Liputan6.com, Jakarta - Deputi Bidang Pencegahan Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Lilik Kurniawan menyebut, PSBB di desa lebih patuh daripada di kota. Hal ini bisa dilihat dari jumlah kasus Covid-19 di desa yang lebih sedikit daripada di kota-kota besar. Laju insidensi di desa juga relatif lebih lambat daripada di kota.
"PSBB terbaik itu di desa, lebih patuh daripada di kota," ujar Lilik dalam diskusi bertema 'Mencegah Pandemi Dalam Skala Nasional, Bisakah?' di Gedung Graha BNPB, Jakarta, Kamis (16/7/2020).
Walaupun saat ini PSBB sudah dilonggarkan, ia melihat pada saat masa PSBB lalu, penduduk desa betul-betul mengikuti arahan kepala desanya untuk mematuhi protokol kesehatan.
Advertisement
Lilik melihat jumah penduduk desa yang jauh lebih sedikit daripada di kota memungkinkan para kepala desa untuk lebih menjangkau rakyatnya. Sehingga, edukasi tentang pentingnya mematuhi protokol kesehatan akan benar-benar dipahami dan dikerjakan oleh masyarakat.
"Para kepala desa lebih bisa memantau rakyatnya. Apa yang diminta kepala daerahnya, dikerjakan," ujarnya
Walaupun begitu, Lilik mengingatkan untuk tidak menggeneralisir semua kota-kota besar di Indonesia tidak patuh terhadap protokol kesehatan yang sudah dibuat.
Berdasarkan data zonasi risiko terakhir, ada 54 kabupaten/ kota yang tidak terdampak dan 48 kabupaten/ kota yang berada di zona hijau. Sebagian dari kabupaten/kota tersebut tidak terdiri dari kota-kota besar saja.
"Memang PSBB di desa lebih baik, tapi kita tidak bisa menggeneralisir kalau kota-kota besar tidak patuh PSBB," ujar Lilik.
Saksikan video pilihan di bawah ini:
3 Upaya Pencegahan Covid-19
Lilik mengatakan, BNPB akan terus berupaya melakukan upaya pencegahan agar semakin banyak lagi masyarakat yang mematuhi protokol kesehatan, sehingga akan semakin banyak pula kabupaten/kota yang menjadi zona hijau.
"Upaya pencegahan sebenarnya hanya ada tiga, edukasi, sosialisasi, dan mitigasi," katanya singkat
Dalam mengedukasi masyarakat, gugus tugas bersama BNPB akan mengajak para budayawan, musikus, ustaz, dan tokoh masyarakat untuk bersama-sama mengedukasi masyarakat. Selama ini, kata dia, BNPB mengakui telah melakukan lima cara dalam mengedukasi masyarakat.
Pertama yaitu melalui media televisi, kedua melalui radio, ketiga media sosial, keempat melalui koran, dan kelima melalui cara konvensional seperti ceramah-ceramah di masjid.
Lilik menyadari jika tidak semua masyarakat Indonesia memiliki tv, radio, gadget, maupun mampu untuk membeli koran. Bahkan mungkin tidak ada yang menjual koran di daerahnya.
Ia mengatakan, gugus tugas telah mengedukasi masyarakat dengan cara konvensional tersebut.
"Tidak semua masyarakat terpapar media-media tadi, jadi untuk daerah-daerah yang agamanya kuat, jika masjid sudah dibuka, kita selipkan juga protokol kesehatan saat khutbah jumat misalnya atau saat ceramah," katanya.
Lilik mengatakan, upaya edukasi dan sosialisasi memang sangat penting dilakukan, namun akan sia-sia jika masyarakat tidak mengindahkannya. Ia berharap masyarakat memiliki harus betul-betul sadar jika Covid-19 masih ada di sekitar kita dan bisa berpeluang menulari siapa saja.
"Setelah sosialisasi, masyarakat akan sadar kalau virus masih, kemudian timbul awareness, mereka beli masker, tapi harus dipakai. Untuk apa kalau tidak ada action," tandas Lilik.
Reporter: Rifa Yusya Adilah
Sumber: Merdeka
Advertisement