HEADLINE: Mutasi Batal, Jenderal Edy Rahmayadi Gagal Jadi Cagub? 

Marsekal Hadi Tjahjanto membatalkan mutasi sejumlah perwira tinggi yang diteken Panglima TNI sebelumnya, Jenderal Gatot Nurmantyo.

oleh Devira PrastiwiTaufiqurrohmanYusron FahmiAndrie Harianto diperbarui 21 Des 2017, 00:03 WIB
Diterbitkan 21 Des 2017, 00:03 WIB
Ditonton Pangkostrad Edy Rahmayadi, PS TNI Menang 8-1 atas Uni Papua
Pangkostrad Letjen, Edy Rahmayadi saat menyaksikan laga PS TNI melawan Uni Papua pada laga uji coba di Mako Kostrad, Cilodong, Jawa Barat, (14/7/2016). (Bola.com/Nicklas Hanoatubun)

Liputan6.com, Jakarta - Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto membatalkan mutasi sejumlah perwira tinggi TNI yang telah diteken pendahulunya, Jenderal Gatot Nurmantyo, pada 4 Desember 2017 lalu. Salah satu nama yang turut dibatalkan adalah Pangkostrad Letjen Edy Rahmayadi.

Dalam surat keputusan Panglima TNI Nomor Kep/982/XII/2017 sebelumnya, disebutkan Pangkostrad Letjen Edy dimutasi menjadi Perwira Tinggi Mabes TNI AD dalam rangka pensiun dini.

Namun, melalui surat keputusan Panglima TNI Nomor Kep/982.a./XII/2017 yang ditandatangani Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, mutasi tersebut dibatalkan. Edy pun dipastikan tetap menjabat sebagai Pangkostrad. Niatnya untuk pensiun dini belum terwujud.

Tetap menjabat Pangkostrad dan urung pensiun dini bisa jadi masalah bagi Edy Rahmayadi. Pasalnya, Ketua Umum PSSI tersebut sudah mendeklarasikan diri terjun ke dunia politik dan maju sebagai calon gubernur di Pilkada Sumatera Utara (Sumut) 2018.

Edy pun sudah mengantongi sokongan dua partai, yakni Gerindra dan Partai Amanat Nasional (PAN). Namun, dukungan yang sudah tertuang resmi dalam secarik kertas  itu, bisa saja menguap jika status Edy Rahmayadi tetap sebagai anggota TNI aktif hingga masa pencalonan cagub-cawagub nantinya.

Persyaratan KPU jelas menyebutkan, anggota TNI-Polri yang ingin maju di pilkada harus menyerahkan surat kesediaan mundur dari anggota TNI, dan kalau sudah ditetapkan sebagai calon gubernur yang bersangkutan harus menyerahkan surat persetujuan pengunduran dirinya dari Panglima TNI.

Posisi Jenderal Edy kian terjepit, terlebih pendaftaran pasangan calon Pilkada Sumut mulai dibuka pekan pertama Januari 2018.

Ketua DPP Partai Gerindra Desmond J Mahesa menegaskan, partainya akan mencari calon lain jika Edy Rahmayadi tidak segera mengundurkan diri.

"Harapan Gerindra, pada awal tahun (2018) Pak Edy sudah mengundurkan diri kalau mau diusung Gerindra. Kalau tidak mau, ya kami ganti dengan yang lain. Kami juga tidak kekurangan kader," ujar Desmond kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu (20/12/2017).

Wakil Ketua Komisi III DPR itu menegaskan, anggota TNI aktif harus mengundurkan diri jika ingin terlibat politik praktis, termasuk maju menjadi calon dalam pilkada.

"Sebelum dia maju di Pilkada Sumut, syaratnya TNI harus mengundurkan diri. Katanya Pak Edy kan mau mengundurkan diri, tinggal menunggu saja surat pengunduran dirinya," tegas dia.

Namun, Desmond menambahkan, pembatalan mutasi jabatan Pangkostrad oleh Panglima TNI adalah yang biasa. 

"Tak ada hal yang luar biasa. Karena menurut keterangan Pak Edy kan akan mengundurkan diri. Tak ada hubungannya dengan pembatalan mutasi," ujar dia.

Surat pengunduran diri Pangkostrad, kata dia, berbeda dengan surat pembatalan mutasi.

Sementara itu, Sekjen PAN Eddy Suparno menyatakan, sebagai partai pengusung di Pilkada Sumut 2018, PAN minta Edy Rahmayadi segera menegaskan posisinya di TNI.

"Kita berharap Pak Edy bisa segera memberikan klarifikasi atas statusnya di TNI, karena minggu pertama Januari 2018 itu sudah pendaftaran," ujar Eddy kepada Liputan6.com di Jakarta, Rabu (20/12/2017).

Eddy mengatakan, dibatalkannya mutasi Pangkostrad adalah hak Marsekal Hadi sebagai Panglima TNI. Keputusan tersebut tentunya sudah dipikirkan matang. 

Secara terpisah, Direktur Eksekutif Voxpol Center, Pangi Syarwi Chaniago, menyatakan Edy Rahmayadi harus mundur jika tetap ingin maju sebagai calon gubernur di Pilkada Sumut.

"Siapa pun tidak bisa melarang. Seperti AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) pensiun dini ketika maju calon gubernur DKI, Pangkostrad juga harus mengajukan surat pengunduran diri," ujar Pangi, Jakarta (20/12/2017).

Dia menyatakan, fenomena anggota TNI-Polri terjun ke politik dan memilih pensiun dini tidak bisa disalahkan. Partai politik sebagai kendaraan politik kerap merayu dan menarik mereka karena terbatasnya kader potensial di internal partai.

"Ada problem serius dengan TNI dan Polri kita belakangan ini, banyak mereka yang ditarik jadi calon kepala daerah. Konsekuensi mereka harus pensiun dini dan meninggalkan kesatuan mereka," ujar Pangi.

Menanggapi Santai

12.000 Personel Komando Gabungan Disiagakan Jaga VVIP dan KTT IORA 2017
Pangkostrad, Letjen TNI Edy Rahmayadi mengecek kesiapan personel Brimob saat apel Komando Gabungan Operasi Pengamanan VVIP di Jakarta, Selasa (28/2). 12.000 personel gabungan disiagakan dalam operasi tersebut. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Lantas, apa kata Letjen Edy Rahmayadi? Jenderal bintang tiga itu menanggapi santai putusan pimpinannya, Panglima Marsekal Hadi, yang membatalkan mutasi dirinya. 

Edy menyatakan tetap pada pendiriannya, untuk banting setir ke dunia politik dan maju sebagai calon gubernur di Pilkada Sumut 2018.

"Itu wewenang saya (maju Pilgub) dan tentunya atas seizin Panglima TNI," kata Edy saat berbincang dengan Liputan6.com, Rabu (20/12/2017).

Sudah menjadi aturan tegas, kata Edy, bahwa setiap prajurit TNI yang memilih jabatan politik harus meninggalkan atau mundur dari TNI.

Dia juga tidak mempersoalkan langkah Panglima TNI yang membatalkan keputusan sebelumnya tentang pensiun dini.

Menurut dia, keputusan yang dikeluarkan pimpinannya itu adalah hal biasa. Edy tidak melihat ada rencana dari TNI untuk menjegal dirinya untuk berkontestasi di jalur politik.

"Saya yakin Panglima TNI pasti bijaksana dan sudah mengetahui tentang itu, enggak mungkin menghambat," tutur Edy.

Dia menilai, apa yang terjadi saat ini merupakan hal biasa ketika seorang pimpinan baru mengambil langkah dan keputusan strategis.

"Tidak masalah, itu wewenang Panglima TNI. Itu biasa, kecuali Kostrad dibubarkan itu baru masalah," ujar Edy. 

Hal Biasa

Kapolri Temui Panglima TNI
Panglima TNI, Marsekal Hadi Tjahjanto memberi sambutan saat menerima Kapolri, Jenderal Pol Tito Karnavian di Mabes TNI, Jakarta, Senin (11/12). Pertemuan bertujuan meningkatkan soliditas TNI-Polri dalam menjaga keamanan. (Liputan6.com/Helmi Fithriansyah)

Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto membeberkan alasan pembatalan mutasi sejumlah pejabat tinggi yang sebelumnya sudah diteken Jenderal Gatot Nurmantyo.

Bagi Panglima, apa yang dilakukannya itu hal biasa dalam sebuah organisasi dan instansi.

"Terkait pembinaan karier prajurit TNI itu sudah baku, berdasarkan profesionalitas yang selalu kita lakukan. Tidak ada istilah like and dislike," tutur Panglima Hadi di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur, Rabu (20/12/2017).

Setelah mengemban jabatan baru sebagai Panglima TNI, Hadi mengaku langsung melakukan evaluasi, khususnya soal sumber daya manusia (SDM) di internal kemiliteran. Hasilnya, perubahan keputusan baru soal mutasi pun dibuat.

Dasar penilaian SDM itu, tentu menggunakan unsur profesionalitas dan merit system.

"Untuk mengemban amanah sebagai Panglima TNI, saya telah melaksanakan evaluasi berkesinambungan terhadap sumber daya manusia untuk memenuhi kebutuhan organisasi dan tantangan tugas ke depan," kata Hadi.

Keputusan itu tertuang dalam Keputusan Panglima Tentara Nasional Indonesia Nomor Kep/982.a/XII/2017. Surat itu meniadakan 16 mutasi perwira yang sebelumnya diputuskan Jenderal Gatot Nurmantyo.

"Dengan demikian maka Keputusan Panglima TNI Nomor Kep/982/XII/2017 tanggal 4 Desember 2017 telah diadakan perubahan," bunyi putusan tersebut.

Surat diteken Marsekal Hadi pada Selasa 19 Desember 2017. Yang paling menonjol dari putusan itu, pembatalan mutasi Letjen Edy Rahmayadi dari posisi Pangkostrad. 

Adapun 16 perwira tinggi yang dibatalkan mutasinya adalah:

1. Letjen TNI Edy Rahmayadi dari Pangkostrad menjadi Pati Mabes TNI AD (dalam rangka pensiun dini)

2. Mayjen TNI Sudirman dari Asops Kasad menjadi Pangkostrad

3. Mayjen TNI A.M. Putranto, S.Sos., dari Pangdam II/Sriwijaya menjadi Asops Kasad

4. Mayjen TNI Subiyanto dari Aspers Kasad menjadi Pangdam II/Sriwijaya

5. Brigjen TNI Heri Wiranto, S.E., M.M., M.Tr.(Han) dari Waaspers Panglima TNI menjadi Aspers Kasad

6. Brigjen TNI Gunung Iskandar dari Waaspers Kasad menjadi Waaspers Panglima TNI

7. Kolonel Inf Agus Setiawan, S.E. dari Pamen Denma Mabesad menjadi Waaspers Kasad

8. Mayjen TNI Agung Risdhianto, M.B.A., dari Dankodiklat TNI menjadi Staf Khusus Kasad

9. Mayjen TNI (Mar) Bambang Suswantono, S.H., M.H., M.Tr.(Han) dari Dankormar menjadi Dankodiklat TNI

10. Brigjen TNI (Mar) Hasanudin dari Kas Kormar menjadi Dankormar

11. Brigjen TNI (Mar) Nur Alamsyah, M.Tr.(Han) dari Danpasmar II Kormar menjadi Kas Komar

12. Kolonel Mar Edi Juardi dari Asops Kormar menjadi Danpasmar II Kormar

13. Kolonel Mar Edi Juardi dari Asops Kormar menjadi Danpasmar II Kormar

14. Brigjen TNI Edison Simanjuntak, S.I.P., dari Pa Sahli Tk. II Ekku Sahli Bid. Ekkudag Panglima TNI menjadi Staf Khusus Panglima TNI

15. Brigjen TNI Herawan Adji, M.Si.(Han) dari Dir F Bais TNI menjadi Pa Sahli Tk. II Ekku Sahli Bid. Ekkudag Panglima TNI

16. Kolonel Inf Syafruddin dari Paban IV/Ops Sops TNI menjadi Pa Sahli Tk. II Poldagri Sahli Bid. Polkamnas Panglima TNI.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya