan dan kedaulatan Indonesia hingga saat ini tidak lepas dari perjuangan Presiden pertama Sukarno yang menumbuhkan ideologi Pancasila kepada seluruh rakyatnya. Meski Indonesia dikenal sebagai bangsa yang memiliki berbagai macam suku, agama, dan ras.

"Bung Karno bukan menumbuhkan Pancasila, tapi menggali Pancasila sehingga kokoh," dia menerangkan.

Selain itu, ideologi Pancasila yang dirintis Bung Karno sudah dikenal tokoh luar negeri. Hal ini bisa diketahui saat dirinya menghadiri acara MK di Maroko beberapa tahun silam. Kala itu, Mahfud menjabat sebagai Ketua MK.

"Ketika saya diperkenalkan Ketua MK Maroko, saya bangga dia (Ketua MK Maroko) mengatakan saya tidak mengenal Mahfud kecuali dari Google, tapi saya kenal Bung Karno. Dia mengatakan, pada 1956 datang ke Bandung menghadiri Konferensi Asia Afrika, Ketua MK Maroko kagum dengan Pancasila yang dibuat Bung Karno," Mahfud MD memaparkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya