Liputan6.com, Jakarta - Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (Kontras) Haris Azhar merasa dikriminalisasi dengan pelaporannya ke Bareskrim Mabes Polri oleh BNN, TNI, dan Polri. Haris dilaporkan atas dugaan penistaan, fitnah, dan pencemaran baik terkait pernyataannya mengenai gembong narkoba Freddy Budiman.
"Kira-kira begitulah," kata Haris di Kantor Kontras, Jakarta, Rabu (3/8/2016).
Dia menuturkan, pelaporan tersebut baru diketahuinya saat menghadiri sebuah talkshow di salah satu televisi swasta, Selasa malam 2 Agustus 2016.
Advertisement
"Tahunya tadi malam pas di acara talkshow salah satu televisi swasta. Kadiv Humas Boy Rafli bilang sudah ada laporan kepada saya. BNN TNI kurang pasti, yang pasti laporan dari Polri ke saya," kata Haris.
Haris merasa niat baiknya sebagai bagian dari masyarakat Indonesia untuk membangun negara tidak disambut baik oleh pemerintah. Malah, peristiwa ini dapat dikatakan sebagai ancaman bagi demokrasi negara karena masyarakat yang ingin mengeluarkan aspirasi dan memberikan informasi justru dipidanakan.
"Berkaitan dengan pelaporan, ini sebenarnya modus di banyak tempat. Banyak aktivis dan jurnalis yang menuntut hak mereka, tapi malah dikriminalkan. Kasus yang mereka laporkan tidak disikapi," ujar dia.
"Menurut saya, ini seperti ancaman terhadap demokrasi. Orang berbicara, orang berpendapat malah dipidanakan," sambung Haris.
Haris menuturkan keputusannya untuk membeberkan informasi ini tidaklah salah. Sebab, masyarakat menjadi sadar dan tahu bahwa masih banyak praktik narkoba merajalela dan belum terhentikan karena ada keterlibatan dari para aparat penegak hukum.
"Saya pikir masyarakat satu barisan semuanya, untuk melawan narkoba dan ini jadi pengetahuan publik juga di lapangan. Banyak praktik kejahatan narkoba yang terkait dengan sejumlah oknum atau personel dari aparat penegak hukum (APH)," kata dia.
Haris mengatakan, kasus ini seharusnya dapat dengan mudah terselesaikan jika ada kemauan dan keberanian dari negara untuk mengusut tuntas akar gembong narkoba yang diduga melibatkan sejumlah institusi hukum negara tersebut.
"Saya masih keukeuh untuk bicara kalau ini soal keberanian dan kemauan dari negara. Kalau saya dibebankan harus membuktikan, agak salah kaprah juga. Dikotonominya jangan terlalu luas, saya hidup di tengah masyarakat, ambil informasi dari masyarakat juga. Yang saya kasih cuma petunjuk," kata Haris.
Menurut dia, publik butuh rasa keamanan tentang bagaimana peredaran narkoba menjangkit kehidupan saat ini, termasuk di lembaga penegak hukum. "Tiga institusi negara ini BNN, polisi, TNI adalah milik publik, publik yang resah bahwa hari ini narkoba masih beredar."
Masalah ini bermula ketika Haris Azhar mengunggah tulisan yang berjudul "Cerita Busuk dari seorang Bandit: Kesaksian bertemu Freddy Budiman di Lapas Nusa Kambangan (2014)" ke media sosial. Tulisan itu berisi curhatan Freddy.
Kepada dia, Freddy Budiman mengaku telah memberikan ratusan miliar rupiah kepada penegak hukum di Indonesia untuk melancarkan bisnis haramnya di Tanah Air. Haris Azhar mengakui dialah penulis artikel singkat tersebut. Pada konferensi pers di Kontras, dia juga mengaku sudah memberikan tulisannya ke Juru Bicara Presiden Joko Widodo, Johan Budi. (Winda Priscillia)