Baleg Gelar Rapat RUU Penyadapan, KPK Minta Dipermudah

Baleg mengundang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meminta pandangan terkait RUU Penyadapan.

oleh Liputan6.com diperbarui 06 Des 2018, 19:35 WIB
Diterbitkan 06 Des 2018, 19:35 WIB
Rapat dengan KPK, Komisi III DPR Singgung Jual Beli Lapas Sukamiskin
Ketua KPK Agus Rahardjo (tengah) bersama Wakill Pimpnan KPK, Saut Situmorang, Laode Muhammad Syarif, Basaria Panjaitan, dan Alexander Marwata mengikuti Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi III DPR, Jakarta, Senin (23/7). (Liputan6.com/Johan Tallo)

Liputan6.com, Jakarta - Badan Legislasi (Baleg) DPR mengadakan rapat pembahasan Rancangan Undang-Undang (RUU) Penyadapan di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (6/12/2018).

Baleg mengundang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk meminta pandangan terkait RUU Penyadapan.

"Nah, kali ini, kami meminta pandangan dari KPK tetapi intinya bahwa kami bersyukur KPK mengapresiasi terhadap draf rancangan undang-undang yang sementara kami bahas," kata Ketua Baleg Supratman Andi Agtas di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.

Dia menegaskan, keberadaan RUU Penyadapan ini tidak akan menganggu kinerja KPK. Sebab, kata dia, dalam RUU Penyadapan juga akan dimasukkan aturan penyadapan yang terdapat pada Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi.

"Kewenangannya enggak berubah, kewenangannya tetap sepeti itu bahwa dia tidak perlu izin, cuma kita menyarankan supaya peraturan internal KPK soal penyadapan itu, itu bisa di insert masuk ke dalam UU Penyadapan ini," ujar Supratman.

 

Saksikan video pilihan di bawah ini:

Permintaan KPK

Pada kesempatan itu, Wakil Ketua KPK Laode M Syarief mengajukan beberapa usulan untuk mempermudah pekerjaan dari lembaga yang dipimpinnya. Salah satu usulan tersebut adalah batas waktu penghancuran hasil sadapan.

"Ada beberapa usulan, beberapa pasal itu tetapi secara umum kita ingin bahwa ada pembicaraan teknis dulu. Ini loh cara caranya, apa tujuannya, termasuk misalnya tentang penghancuran hasil sadapan," kata Laode di lokasi, Kamis (6/12/2018).

Menurut Laode DPR awalnya menginginkan agar batas waktu penghancuran setelah dua tahun. Sementara, dari KPK menginginkan setelah kasus tersebut inkrah.

"Mereka minta dua tahun, kita maunya inkrah dulu saja," lanjut dia.

Sebab, lanjut dia, hasil sadapan adalah bukti dalam peradilan. Sehingga, harus menunggu kasus tersebut diputuskan secara sah terlebih dahulu.

"Ya karena sebagian dari sadapan itu kan untuk bukti peradilan. Kalau belum inkrah bagaimana caranya," ucap Laode.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya