PBNU: Pemerintah Harus Tindak Tegas Situs Penyebar Kebencian

PBNU menilai Indonesia agak telat dalam menegakkan hukum terkait dengan media-media radikal.

oleh Liputan6 diperbarui 05 Jan 2017, 09:54 WIB
Diterbitkan 05 Jan 2017, 09:54 WIB
Pemerintah Blokir 22 Situs Terkait Paham Radikal
Warga membuka salah satu website yang belum diblokir oleh Kemkominfo di Jakarta, Rabu (1/4/2015). Kemkominfo memblokir 22 situs/website bernuansa radikal yang diadukan oleh Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT). (Liputan6.com/Faizal Fanani)

Liputan6.com, Jakarta - Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) meminta Pemerintah khususnya Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) dan Polri, tidak ragu menindak tegas media radikal.

Katib Aam PBNU KH Yahya Cholil Staquf mengatakan, Indonesia sebenarnya agak telat dalam menegakkan hukum terkait dengan media radikal, sehingga mereka leluasa menyebarkan pengaruhnya ke masyarakat.

"Dari dulu sampai sekarang kita masih mau tawar menawar dengan mereka yang jelas-jelas mempunyai iktikad jelek dan melawan hukum dengan menyebarkan kebencian dan kekerasan baik dalam tulisan, gambar, maupun video," kata Yahya seperti dikutip dari Antara, Kamis (5/1/2017).

Ia membantah dengan tegas sinyalemen bahwa 11 situs yang diblokir oleh Kemenkominfo adalah situs-situs Islam. Sinyalemen itu dianggapnya salah karena pemblokiran itu konteksnya bukan agama, tapi tentang pelanggaran dan ujaran kebencian.

"Ini bukan soal Islam atau tidak Islam, tapi ini soal melanggar hukum atau tidak, melawan konstitusi atau tidak. Islam kalau melawan hukum, ya harus ditindak, apa pun alasannya. Begitu juga bukan Islam, kalau melanggar harus ditindak tegas," kata dia.

Selama ini, lanjut Yahya, NU diminta atau sudah aktif memberikan laporan ke Kemenkominfo dan kepolisian tentang situs-situs berbahaya tersebut. NU juga menenangkan warga agar tidak terpengaruh atau bahkan marah menanggapi ujaran kebencian itu.

"Akibatnya NU selalu jadi sasaran serangan propaganda kebencian itu," kata mantan juru bicara Presiden Abdurrahman Wahid (Gus Dur) tersebut.

PBNU baru-baru ini juga mencanangkan gerakan melawan hoax dan radikalisme di internet. Keberadaan media radikal dinilai sudah menjadi masalah global dan berdampak sangat buruk, bahkan masyarakat bisa terprovokasi untuk melakukan tindakan melawan hukum setelah terkena propaganda kekerasan dan hoax.

Menurut Yahya, sebenarnya gerakan melawan radikalisme sudah dilakukan NU sejak 2006 dengan menggalang Nahdliyin yang aktif di internet.

"Gerakan yang bersifat sukarela dan inisiatif sendiri ini sudah berkembang signifikan dan memiliki anggota 1.000 orang lebih untuk melawan hoax dan radikalisme di internet," kata dia.

Ia berharap langkah ini juga diikuti organisasi lain dalam melawan hoax dan radikalisme di internet, apalagi saat ini dinamika politik di Indonesia sedang hangat dan banyak situs yang sengaja digunakan pihak tertentu sebagai wahana propaganda, dengan menghalalkan segala cara termasuk memproduksi informasi palsu.

"Mereka layaknya mesin propaganda yang canggih dengan sumber daya yang kuat. Sudah banyak akibat tidak baik yang dihasilkan propaganda hoax dan kekerasan ini. Makanya NU terus mengembangkan gerakan menolak hoax dari latar belakang dan kepentingan apa pun," kata Yahya.

Tag Terkait

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya