Jakarta - Angka kematian tenaga kesehatan (nakes) di Indonesia akibat Covid-19 terus bertambah. Menurut data Ikatan Dokter Indonesia (IDI), hingga Jumat 9 Oktober 2020 tercatat 132 dokter meninggal dunia.
Selama minggu pertama Oktober 2020, terdapat lima dokter meninggal akibat Covid-19. Dari 132 dokter yang meninggal, 68 orang di antaranya berstatus dokter umum dengan empat guru besar. Lalu, terdapat 62 dokter spesialis yang juga meninggal dengan lima di antaranya merupakan guru besar, dan dua orang residen.
Baca Juga
Keseluruhan dokter tersebut berasal dari 18 IDI Wilayah (provinsi) dan 61 IDI Cabang ( Kota/Kabupaten). Berdasarkan data provinsi, Jawa Timur 31 dokter, Sumatra Utara 22 dokter, DKI Jakarta 19 dokter, Jawa Barat 11 dokter, Jawa Tengah 9 dokter, Sulawesi Selatan 6 dokter, Bali 5 dokter, Sumatra Selatan 4 dokter, Kalimantan Selatan 4 dokter, DI Aceh 4 dokter, Kalimantan Timur 3 dokter, Riau 4 dokter, Kepulauan Riau 2 dokter, DI Yogyakarta 2 dokter, Nusa Tenggara Barat 2 dokter, Sulawesi Utara 2 dokter, Banten 1 dokter, dan Papua Barat 1 dokter.
Advertisement
Untuk profesi perawat di Indonesia, sebanyak 92 orang meninggal dunia akibat tertular Covid-19. Itu baru data dokter dan perawat. Sederet tenaga kesehatan lainnya seperti dokter gigi, bidan, tenaga lab, apoteker, radiografer, ahli gizi, petugas kamar jenazah, pengemudi ambulans, hingga petugas kebersihan juga rentan tertular virus corona.
Sayang, data tentang berapa banyak tenaga kesehatan Indonesia yang terinfeksi dan meninggal akibat Covid-19 kurang lengkap. Menurut @Pandemictalks pada 1 Oktober 2020, sebanyak 6.720 tenaga kesehatan (tidak termasuk dokter) di Indonesia telah terinfeksi Covid-19.
Tingkat kematian tenaga kesehatan di Indonesia akibat Covid-19 sangat mengkhawatirkan. Padahal, mereka jadi garda terdepan dalam perjuangan memerangi pandemi Covid-19.
Ketua tim mitigasi pengurus besar IDI, Adib Khumaidi, mengungkapkan, jumlah kematian dokter di Indonesia adalah yang tertinggi di Asia. Bahkan, berdasarkan studi @pandemictalks pada 12 September 2020, tingkat kematian tenaga kesehatan di Indonesia akibat Covid-19 tertinggi keempat di dunia.
Angka kematian tenaga kesehatan per 100.000 kasus Covid-19 di Indonesia mencapai 92 kematian. Indonesia berada di bawah Meksiko, Inggris, dan Mesir. Artinya, setiap rata-rata 1.087 kasus di Indonesia akan mengorbankan nyawa satu orang nakes.
Untuk rata-rata kasus sepekan di 3.505 kasus per hari, artinya bisa ada tiga nakes meninggal sehari. Kasus kematian dokter tertinggi di Indonesia sempat terjadi pada 12 September 2020 di mana dalam 24 jam terdapat empat dokter meninggal akibat Covid-19.
Statistik @pandemictalks itu masih menggunakan data September 2020. Untuk bulan ini, hingga 7 Oktober 2020, sudah 315.714 oorang di Indonesia terinfeksi Covid-19 dan 11.472 orang di antaranya meninggal dunia. Rata-rata kasus meninggalnya nakes bulan ini masih belum bisa diperoleh.
Wakil Ketua Tim Mitigasi PB IDI, dr Ari Kusuma, SpOG(K), menyatakan, peristiwa tersebut sangat memprihatinkan. Ari mengatakan, kehilangan para tenaga kesehatan merupakan kerugian besar bagi sebuah bangsa, terutama dalam mempertahankan dan pengembangan aspek kesehatan.
Presiden Joko Widodo sebelumnya sudah menginstruksikan kepada Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto untuk melakukan langkah-langkah penyelamatan terhadap para tenaga kesehatan di Indonesia.
"Saya telah memerintahkan Menteri Kesehatan untuk segera melakukan audit dan koreksi mengenai protokol keamanan untuk tenaga kesehatan dan pasien di seluruh rumah sakit. Rumah sakit harus menjadi tempat yang aman dan tidak menjadi klaster penyebaran COVID-19," jelas Jokowi di dalam akun Twitter resminya pada 14 September 2020.
Alih-alih segera mengaudit kematian para nakes di Indonesia, Menkes Terawan meresponsnya dengan menyebut bahwa pihaknya sedang menyiapkan tenaga kesehatan cadangan. Sebanyak 3.500 dokter hingga 685 relawan dan 800 tenaga nusantara sehat siap dipanggil apabila benar-benar dibutuhkan.
"Termasuk di dalamnya ada dokter spesialis paru, anastesi, penyakit dalam dan juga tenaga kesehatan lain seperti perawat, dokter umum, dan sebagainya yang siap di deploy-kan. Dan siap membantu bila ada penambahan tenaga yang dibutuhkan," ujar Terawan.
Situasi ini begitu memprihatinkan, karena seakan pemerintah tidak melindungi para tenaga kesehatan yang berjuang menolong para pasien Covid-19 dari kematian. Banyaknya nakes yang meninggal akibat Covid-19 di Indonesia, apakah karena faktor kelelahan atau Alat Pelindung Diri (APD) yang kurang memadai atau ada penyebab lain? Pertanyaan itu belum terjawab.
Ketua Terpilih Perhimpunan Dokter Indonesia (PB IDI), Adib Khumaidi, sebelumnya telah mendesak pemerintah agar mengambil tindakan konkret demi menghentikan laju kematian nakes akibat Covid-19. Langkah yang dapat dilakukan pemerintah salah satunya dengan membentuk Komite Nasional Perlindungan dan Keselamatan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan.
"Perlu ketegasan pemerintah untuk membuat langkah-langkah konkret dalam upaya perlindungan dan keselamatan bagi para dokter dan tenaga kesehatan lainnya," kata Adib dalam keterangannya, Senin (14/9/2020).
"Komite Nasional Perlindungan dan Keselamatan Tenaga Medis dan Tenaga Kesehatan bertugas mengintegrasikan seluruh stakeholder kesehatan untuk fokus dalam upaya perlindungan dan pengawasan," sambungnya.
Saksikan Video Covid-19 Berikut Ini
Audit Kematian Tenaga Kesehatan
Epidemiolog Universitas Indonesia, Pandu Riono, menilai memang harus ada audit tentang banyaknya kematian tenaga medis di Indonesia.
"Sekarang, karena tidak ada audit, semuanya jadi perkiraan soal penyebab kematian dan belum tentu betul. Makanya, setiap kematian harus diaudit. Kenapa kok sampai ada yang meninggal petugas kesehatan. Dan ini penting, apakah karena mereka terlalu lelah bekerja. Karena sudah pasti, mereka bekerja terekspos sama virus kan," kata Pandu kepada Liputan6.com.
"Karena di rumah sakit, baik yang bergejala atau tidak bergejala itu banyak. Petugas yang terinfeksi, tidak harus yang mengobati Covid-19. Bahkan, banyak yang tidak mengobati Covid-19, kena juga. Itu yang menurut saya perlu diaudit. Apakah sistem pencegahan infeksi di rumah sakitnya, sudah berjalan baik atau tidak. Itu harusnya jadi tanggung jawab Kementerian Kesehatan. Sayangnya, Kemenkes tidak peduli."
Pandu menekankan, Kementerian Kesehatan harus bekerja keras demi mencegah kematian bisa bertambah banyak selama pandemi berlangsung. Audit bisa jadi langkah awal mencegah kian banyaknya kematian nakes di Indonesia.
Tenaga kesehatan telah menunjukkan peran luar biasa dalam menghadapi pandemi. Mereka menempatkan kesehatan dan kesejahteraan mereka dalam risiko tinggi terpapar virus yang dapat menyebabkan kematian.
Peran masyarakat untuk melaksanakan protokol kesehatan dalam kehidupan sehari-hari juga dapat memengaruhi keselamatan tenaga kesehatan. Masyarakat diminta tidak abai dan tetap menjalankan 3 M; Memakai Masker, Menjaga Jarak, dan Mencuci Tangan.
"Jumlah tenaga kesehatan terutama dokter di Indonesia sebelum pandemi Covid sudah merupakan salah satu yang terendah di Asia dan dunia. Dengan jumlah dokter yang ada, rata-rata 1 (satu) orang dokter diestimasikan melayani 3,000 (tiga ribu) masyarakat. Dengan banyaknya korban dari pihak tenaga kesehatan saat ini, maka ke depannya layanan kesehatan pada pasien baik covid maupun non-covid akan terganggu, karena kurangnya tenaga medis," terang dr Ari Kusuma, SpOG(K), selaku Wakil Ketua Tim Mitigasi PB IDI.
Advertisement
Nasib Nakes Selama Pandemi
Menurut laporan yang diterima Amnesty Internasional, Sekretaris Badan Bantuan Hukum Persatuan Perawat Nasional Indonesia (PPNI) mengatakan bahwa ada 330 laporan yang menyatakan bahwa perawat di rumah sakit milik pemerintah atau swasta mengalami pemotongan gaji dan tidak menerima bonus liburan, per 25 Mei 2020.
Situasi pandemi ini juga membuat para nakes di banyak rumah sakit menghadapi peningkatan beban kerja dan risikopekerjaan tambahan. Ini hanya secuil contoh bagaimana hak para nakes yang tidak terpenuhi selama pandemi ini berlangsung.
Itu belum termasuk bagaimana perlindungan keselamatan dan kesehatan nakes. Apakah ketersediaan APD memadai, terutama untuk nakes yang bertugas di daerah-daerah. Apakah para nakes memperoleh asupan dan istirahat yang cukup demi menjaga imunitas tubuh selama berjuang menolong pasien Covid-19.
Para nakes beberapa kali juga mendapat intimidasi dan tindakan kekerasan dari warga, yang melakukan penolakan jenazah kerabat mereka dikubur dengan protokol Covid-19. Melihat fenomena ini, perlindungan keamanan jelas juga dibutuhkan nakes.
Selain itu, menurut Amnesty International, muncul kecemasan dari para nakes mengenai potensi tertular Covid-19 dan juga membawa pulang virus tersebut hingga membuat keluarga mereka terinfeksi. Ada pula laporan nakes yang mendapatkan stigma negatif dari lingkungan tempat tinggal mereka hingga dikucilkan, karena dianggap bisa membawa virus.
Pemerintah Indonesia sendiri berjanji akan memberikan santunan dan tanda penghargaan bintang jasa kepada tenaga kesehatan yang gugur dalam menangani Covid-19. Keluarga juga akan mendapatkan dana sebesar Rp 300 juta.
"Santunan diberikan kepada setiap tenaga medis, tanpa membedakan dokter spesialis, dokter umum atau perawat. Jika meninggal, keluarga akan mendapat Rp 300 juta," tutur Menkopolhukam Mahfud MD dalam konferensi pers daring pada 8 Agustus 2020.
Menurut Mahfud, pemerintah juga telah menunjukkan perhatian kepada para tenaga kesehatan yang menangani Covid-19, yakni dengan menyediakan insentif setiap bulan kepada dokter spesialis, dokter umum, maupun tenaga medis nondokter.
Besaran intensif bagi dokter spesialis yang menangani Covid-19 sebesar Rp 15 juta per bulan, dokter umum Rp 10 juta per bulan. Sementara, tenaga medis nondokter sebesar Rp 7,5 juta per bulan.
Yang Terjadi Jika Nakes Terus Berguguran
Apabila kian banyak tenaga kesehatan di Indonesia yang meninggal akibat Covid-19, itu berarti beban pekerjaan nakes yang masih bertahan semakin berat. Apalagi jumlah kasus Covid-19 di Indonesia trennya terus naik.
"Rumah sakit baru mudah dibangun, jumlah ruangan, tempat tidur, ventilator dan alat medis lainnya mudah diadakan kembali. Namun, menambah jumlah dokter dan perawat tak semudah membalikkan telapak tangan," ujar inisiator platform info dan data Covid-19 Indonesia @pandemictalks, Firdza Radiany, dalam unggahannya.
"Jika rumah sakit penuh, tenaga kesehatan kelelahan dan sakit, ke mana kita harus berobat? Siapa yang akan merawat jika kita sakit?" tambahnya.
Sementara itu, menurut Pandu Riono, jumlah tenaga medis di Indonesia sangat terbatas. Dan hal ini diperparah dengan banyaknya dokter spesialis yang ikut meninggal karena menangani Covid-19.
"Dengan meninggalnya 130 lebih dokter, itu artinya kita kehilangan banyak sekali. Karena sebagian ada yang juga merangkap jadi dosen atau staf pengajar di Fakultas Kedokteran. Mereka juga sedang mendidik dokter lain. Kita tidak hanya kehilangan dokter, tapi juga guru atau dosen yang sedang mendidik dokter-dokter muda."
Pandu berharap, pemerintah memberi perhatian lebih kepada tenaga kesehatan. Selain itu, Kementrian Kesehatan juga harus diberi porsi untuk mengerjakan tugasnya. Sebab, yang terjadi saat ini, tugas-tugas Kementrian Kesehatan diambil alih oleh Satgas Covid-19.
"Saya dari dulu bilang bubarin satgas, bubarin komite. Biar semuanya yang bekerja Kementrian. Kalau masalahnya sosial, biar dikerjakan Kementerian Sosial. Kalau masalahnya ekonomi, dikerjakan Kementrian Perekonomian. Kalau masalahnya kesehatan, dikerjakan Kementrian Kesehatan," ia menambahkan.
Apabila vaksin nanti ditemukan dan harus disuntikkan kepada masyarakat, peran tenaga kesehatan pun sangat dibutuhkan. Jadi, tenaga kesehatan adalah aset. Seperti halnya profesi lain, nakes berhak atas perlindungan, keamanan, dan kenyamanan ketika menjalani tugas dan kewajibannya.
Tenaga kesehatan bukan robot. Mereka manusia yang bisa lelah dan kesehatan mentalnya juga perlu dijaga.
Advertisement