Liputan6.com, Jakarta Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) merilis, bahwa wilayah Jawa Barat masih berada dalam puncak musim hujan sehingga peningkatan intensitas curah hujan masih kerap terjadi.
Dengan potensi curah hujan yang tinggi tersebut maka peluang terjadinya bencana Hidrometeorologi terbuka lebar.
Baca Juga
Potensi bencana hidrometeorologi ini akan terjadi sepanjang awal tahun 2017 sampai bulan Mei nanti. Bencana hidrometeorologi meliputi 3 aspek yaitu cuaca, iklim dan perubahan iklim.
Advertisement
Berbagai bencana yang termasuk ke dalam bencana hidrometeorologi yaitu banjir, kekeringan, badai, dan angin topan.
Meskipun demikian, frekuensi hujan yang cenderung meningkat ini lebih banyak dipengaruhi oleh faktor lokal.
Secara umum sejak bulan Januari lalu tidak terdapat fenomena cuaca global yang signifikan seperti Indian Ocean Dipole (IOD), angin dingin, maupun gelombang tropis, yang ketiganya dalam kondisi netral atau baik-baik saja.
Sehingga pada periode sampai Mei 2017 nanti yang perlu diperhatikan adalah perkembangan dinamika cuaca lokal dan regional.
Dari tinjauan kondisi atmosfer beberapa waktu kedepan hingga akhir bulan Mei 2017 terdeteksi adanya aliran udara basah dari Samudera Hindia yang menyebabkan wilayah Jawa Barat cenderung dalam kondisi yang cukup lembab (basah).
Munculnya area perlambatan dan pertemuan angin mengakibatkan kondisi udara menjadi tidak stabil sehingga menyebabkan potensi hujan lebat yang dapat disertai kilat dan petir sewaktu-waktu atau dengan kata lain perubahan cuaca tidak bisa diprediksi secara tepat 100%, dapat sewaktu-waktu terjadi.
Kondisi demikian didukung dengan kuatnya monsun Asia yang menyebabkan batas wilayah udara basah terkonsentrasi di sekitar pesisir selatan Jawa.
Suhu muka laut (SML) di Samudera Hindia Selatan Jawa Barat tanggal 12-19 Februari 2017 berkisar antara 28 - 30 °C, dengan anomali SML 2 - 4 °C.
Kondisi ini mengindikasikan suplai uap air sebagai pendukung pertumbuhan awan hujan di wilayah Jawa Barat relatif tinggi.
Rentan waktu bulan Februari tersebut bisa menjadi acuan untuk beberapa bulan berikutnya, termasuk bulan Mei, namun harus benar-benar diperhatikan dinamika perubahan cuaca secara lokal dan regional.
Nilai kelembaban relatif di wilayah Jawa Barat pada lapisan 850 dan 700 mb umumnya bernilai > 70 %, menunjukan bahwa kondisi udara basah yang berpotensi terhadap pertumbuhan awan-awan hujan cukup signifikan di wilayah ini.
Diperkirakan potensi hujan akan meningkat dalam beberapa minggu kedepan terutama dimulai dari bulan februari, maret, dan april, khususnya di wilayah Jawa Barat.
Terkait dengan hal tersebut, masyarakat diharapkan tetap mewaspadai potensi peningkatan curah hujan yang dapat disertai angin kencang dan berpotensi mengakibatkan terjadinya banjir, tanah longsor, banjir bandang, angin topan, dan berbagai bencana yang diakibatkan oleh perubahan cuaca.
Pemerintah Provinsi Jawa Barat yang diwakili oleh sang Gubernur Ahmad Heryawan sudah siap mengantisipasi bencana hidrometeorologi, ia menyebutkan
"Saya instruksikan Badan Penanggulangan Bencana Daerah Provinsi Jabar (BPBD) melaksanakan upaya-upaya kesiapsiagaan keadaan darurat, sehingga mampu meminimalisasi potensi dampak bencana melalui penanganan yang bersifat cepat, tepat dan terpadu, seusai ketentuan peraturan perundangan," ujar Aher.
Tidak hanya itu Pemprov Jawa Barat juga sudah membuat kebijakan yang tertuang dalam surat penetapan bernomor 360/284-BPBD, mengenai penetapan status siaga darurat bencana dan bagaimana solusi bersama untuk menanganinya.
Himbauan terakhir diucapkan Aher, panggilan akrab dari Gubernur Jawa Barat tersebut untuk warga Tanah Pasundan dalam keadaan siap siaga dalam menghadapi bencana yang diakbitkan oleh perubahan cuaca hidrometeorologi.
(*)