Kemayoran, Tempat Berdirinya Bandara Pertama di Jakarta yang Tinggal Kenangan

Atas jabatan yang dimilikinya itu, para mayor di Kemayoran, Jakarta Pusat, ini memiliki kekayaan yang berlimpah ruah dan tanah yang luas.

oleh Devira PrastiwiLiputan6.com diperbarui 22 Jun 2019, 11:07 WIB
Diterbitkan 22 Jun 2019, 11:07 WIB
Monumen Ondel-Ondel
Kendaraan melintas saat Petugas PPK Kemayoran mengecat ulang Monumen Ondel-Ondel di Jalan Benyamin Sueb, Jakarta, Selasa (3/7). Pengecatan tersebut dalam rangka persiapan menyambut Asian Games pada Agustus mendatang. (Liputan6.com/Arya Manggala)

Liputan6.com, Jakarta - Jakarta merupakan salah satu kota tua di Indonesia yang memiliki banyak kampung tua. Nama dari kampung-kampung tua itu pun tak sembarangan, terkadang ada sejarah di baliknya. Salah satunya adalah Kemayoran.

Kala itu wilayah Kemayoran meliputi Serdang, Sumur Batu, Utan Panjang, Kebon Kosong, Kepu, Gang Sampi, Pasar Nangka, dan Bungur.

Berbeda dengan kondisinya yang sekarang, Kemayoran tempo dulu adalah sawah-sawah. Seperti dilansir jakarta.go.id, nama daerah yang terletak di Jakarta Pusat ini berasal dari kata mayor, yang merupakan jabatan atau pangkat yang diberikan pemerintah Belanda kepada orang-orang yang dinilai berjasa kepada kompeni.

Saat itu, jabatan mayor tak hanya diberikan kepada orang Belanda, tapi juga diberikan kepada orang-orang China. Mereka diberi tugas untuk menarik pajak dari penduduk yang wajib dibayarkan pada tanggal 1 hingga 10 setiap bulannya. Pajak yang ditarik ada dua macam, yaitu pajak tempat tinggal dan pajak penggarap sawah hasil bumi.

Untuk pajak tempat tinggal tiap bulannya ditarik sebesar satu picis. Sementara untuk pajak penggarap sawah hasil bumi dibagi tiga dengan perincian petani penggarap mendapat 25 persen, tuan tanah 45 persen, dan mandor 30 persen.

Meski hanya mendapat 25 persen, para penggarap masih diwajibkan memberikan sebagian penghasilannya itu kepada mandor.

Atas jabatan yang dimilikinya itu, para mayor memiliki kekayaan yang berlimpah ruah dan tanah yang luas. Karena itu, mereka mendapat julukan sebagai tuan tanah.

Ketika Hindia-Belanda dipimpin oleh Gubernur Jenderal Herman Willem Daendels, sekitar tahun 1808 hingga 1811, banyak lahan di Batavia, termasuk Kemayoran, dijual ke orang-orang kaya. Tanah-tanah itu umumnya dibeli oleh kalangan dari golongan Cina, Arab dan Belanda.

Pembelinya di antaranya, Rusendal, H Husein Madani (lndo-Belanda), Abdullah dan De Groof. Hal itu dilakukan untuk mencukupi kebutuhan pembangunan yang tengah dilakukan di Batavia, salah satunya adalah pembangunan jalan darat dari Anyer sampai Panarukan.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Berdirinya Bandara Kemayoran

Ika Defianti/Liputan6.com
Jejak peninggalan Bandara Kemayoran

Selain itu, Belanda saat itu tengah melawan dominasi Inggris yang telah merebut sejumlah koloninya. Setelah bandar udara Kemayoran dibangun sekitar 1935, wilayah Kemayoran semakin banyak didatangi oleh para pendatang berasal dari Belanda maupun dari nusantara.

Kemayoran kemudian dikenal dengan julukan Belanda Kemayoran karena banyak dihuni oleh orang Indo-Belanda.

Hingga Indonesia merdeka, para bule Belanda itu masih tinggal di kampung tua itu. Namun, persoalan Irian Barat (Papua) yang berujung putusnya hubungan Indonesia-Belanda pada 1957 mengakibatkan sebagian besar dari mereka pulang ke negeri asalnya.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya