Liputan6.com, Jakarta - Surat Perintah Penghentian Penyidikan (SP3) kepada perusahaan atas kasus pembakaran hutan oleh Polda Riau, sudah terdengar sampai Istana. Presiden Jokowi meminta keputusan itu dievaluasi kembali.
Kepala Staf Kepresidenan Teten Masduki mengatakan, kasus kebakaran hutan dan lahan menjadi perhatian presiden sejak 2015. Riau menjadi daerah dengan titik api terbanyak dibanding daerah lain.
Teten pun sudah berkunjung ke Riau untuk melihat kinerja Satgas Penanggulangan Kebakaran Hutan dan Lahan. Tak terkecuali, kasus hukum yang sedang berjalan.
"Tapi cukup mengagetkan dari 16 kasus kebakaran hutan di SP3 kan, saya sudah lapor ke Presiden. Presiden minta saya bicara dengan Kapolri dan Menhut (Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan)," kata Teten di Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (28/7/2016).
Teten menambahkan, pihaknya berhati-hati dalam menangani masalah ini. Biar bagaimana pun, kasus hukum punya wilayahnya sendiri dan tidak bisa diintervensi.
"Tentu ini masalah hukum harus hati-hati intervensinya karena ini wilayah hukum yang otonom," imbuh dia.
Menurut Teten, bila upaya hukum tidak bisa dilakukan, masih ada alternatif lain untuk membuat jera para pembakar hutan. Sanksi administrasi dan perizinan bisa jadi momok bagi pengusaha sehingga kapok membakar hutan. "Sanksi itu Menhut yang mengkaji," kata Teten.
Mantan Ketua Indonesia Corruption Watch (ICW) itu menyatakan, SP3 bukanlah akhir dari penegakan hukum. Kasus itu bisa saja dibuka bila ada bukti baru yang ditemukan.
"SP3 kan masih bisa dibuka kembali kalau ada novum baru. Nah ini yang kita minta Kapolri evaluasi SP3 itu. Kalau mungkin ada bukti lain penanganan kasus itu di lapangan memang dimungkinkan dibuka kembali ya harus dibuka kembali," pungkas Teten.