MUI: Bangsa yang Kuat Tecermin dari Umat dan Pemimpinnya

Wakil Ketua MUI Marsyudi Suhud menyebut bangsa yang kuat bisa dilihat dari bagaimana kekuatan umatnya, sementara kekuatan yang dibangun akan dipengaruhi oleh pemimpinnya.

oleh Muhammad Radityo Priyasmoro diperbarui 27 Jul 2022, 12:45 WIB
Diterbitkan 27 Jul 2022, 08:30 WIB
Milad ke-47 MUI
Milad ke-47 MUI. (Liputan6.com/Muhammad Radityo Priyasmoro)

Liputan6.com, Jakarta - Wakil Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Marsyudi Suhud meyakini, bangsa yang kuat bisa dilihat dari bagaimana kekuatan umatnya. Selain itu, dia juga meyakini, kekuatan yang dibangun akan dipengaruhi oleh pemimpinnya.

“Bangsa yang kuat itu umatnya juga kuat, baik itu pimpinan organisasi atau pimpinan sosial kemasyarakatan atau bahkan pimpinan formalnya. Umat kuat, bangsa kuat, pimpinan juga kuat,” kata Marsyudi saat diskusi Milad MUI bertajuk "Merajut Kesatuan dan Kekuatan Umat" di Hotel Sultan Jakarta, Selasa (26/7/2022).

Marsyudi menceritakan pengalamannya saat menangani konflik di Afganistan pada 2010 silam. Kala itu, dia mencoba membedah konflik apa yang sebenarnya terjadi di negara tersebut, lalu membawa pecahan kelompok-kelompok di Afghanistan ke Indonesia.

“Saya coba datangkan ke Indonesia seluruhnya dari faksi-faksi di Afghanistan itu, lalu saya bawa ke kiai-kiai pesantren Darul Universitas ke NU dan ke Muhammadiyah. Semuanya ternyata nangis dan ngomong saya ingin seperti ini. Saya ingin kebersamaan seperti ini, saya ingin seperti Indonesia,” tutur Marsyudi.

Mendengar hal itu, Marsyudi mengamini jika cara menyelesaikan masalah adalah dengan bagaimana mengukur dari masalah itu sendiri. Sehingga perbedaan dapat disatukan dengan kepentingan untuk kemaslahatan umat secara umum. 

“Kemaslahatan ini yang kita ingin nyatakan dan inginkan. Maka dengan kondisi ukhuwah, ketika ada persoalan, kita bisa duduk lalu sampaikan dan kita bahas,” ucap Marsudi Syuhud menutup. 

 

* BACA BERITA TERKINI LAINNYA DI GOOGLE NEWS

MUI Hentikan Kerja Sama dengan ACT

Sembako
Presiden ACT Ibnu Khajar (kiri) saat memberikan paket sembako dalam Operasi Pangan Murah di Masjid Assuada, Kecamatan Koja, Jakarta Utara, Jumat (15/10/2021) . (ACTNews/Abdurrahman Rabbani)

Sementara itu, MUI menyatakan menghentikan kerja sama dengan kelompok filantropi Aksi Cepat Tanggap (ACT). Keputusan ini diambil seiring dengan bergulirnya kasus hukum yang menjerat ACT.

"Kerja sama MUI dan ACT dulu memang pernah dilakukan. Karena badan hukum ACT sudah dibekukan, maka kerja samanya juga jadi beku, karena izinnya sudah dibekukan, maka kerja samanya jadi beku, artinya setop," kata Marsudi Syuhud di sela-sela acara Milad MUI ke-47 di Hotel Sultan Jakarta, Selasa 26 Juli 2022.

Marsudi mengatakan, Sekjen MUI sudah melakukan komunikasi dengan ACT terkait penyetopan kerja sama itu. Menurut Marsudi, kerja sama yang sempat dilakukan MUI dan ACT adalah penyaluran beberapa beras kepada pesantren.

"Jadi itu saja yang sudah berjalan, yang lain belum. Karena sekarang disetop, ya jadi setop," kata Marsudi.

Meski sudah disetop, Marsudi menuturkan bahwa MUI tidak menutup peluang kerja sama dengan ACT di masa mendatang, selama itu bertujuan untuk kemaslahatan umat.

"Namanya sebuah organisasi mau kolaborasi dengan siapa saja, kira-kira buat kemaslahatan bersama kita laksanakan. Tak hanya ACT. Namun ketika ada persoalan, diharap persoalan diselesaikan dulu," ucap dia.

Marsudi berharap agar kejadian seperti ACT tidak terulang, maka organisasi serupa harus amanah dan membuka secara transparan berapa kepantasan yang boleh dipakai untuk kegiatan operasionalnya dari total donasi yang terkumpul.

"Apakah 5 persen atau 10 persen? kalau bisa di Kementerian Sosial ada petunjuk agar tidak salah (untuk) operasional dan yang terpenting terbuka auditable sehingga masyarakat yakin dan percaya," tutur Marsudi.

Infografis Pencabutan Izin Pengumpulan Uang dan Bantuan ACT. (Liputan6.com/Trieyasni)
Infografis Pencabutan Izin Pengumpulan Uang dan Bantuan ACT. (Liputan6.com/Trieyasni)
Lanjutkan Membaca ↓
Loading

POPULER

Berita Terkini Selengkapnya