Liputan6.com, Depok - Sudah jatuh tertimpa tangga. Pepatah tersebut kiranya tepat untuk menggambarkan kondisi toko pakaian Fernando, di Jalan Cakalele, Sukmajaya, Depok. Setelah ratusan potong pakaian dijarah geng motor Jepang, kini toko yang buka 24 jam itu sepi pembeli.
"Sepi yang beli setelah kejadian penjarahan," kata salah satu karyawan toko, Obet, kepada Liputan6.com di lokasi, Depok, Rabu (27/12/2017).
Baca Juga
Pria asal Sukabumi, Jawa Barat, ini berujar, jika seharinya bisa puluhan pembeli keluar masuk tokonya. Namun, usai penjarahan tersebut, pembeli langsung turun drastis.
Advertisement
“Rame biasanya, keluar masuk bisa puluhan apalagi kalau malam, makin rame pembeli,” ujar dia.
Ia mengaku geram dengan aksi beringas muda-mudi yang menjarah ratusan pakaian tersebut.
“Pasti, marahlah. Salah apa toko ini sampai mereka menjarah begini,” ucap Obet.
Aksi penjarahan Geng Jembatan Mampang atau biasa disebut Geng Jepang terekam kamera CCTV dan viral di sosial media.
Dalam rekaman terlihat sekelompok remaja mengendarai sepeda motor berboncengan tiga mendadak menyerbu masuk ke toko tersebut. Pakaian yang dipajang di depan pun digondol beramai-ramai.
Kasubbag Humas Polresta Depok AKP Sutrisno menyampaikan, kejadian itu terjadi pada Minggu, 24 Desember sekitar pukul 04.30 WIB. Lokasinya di Jalan Cakalele, Depok II, Jawa Barat.
Dalam waktu cepat, polisi berhasil menangkap 26 orang terkait penjarahan tersebut. Setelah dilakukan interogasi mendalam, polisi menetapkan delapan orang di antaranya sebagai tersangka. Sementara 18 lainnya dipulangkan.
"Ditangkapnya di daerah Pancoran, Depok," kata AKP Sutrisno kepada Liputan6.com, Jakarta, Senin 25 Desember 2017.
Dari 26 orang yang ditangkap, tiga di antaranya adalah perempuan. "Yang di bawah umur lima. Laki-lakinya lima dan perempuannya tiga," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo Argo Yuwono di Mapolda Metro Jaya, Selasa (26/12/2017).
Polisi masih melakukan pemeriksaan untuk mengungkap motif aksi penjarahan toko pakaian tersebut.
Positif Narkoba
Sebanyak 26 anggota geng motor yang diduga terlibat aksi penjarahan dites urine. Pemeriksaan dilakukan untuk mengetahui pengaruh narkoba dalam aksi penjarahan.
Dari hasil pemeriksaan, empat orang dinyatakan positif mengonsumsi narkoba dan obat terlarang lain.
Para tersangka, yakni ALF alias Caong (20), AHM (18), ALG (16), FAT (17), DEW (16), dan tiga lainnya perempuan, yakni EKS (18), Bel (16), dan YUV (17).
Selain itu, empat dari 26 orang yang diamankan dinyatakan positif mengonsumsi narkoba. Namun, polisi tidak bisa mengusut kasus penyalahgunaan narkoba lantaran tidak ditemukan barang bukti saat penangkapan.
Satu orang yang positif narkoba termasuk dalam delapan orang yang dijadikan tersangka penjarahan. "Ada satu yang positif narkoba dan kami tetapkan tersangka bersama tujuh lainnya," kata Argo.
Sementara, 18 orang lain yang sempat diamankan kini telah dipulangkan. Menurut Argo, mereka tidak terbukti melakukan pidana penjarahan.
Sementara delapan tersangka yang kini telah ditahan di Mapolres Depok dijerat dengan Pasal 365 KUHP tentang Pencurian dengan Kekerasan (Curas).
"Pasalnya curas saja. Tidak kami kenakan pasal narkoba, kan barang buktinya tidak ada," jelas Argo.
Advertisement
Bikin Resah
Argo mengatakan, aksi para pemuda tersebut memang meresahkan. Dalam catatan kepolisian, setidaknya Geng Jepang telah lima kali melakukan penjarahan.
"Dia tidak hanya jarah pakaian saja, tapi dia juga tukang gorengan, nasi goreng di pinggir jalan juga ada, dia untuk makan," ujar Argo di Mapolda Metro Jaya, Selasa (26/12/2017).
Polisi, kata Argo, masih melakukan pendalaman terkait sejumlah aksi kriminal yang dilakukan Geng Jepang.
"Ada juga warung-warung dia serbu di situ, sedang kami dalami itu," kata dia.
Argo meminta semua lapisan masyarakat berperan aktif dalam menjaga ketertiban dan keamanan lingkungan. Salah satunya, kata dia, mencegah para pemuda terlibat dalam aksi kejahatan.
Peran tokoh dan para orangtua sangat diharapkan dalam hal ini.
"Perlu adanya kesinambungan bersama untuk menyelesaikannya. Jangan sampai itu berlanjut terus," ucap Argo.
Psikolog Reza Indragiri mempertanyakan keberadaan polisi saat kejadian berlangsung. "Polisi katanya sudah membentuk tim buser khusus untuk menyergap geng motor. Tapi kejadian mutakhir malah memperlihatkan kaderisasi geng yang sangat masif," katanya.
Selain itu aneh, ujar dia, ada 30 remaja bermotor keliling berombongan tapi tak terendus. "Buser kapan patrolinya? CCTV Depok off? Masyarakat enggan melapor? Hotline number tidak berfungsi?"
"Kalau kita sepakat bahwa kelakuan anak-anak muda tersebut kian membahayakan, sudah sepatutnya revisi terhadap UU Sistem Peradilan Pidana Anak. Inti revisi adalah penanganan hukum yang diperberat," tegasnya, melalui pesan singkat yang diterima Liputan6.com, Selasa (26/12/2017).
Reza mencontohkan, sanksi bisa berupa kehadiran orangtua mereka selama proses hukum, atau kerja paksa/sosial sebagai pelengkap sanksi pidana.
"Bukan hanya aspek penjarahan barang, kepada anggota geng motor tersebut patut dicek tanda-tanda narkoba, hubungan seks tak aman di luar pernikahan, dan eskalasi tingkah laku kekerasan."
Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini: