Draf RUU Ketahanan Keluarga: Pemerintah Wajib Bantu Permasalahan Keluarga

Menurut anggota DPR Fraksi Gerindra Sodik Mujahid, semangat RUU Ketahanan Keluarga adalah untuk perlindungan keluarga dan ketahanan keluarga yang berkualitas.

oleh Liputan6.com diperbarui 19 Feb 2020, 19:44 WIB
Diterbitkan 19 Feb 2020, 19:44 WIB
Gedung DPR
Gedung DPR/MPR di Jalan Jenderal Gatot Subroto, Jakarta. (Liputan6.com/Devira Prastiwi)

Liputan6.com, Jakarta - DPR saat ini telah menginisiasi Rancangan Undang-Undang atau RUU Ketahanan Keluarga. Dalam RUU juga mengatur tentang antisipasi serta penanggulangan keluarga yang tidak harmonis, khususnya yang berdampak pada anak, maka pemerintah pusat maupun daerah wajib memberikan edukasi.

Beleid dalam RUU Ketahanan Keluarga ini mengatur tentang kewajiban pemerintah menghadapi persoalan keluarga. Hal tersebut dibagi karena enam faktor.

Enam faktor itu misalnya ekonomi, tuntutan pekerjaan orangtua, termasuk perceraian. Jika kerentanan keluarga terjadi karena faktor ekonomi, pemerintah harus memfasilitasi keluarga ini dengan pelatihan kerja sampai memberikan modal usaha.

Anggota DPR Fraksi Gerindra Sodik Mujahid pengusul UU ini menjelaskan, semangat RUU tersebut adalah untuk perlindungan keluarga dan ketahanan keluarga yang berkualitas.

Isi RUU Ketahanan Keluarga tersebut memang mengatur banyak hal, mulai dari pernikahan, kehidupan berkeluarga, hak asuh, dan sebagainya.

"Sedang dibahas di Baleg. Pendekatannya yaitu perlindungan keluarga, ketahanan keluarga, keluarga yang berkualitas," ujar Sodik di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa, 18 Februari 2020.

 

Saksikan Video Pilihan di Bawah Ini:

Pasal-Pasal soal Kerentanan Keluarga

keluarga
ilustrasi anak/Photo by Emma Bauso from Pexels

Pasal 74 sampai 76

Pasal 74

(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib melaksanakan penanganan Kerentanan Keluarga.

(2) Penanganan Kerentanan Keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan untuk membantu dan mendukung Keluarga agar memiliki Kelentingan Keluarga dalam menghadapi Krisis Keluarga.

(3) Krisis Keluarga sebagaimana dimaksud dalam ayat (2) disebabkan antara lain:

a. masalah ekonomi;

b. tuntutan pekerjaan;

c. perceraian;

d. penyakit kronis;

e. kematian anggota Keluarga; dan

f. penyimpangan seksual.

Pasal 75

(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memfasilitasi Keluarga yang mengalami Krisis Keluarga karena masalah ekonomi sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (3) huruf a dengan memberikan stimulan pemberdayaan ekonomi Keluarga.

(2) Stimulan pemberdayaan ekonomi keluarga sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pelatihan kerja atau wirausaha, modal usaha, dan fasilitas-fasilitas lain yang sesuai dengan potensi keluarga rentan sehingga dapat menopang keberlangsungan keluarganya untuk mengembangkan kemandirian ekonomi.

Pasal 76

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib memfasilitasi terselenggaranya program-program bagi Keluarga Pra Sejahtera yang mendukung tercapainya Ketahanan Keluarga, sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

 

Pasal 77 sampai 79

Ilustrasi liburan bersama keluarga.
Ilustrasi liburan bersama keluarga. (dok. JillWellington/Pixabay/Tri Ayu Lutfiani)

Pasal 77

(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah memfasilitasi Keluarga yang mengalami Krisis Keluarga karena tuntunan pekerjaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (3) huruf b dengan memberikan antara lain:

a. edukasi bagi Orangtua tentang Pengasuhan Anak;

b. edukasi bagi Orangtua tentang Pelindungan Anak;

c. penyediaan konsultan Ketahanan Keluarga;

d. penyediaan rumah Pengasuhan Anak yang aman dan nyaman di sekitar lingkungan kerja dan tempat tinggal;

(2) Tuntutan pekerjaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) meliputi:

a. Orangtua yang bekerja di luar negeri;

b. kedua Orangtua atau salah satu Orangtua yang bekerja di luar kota;

c. salah satu atau kedua Orangtua bekerja dengan sebagian besar waktunya berada di luar rumah; dan

d. kedua Orangtua yang bekerja

Pasal 78

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib melaksanakan penanganan Krisis Keluarga karena perceraian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (3) huruf c berupa:

a. bimbingan rohani, konseling, dan rehabilitasi sosial;

b. penyelesaian hak asuh; dan

c. penyelesaian hak nafkah Anak.

Pasal 79

Setiap Anak yang Orangtuanya mengalami perceraian mendapatkan fasilitasi dari Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah berupa:

a. pemeliharaan dan pelindungan dari penelantaran dan lingkungan yang membahayakan dan/atau menghambat tumbuh kembang Anak.

b. hak pengasuhan, bimbingan rohani, dan konseling; serta

c. jaminan hak nafkah Anak dari ayahnya.

 

Pasal 83 sampai 85

Ilustrasi keluarga
Ilustrasi keluarga. Sumber foto: unsplash.com/Benjamin Manley.

Pasal 83

Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib memberikan fasilitasi kepada Keluarga yang mengalami Krisis Keluarga karena penyakit kronis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (3) huruf d berupa antara lain

:a. layanan kesehatan melalui Sistem Jaminan Kesehatan Nasional; dan

b. bimbingan rohani.

Pasal 84

(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib melaksanakan penanganan Krisis Keluarga karena kematian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (3) huruf e dengan memberikan fasilitasi kepada Anak yatim, Anak piatu, dan Anak yatim piatu.

(2) Fasilitasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) berupa:

a. bantuan dan perlindungan dari keadaan yang membahayakan;

b. kesejahteraan berupa bantuan keuangan, pelayanan pendidikan, dan jaminan kesehatan;

c. hak pengasuhan, bimbingan rohani, dan konseling; serta

d. pemeliharaan dan pelindungan dari penelantaran dan lingkungan yang membahayakan dan/atau menghambat tumbuh kembang Anak.

Pasal 85

Badan yang menangani Ketahanan Keluarga wajib melaksanakan penanganan Krisis Keluarga karena penyimpangan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (3) huruf f berupa:

a. rehabilitasi sosial;

b. rehabilitasi psikologis;

c. bimbingan rohani; dan/atau

d. rehabilitasi medis.

 

Pasal 86 dan 90

[Fimela] Ilustrasi Keluarga
Ilustrasi Keluarga | unsplash.com/@irinamurza

Pasal 86

Keluarga yang mengalami Krisis Keluarga karena penyimpangan seksual wajib melaporkan anggota Keluarganya kepada Badan yang menangani Ketahanan Keluarga atau lembaga rehabilitasi yang ditunjuk oleh Pemerintah untuk mendapatkan pengobatan dan/atau perawatan.

Pasal 90

(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah wajib melaksanakan penanganan Kerentanan Keluarga secara khusus kepada:

a. Keluarga dalam situasi darurat;

b. Keluarga yang berhadapan dengan hukum;

c. Keluarga penyandang disabilitas;

d. Keluarga dari kelompok minoritas dan terisolasi;

e. Keluarga yang anggota keluarganya dieksploitasi secara ekonomi dan/atau seksual; dan

f. Keluarga yang anggota keluarganya merupakan korban penyalahgunaan narkotika, alkohol, psikotropika, dan zat adiktif lainnya.

(2) Penanganan Kerentanan Keluarga secara khusus sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) berupa antara lain:

a. mengevakuasi Keluarga dari potensi terkena dampak dari situasi darurat;

b. pendampingan dan bantuan hukum;

c. rumah aman sementara yang layak huni;

d. bimbingan rohani;e. layanan kesehatan;

f. rehabilitasi medis;

g. rehabilitasi sosial;

h. rehabilitasi psikologis;

i. reintegrasi sosial; dan

j. stimulan pemberdayaan ekonomi.

 

Reporter : Randy Ferdi Firdaus

Sumber : Merdeka

 

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya