Pentolan SOKSI Ingatkan Elite Golkar Tak Bebani Jokowi

Golkar punya mekanisme internal yang mapan untuk menyelesaikan persoalan.

oleh Taufiqurrohman diperbarui 04 Des 2017, 01:33 WIB
Diterbitkan 04 Des 2017, 01:33 WIB
20161110- Dialog Internal Partai Golkar-JAkarta- Johan Tallo
Suasana Dialog Internal Partai Golkar di DPP Partai Golkar, Jakarta, Kamis (10/11). Partai Golkar memastikan tetap mendukung kebijakan Pemerintahan Jokowi dan tetap mendukung Ahok di Pilkada DKI Jakarta. (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Umum Depinas Sentral Organisasi Karyawan Swadiri Indonesia (SOKSI) Erwin Ricardo Silalahi mengingatkan seluruh komponen Partai Golkar agar tak menyeret Presiden Joko Widodo ke internal Golkar. Menurut dia, Golkar seharusnya mengawal Jokowi agar fokus menjalankan tugasnya.

Pernyataan Erwin disampaikkan sebagai respons atas manuver sejumlah elite Golkar yang terus menarik Jokowi agar terlibat dalam persoalan internal partai berlambang beringin itu. Padahal, Golkar punya mekanisme internal yang mapan untuk menyelesaikan persoalan.

"Sebagai partai yang telah matang dalam sistem kepartaian, semestinya Partai Golkar dapat menyelesaikan permasalahan internalnya sendiri, tanpa mesti melibatkan lembaga kepresidenan. Sebagai mitra politik pendukung pemerintahan Jokowi-JK, semestinya Partai Golkar berada di garda depan mengawal kehormatan posisi lembaga kepresidenan," ujar Erwi melalui keterangan tertulis, Minggu (3/12/2017).

Lebih lanjut Erwin menegaskan, setiap kader Golkar secara etika dan moral organisasi berkewajiban menjunjung tinggi anggaran dasar/anggaran rumah tangga (AD/ART). Karena itu, mereka juga harus berani mengkritik manuver siapa pun yang berdampak negatif atas pertumbuhan dan pelembagaan demokrasi internal partai.

"Jadi, ini bukan soal siapa yang mendukung siapa, tetapi lebih merupakan ikhtiar mengawal mekanisme kelembagaan Partai Golkar," tegas wakil sekretaris jenderal DPP Partai Golkar.

Erwin mengkritik pihak-pihak yang berupaya mendorong Golkar segera menggelar musyawarah nasional luar biasa (munaslub) untuk mengganti Setya Novanto dari kursi ketua umum. Sebab, munaslub tetap harus mengacu AD/ART.

Merujuk Pasal 32 ayat 3 huruf a AD/ART Golkar maka munaslub adalah musyawarah nasional yang diselenggarakan dalam keadaan luar biasa, diadakan atas permintaan dan/atau persetujuan sekurang-kurangnya 2/3 dewan pimpinan daerah provinsi (DPD I).

Namun, kata Erwin, ada syarat lainnya untuk memuluskan munaslub setelah adanya dukungan dari 2/3 DPD I Golkar, yakni persetujuan rapat pleno DPP Golkar.

 

Putusan DPP

Menurut dia, permintaan untuk menggelar munaslub harus terlebih dahulu dibahas dalam Rapat Pleno DPP. “Karena DPP merupakan badan pelaksana tertinggi partai yang bersifat kolektif,” tegasnya.

Selain itu, hasil rapat pleno DPP juga harus dibahas lagi melalui forum lainnya di bawah munas. Yakni rapat pimpinan nasional (rapimnas) yang melibatkan DPP dan seluruh DPD I.

Karena itu Erwin mengimbau semua pihak menahan diri dengan menghormati hasil Rapat Pleno DPP Golkar pada 21 November 2017. Sebab, hasil pleno DPP sudah memutuskan pelaksanaan munaslub akan menunggu putusan sidang praperadilan Novanto melawan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK).

"Sampai hari ini saja praperadilan batal digelar dan harus ditunda gara-gara KPK tidak mau hadir di ruang sidang. Bagaimana mungkin kita sudah bertindak terburu-buru untuk menyelenggarakan munaslub?" ujar dia.

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya