Notaris Jadi Tersangka dalam Kasus Mafia Tanah, Ini Kata Pakar Hukum

Dua notaris ditetapkan menjadi tersangka dalam kasus mafia tanah dengan korban Nirina Zubir. Apa kata pakar hukum terkait status tersangka terhadap notaris?

oleh Liputan6.com diperbarui 24 Nov 2021, 21:16 WIB
Diterbitkan 24 Nov 2021, 21:02 WIB
Diskusi mafia tanah
Diskusi Over Kriminalisasi Terhadap Pelaksanaan UUJN (Undang-Undang Jabatan Notaris), Rabu (24/11/2021). (Istimewa)

Liputan6.com, Jakarta Kasus mafia tanah yang merebak belakangan ini telah menyedot perhatian publik. Bahkan dalam salah satu kasusnya, notaris menjadi tersangka.

Menurut Guru Besar Hukum Pidana Universitas Padjajaran, Romli Atmasasmita, dalam menjalankan jabatannya, notaris memiliki payung hukum yakni UU No 30 Tahun 2014, tentang Jabatan Notaris. Meskipun ruang lingkup pekerjaan notaris adalah keperdataan, terkait dengan pembuatan akta, dimana dalam UU semua sanksinya peringatan dan administratif.

Hal itu disampaikannya dalam diskusi bertema Over Kriminalisasi Terhadap Pelaksanaan UUJN (Undang-Undang Jabatan Notaris), Rabu (24/11/2021).

“Tetapi tidak berarti bahwa ketentuan pidana tidak berlaku, sepanjang bukti-bukti yang diperoleh penyelidik cukup, maka bisa dikenakan satu tindak pidana,” jelas dia dalam keterangan terulisnya. 

Romli menjelaskan, dari ketentuan yang ada, dalam logika akal sehat tidak mungkin notaris melakukan penipuan, penggelapan dan pemalsuan. Jika itu terjadi mungkin ada orang lain yang berhubungan dengan notaris yang memalsukan, sehingga melakukan perbuatan yang memenuhi unsur tersebut.

“Kalau memang notaris berinsiatif melakukan penipuan, pemalsuan, penggelapan, aneh ini. Kekecualian dari norma yang tidak biasa,” ungkapnya.

Namun di luar Perundang-Undangan ada hal penting yang juga harus dilakukan, yakni terkait dengan pengawasan jabatan notaris. Permasalahan yang dihadapi oleh notaris secara keseluruhan adalah belum adanya koordinasi, sinergi antara majelis pengawas, sinergi pengurus pusat dan daerah.

"Jika tidak ditangani dengan baik, masalah-masalah yang dihadapi notaris dalam ruang lingkup keperdataan bisa menjadi pidana," ujar Romli.

Romli juga mengungkapkan over kriminalisasi adalah sesuatu yang merupakan tindak pidana ditetapkan melalui cara-cara yang menyimpang dari ketentuan peraturan perundang-undangan. Hal tersebut disampaikan dalam diskusi

Menurut Romli, fakta adanya notaris yang mengalami kriminalisasi dalam menjalankan jabatannya harus dilihat, apakah termasuk kategori kriminalisasi atau over kriminalisasi.

“Jika kriminalisasi sesuai dengan peraturan perundang-undangan maka positif. Namun jika over kriminalisasi baru dosa,” jelas dia.

 

 

* Follow Official WhatsApp Channel Liputan6.com untuk mendapatkan berita-berita terkini dengan mengklik tautan ini.


Revisi UUJN

Pembicara lainnya, Guru Besar Hukum Pidana UGM, Marcus Priyo Gunarto menyampaikan kriminalisasi dalam berbagai literatur dikatakan perbuatan yang semula bukan pidana menjadi pidana, yaitu memformulasikan satu perbuatan yang semula bukan perbuatan pidana namun karena ada kebijakan kriminal itu ditetapkan sebagai perbuatan tindak pidana.

“Namun dalam sehari-hari ada istilah juga kriminalisasi yaitu tapi maknanya adalah untuk menetapkan tersangka atau terdakwa atas perbuatan yang tidak dilakukannya,” jelasnya.

Sedangkan over kriminalisasi adalah penggunaan sanksi pidana yang melampaui batas. Dalam kaitannya dengan jabatan notaris, tidak ada ketentuan pidana diatur dalam jabatan UU notaris, sehingga kriminalisasi secara potensial terjadi berdasarkan undang-undang lain.

Dalam konteks penegakan hukum, sebagai seorang notaris tidak dapat dipastikan sebagai tersangka, namun jika ada notaris indikasi tindak pidana yang dilakukan dapat dipastikan akan diminta sebagai saksi.

“Jadi kriminalisasi dalam proses tersebut sebagai tersangka bukan sebagai saksi,namun harus ditemukan adanya maksud maksud jahat atau mensrea,” tuturnya.

Marcus mennambahkan, dalam konteks melindungi profesi notaris, pemanggilan notaris baik sebagai saksi maupun tersangka, selain ditentukan dalam KUHAP itu juga diatur dalam UU Jabatan Notaris.

Menurut Dewi Tenty, notaris yang juga inisator klompencapir, diskusi diselenggarakan lantaran adanya pemberitaan yang massif profesi notaris yang dikaitkan dengan mafia tanah. Bahkan terjadi kasus kriminalisasi yang menimpa notaris & PPAT.

“Salah satu faktornya yang kami lihat adalah UU Jabatan Notaris dinilai mengatur terlalu rinci tentang kewajiban dan larangan terhadap notaris sehingga menjadikan bumerang bagi notaris itu sendiri,”jelasnya.

UUJN sebagai payung hukum bagi notaris hendaknya dikaji kembali dengan merevisi pasal-pasal yang rentan terhadap pidana bagi Notaris. Harus pula segera proses legislasi UU tentang Pejabat Pembuat Akta Tanah. Dalam pandangan Dewi Tenty, diskusi ini menghasilan point penting di antaranya sinergi dari pengurus organisasi profesi dengan majelis pengawas notaris mulai dari tingkat daerah, wilayah sampai pusat, agar perlindungan terhadap notaris maksimal.

“Harmonisasi antarlembaga juga makin penting, mengingat kini merebak biro jasa yang dibuat dengan KLBI yang sudah ditetapkan oleh BKPM tentang pengurusan badan hukum dan pertanahan yang notabene merupakan domain notaris & PPAT sebagai pejabat umum,” jelasnya.

Lanjutkan Membaca ↓

* Fakta atau Hoaks? Untuk mengetahui kebenaran informasi yang beredar, silakan WhatsApp ke nomor Cek Fakta Liputan6.com 0811 9787 670 hanya dengan ketik kata kunci yang diinginkan.

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya