KPK Sita Dokumen dari Mantan Kepala BPPN Syafruddin Tumenggung

KPK mengerahkan dua tim untuk melakukan penggeledahan secara paralel di dua lokasi .

oleh Fachrur Rozie diperbarui 20 Sep 2017, 19:46 WIB
Diterbitkan 20 Sep 2017, 19:46 WIB
20161206-Kabiro-Humas--HA1
Kabiro Humas KPK, Febri Diansyah memberi keterangan kepada awak media di gedung KPK, Jakarta, Selasa (6/12). Dalam keterangan tersebut, KPK telah menetapkan Bupati Nganjuk, Taufiqurahman sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. (Liputan6.com/Helmi Affandi)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah dan kantor mantan Kepala Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) Syafruddin Arsyad Tumenggung (SAT) pada Senin 18 September 2017.

Penggeledahan berkaitan dengan kasus dugaan suap penerbitan Surat Keterangan Lunas (SKL) Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI).

"Tim penyidik Senin, melakukan penggeledahan di dua lokasi, tumah tersangka SAT, di Cipete, dan kantor tersangka SAT, PT Fortius Investment Asia Kebayoran Baru, Jakarta Selatan," ujar Juru Bicara KPK Febri Diansyah di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Rabu (20/9/2017).

Febri mengatakan, penyidik KPK mengerahkan dua tim untuk melakukan penggeledahan secara paralel di dua lokasi tersebut. Penggeledahan dilakukan sejak pukul 10.00 WIB hingga pukul 17.00 WIB.

"Dari kedua lokasi penyidik menyita sejumlah dokumen. Dokumen ini akan dipelajari lebih lanjut oleh tim untuk mendukung proses penyidikan yang dilakukan," kata dia.

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini

 

Rugikan Negara Rp 3,7 Triliun

Dalam kasus ini, KPK baru menetapkan mantan Kepala BPPN Syafruddin Arsyad Temenggung sebagai tersangka penerbitan SKL BLBI kepada BDNI milik Sjamsul Nursalim. Penerbitan SKL itu diduga merugikan negara hingga Rp 3,7 triliun.

SKL untuk BDNI diterbitkan Syafruddin Arsyad Temenggung selaku Kepala BPPN. Syafruddin Temenggung menjabat sebagai Kepala BPPN sejak April 2002. Pada Mei 2002, dia mengusulkan kepada Komite Kebijakan Sektor Keuangan (KKSK) untuk mengubah proses litigasi terhadap kewajiban obligor menjadi restrukturisasi atas kewajiban penyerahan aset oleh obligor BDNI kepada BPPN sebesar Rp 4,8 triliun.

KPK juga melayangkan surat kepada Sjamsul agar segera kembali ke Tanah Air guna memudahkan proses penyidikan. Sjamsul diketahui kini berada di Singapura.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya