KPK Harap Pengadilan Tinggi DKI Tolak Keinginan Nurhadi Pindah Rutan

Nurhadi mengajukan permohonan pindah dari Rutan KPK ke Rutan Polres Jaksel dengan alasan kesehatan dan usia.

oleh Fachrur RozieIka Defianti diperbarui 21 Mar 2021, 14:18 WIB
Diterbitkan 21 Mar 2021, 14:18 WIB
Pemeriksaan Lanjutan Nurhadi di KPK
Tersangka mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi saat tiba di Gedung KPK, Jakarta, Kamis (23/7/2020). Nurhadi kembali menjalani pemeriksaan lanjutan sebagai tersangka terkait kasus suap dan gratifikasi penanganan perkara di MA senilai Rp46 miliar. (merdeka.com/Iqbal S Nugroho)

Liputan6.com, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta Pengadilan Tinggi DKI Jakarta menolak permohonan mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi untuk pindah Rumah Tahanan (Rutan). Dia ingin pindah dari Rutan KPK ke Rutan Polres Metro Jakarta Selatan.

Plt Juru Bicara KPK Ali Fikri mengatakan, Nurhadi ingin pindah rutan lantaran alasan kesehatan dan usia.

"Berdasarkan informasi yang kami terima, terdakwa Nurhadi mengajukan permohonan kepada Pengadilan Tinggi agar pindah rumah tahanan dari Rutan cabang KPK ke Rutan Polres Jakarta Selatan dengan alasan kesehatan dan sudah usia lanjut," ujar Ali dalam keterangannya, Minggu (21/3/2021).

Ali menyatakan pihaknya menghargai permohonan Nurhadi itu. Namun Ali menegaskan selama ini pihaknya selalu memenuhi hak para tahanan, termasuk soal kesehatan yang menjadi prioritas utama.

"Rutan KPK juga memiliki dokter klinik yang siap kapan pun memeriksa kesehatan para tahanan. Sehingga alasan terdakwa (Nurhadi) tersebut berlebihan," kata Ali.

Atas dasar tersebut, Ali berharap Majelis Hakim PT DKI menolak permintaan Nurhadi untuk pindah rutan. Menurut Ali, Nurhadi juga merupakan terdakwa yang tidak koopertif menjalani proses hukum.

"Kami berharap majelis hakim banding menolak permohonan terdakwa tersebut karena kami berpandangan sama sekali tidak ada urgensinya pemindahan tahanan dimaksud. Terlebih selama proses penyidikan maupun persidangan kami nilai terdakwa Nurhadi juga tidak kooperatif," kata Ali.

 

Saksikan Video Pilihan Berikut Ini:

KPK Banding Vonis Nurhadi dan Menantunya

Diberitakan sebelumnya, KPK mengajukan upaya hukum banding vonis yang dijatuhkan Pengadilan Tipikor terhadap mantan Sekretaris Mahkamah Agung (MA) Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiono.

Ali mengatakan, keputusan banding diambil KPK lantaran vonis terhadap Nurhadi dan Rezky terlalu rendah dibanding tuntutan JPU. Selain itu, hakim juga tak mempertimbangkan tuntutan uang pengganti terhadap Nurhadi. Apalagi, nilai suap dan gratifikasi Nurhadi dan Rezky tak sesuai dengan tuntuan JPU.

Atas dasar tersebut, tim JPU KPK kini tengah menyiapkan memori banding untuk diberikan kepada Pengadilan Tinggi DKI Jakarta melalui Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat.

"Kami akan segera menyusun argumentasi dalam memori banding terkait hal tersebut yang kemudian akan diserahkan kepada PT Jakarta melalui PN Jakarta Pusat," kata Ali.

Nurhadi dan menantunya, Rezky Herbiyono divonis 6 tahun pidana penjara denda Rp 500 juta subsider 3 bulan kurungan. Dalam tuntutan, JPU meminta hakim memvonis Nurhadi 12 tahun sementara Rezky 11 tahun penjara.

Majelis hakim menyebut Nurhadi dan Rezky Herbiyono menerima gratifikasi sebesar Rp 13.787.000.000. Penerimaan gratifikasi itu lebih rendah dari tuntutan jaksa penuntut umum (JPU) pada KPK yang menyebut Nurhadi dan Rezky menerima gratifikasi senilai Rp 37.287.000.000.

Sementara uang suap yang diterima Nurhadi juga lebih rendah dari tuntutan Jaksa. Nurhadi diyakini hanya menerima suap sebesar Rp 35.726.955.000 dari Direktur Utama PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) Hiendra Soenjoto.

Sedangkan berdasarkan tuntutan Jaksa, Nurhadi dinilai menerima suap sebesar Rp 45.726.955.000. Uang suap untuk memuluskan pengurusan perkara antara PT Multicon Indrajaya Terminal (PT MIT) melawan PT Kawasan Berikat Nusantara (PT KBN) terkait dengan gugatan perjanjian sewa menyewa depo kontainer.

Lanjutkan Membaca ↓
Loading

Video Pilihan Hari Ini

Video Terkini

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya